Siang hari yang mendung ini, Nindya berencana belanja untuk kebutuhannya sebulan kedepan. Setelah bersiap-siap, Nindya keluar menunggu taksi online yang sudah dipesannya.
Butuh waktu sekitar lima belas menit untuk sampai di supermarket tempat nya belanja. Nindya membawa troli belanjanya sambil melihat deretan daftar kebutuhannya di kertas.
"Sikat gigi, sabun mandi, shampo gak ada, terus..." Nindya terus memasukkan barang sambil membaca kertas yang berada di tangan kanannya, sementara tangan kirinya mendorong troli.
Ia beralih menuju rak kebutuhan dapur. "Bumbu dapur cuma garam, sama...udah." gumamnya lagi.
Nindya terus mendorong trolinya hingga benda tersebut sudah penuh belanjaannya. Ia meneliti sekali lagi kertas di genggamannya untuk memastikan bila ada barang yang tertinggal.
"Oh kurang pembalut." Kedua kakinya melangkah perlahan, kedua matanya mencari rak pembalut wanita dan lainnya. Namun tiba-tiba ia menghentikan langkahnya, detik berikutnya tubuhnya sedikit mundur dan mengintip dari balik rak.
Disana, disalah satu lorong, mantan kekasihnya sedang memilih barang dengan seorang gadis. Mereka berdua seperti pasangan kekasih, tampak dekat dan mesra. Nindya tidak terlalu jelas melihat gadis yang bersama Baskara.
Tetapi yang pasti mereka berdua berdiri di salah satu rak, "Popok bayi?"
Apa jangan-jangan Baskara sudah menikah dan gadis yang bersama lelaki itu sedang mengandung? Atau malah sudah mempunyai anak?
Nindya menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir bayang-bayang kehidupan mantannya itu. Ia tidak mau memikirkan Baskara dan segala kehidupan lelaki itu.
Lebih baik dirinya secepat mungkin menyudahi belanjannya. Ia takut akan bertemu dengan mantan kekasihnya, karena ia tidak mau sampai Baskara muncul lagi dihadapannya.
Amarah itu tiba-tiba menggerogoti hatinya setelah sekian lama terpendam. Dadanya tiba-tiba menjadi sesak, perasaan hancur itu datang kembali.
Dua kantong tas belanja ia letakkan di meja kecil dapurnya. Kemudian ia mencoba menyibukkan dirinya dengan menata seluruh belanjaannya. Ia tidak mau bayang-bayang pengkhianatan itu terus berputar di otaknya.
Sekuat hati dan tenaga Nindya melupakan kejadian buruk itu, ia tidak sudi lagi mengingat pengkhianatan ataupun mantan kekasihnya itu. Sudah cukup lama dirinya berusaha menyembuhkan luka dihatinya, ia tidak mau hal itu menjadi sia-sia.
"Oke, udah semuanya. Sekarang tinggal rebahan deh."
Nindya merebahkan badannya di sofa kecil miliknya. Ia menutup kedua matanya , mencoba untuk tertidur. Karena hari ini libur, maka ia akan menghabiskan waktunya untuk tidur.
Tetapi belum sampai ia mengarungi mimpi, getaran di ponselnya yang terletak di meja sebelahnya. "Hngg siapa sih."
Kedua matanya membelalak kaget melihat nama kontak yang menelponnya.
"Halo?"
"Halo, selamat siang. Dengan Nindya Larasati?"
"Ya, benar. Ada apa ya bu?"
"Begini, Bos besar ingin kamu membuat beberapa laporan tentang kerja sama perusahaan dengan beberapa kolega penting."
Nindya mengerutkan dahinya, tampak bingung. Ia adalah karyawan biasa dan tentu saja itu bukan tugasnya, apalagi sampai menyangkut kolega penting.
"Maaf sebelumnya, bu. Bukankah itu tugas anda sebagai Sekretaris?"
"Benar. Tetapi ini adalah perintah langsung dari Bos besar, saya hanya menyampaikan nya saja. Besok kamu datang saja ke ruangan Bos, beliau sendiri yang akan memberi tahu semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nindya's second life journey
ChickLitCerita klasik yang buat kalian tertarik! Nindya tidak sadar seseorang yang dicintai nya selama ini ialah Ayah dari laki-laki yang menorehkan luka di masa lalu. Disaat semuanya terasa ragu, Wisnu selalu meyakinkan Nindya bahwa akan ada hal baik di ke...