Jalanan masih tampak ramai ketika Nindya pulang dari kantor. Seperti biasa, ia memilih pulang lebih akhir. Tetapi nampaknya ia harus terjebak lebih lama lagi di kantor. Hujan dengan tiba-tiba mengguyur begitu deras.
Nindya menghembuskan napasnya, ia tidak membawa payung dan keadaan kantor sangat sepi. Ia sedikit menyesal tidak pulang bersama Ratna, padahal wanita itu sudah menawarinya pulang bersama entah berapa kali, dan selalu ia tolak.
Dengan terpaksa, Nindya kembali kedalam. Lebih baik ia duduk di lobi, sepertinya hujan akan reda lama.
Gadis itu terlalu fokus dengan ponsel nya hingga tidak menyadari seseorang telah duduk tak jauh darinya. Ia sedang berkirim pesan pada Ratna yang menanyakan dirinya sudah pulang atau belum.
Pria itu menoleh sekilas ke arah Nindya, berdehem pelan lalu berkata. "Belum pulang?"
Jari nya berhenti mengetik, kepalanya menoleh ke samping perlahan. "Belum, Pak." setelah itu ia kembali bermain dengan ponsel nya. Jujur saja, sekarang keadaan semakin dingin. Aura Bos nya membuatnya canggung.
Bulu kuduknya semakin merinding. Kalau tahu jika Bos nya ini belum pulang, lebih baik dirinya menerobos hujan untuk segera pulang.
Walaupun sekarang beberapa kali sudah biasa bertatap muka dengan Bos nya, rasa canggung itu masih ada. Jantung nya entah kenapa berdebar-debar, alhasil ia menyimpan kembali ponsel miliknya kedalam tas.
Nindya bergerak gelisah dalam duduknya, sesekali kedua tangannya mengusap kedua lututnya yang terasa dingin. Hari ini ia memakai rok sebatas lutut dan kemeja panjang yang sedikit tebal.
Lagi-lagi Nindya merutuki dirinya sendiri, seharusnya ia tadi memakai celana bahan yang panjang. Ia kembali menghembuskan napasnya pelan. Berharap hujan segera reda, dan ia secepatnya pulang.
Beberapa menit kemudian, Pria itu berdiri dari duduknya. Ia mengambil payung yang dibawanya lalu memberikan pada Nindya.
"Pakailah."
Nindya berdiri, menatap Pria yang lebih tinggi dari dirinya. "Tidak perlu, Pak. Terima kasih."
Pria itu terlihat tidak suka, ia mengangkat sebelah alisnya. "Pakailah, hari semakin malam dan kantor sudah tidak ada siapapun."
Matanya mengedar memperhatikan sekitar. Memang benar, keadaan kantor sangatlah sepi dan sunyi. Akhirnya Nindya menerima payung tersebut, "Terima kasih, Pak."
"Hm, hati-hati."
Nindya mengangguk, tubuhnya sedikit menunduk sopan melihat kepergian Bos nya. Setelah dua menit ia langsung bergegas pulang, mengingat di sini ia hanya sendirian.
Walaupun jarak dari kantor ke kontrakannya sedikit jauh, tetapi biasanya Nindya lebih memilih jalan kaki ketika pulang. Gadis itu sampai di kontrakannya dengan keadaan basah. Cepat-cepat dirinya membersihkan diri, ia sudah tidak bersabar bergelung dibawah selimut.
"Hah, nyamannya." desahnya lega, ia tidak langsung tertidur. Belakangan ini ia sangat jarang membuka media sosial miliknya, maka malam ini ia memuaskan dirinya dengan menggulir layar ponselnya hingga tertidur lelap.
_._
Nindya berjalan berdampingan dengan Ratna memasuki kantor. Mereka berdua terlalu larut dalam pembicaraan sampai tidak sadar didepan terlihat Bos mereka berdiri didepan lift. Nindya yang pertama menyadarinya segera menunduk sopan diikuti Ratna.
Kedua perempuan itu menghentikan pembicaraan di antara mereka. Merasa tidak enak hati akan keberadaan Bos mereka.
Sebelum pintu lift benar-benar tertutup, Nindya mendongakkan kepalanya. Mata hitam nya bertubrukan dengan mata cokelat milik Pria itu.
"Masih pagi udah nglamun aja." suara Ratna mengejutkan Nindya, ia menelan ludahnya sebelum menatap wanita disebelahnya. Lift hanya terisi mereka berdua saja, karena memang hari masih pagi sekali.
"Gak nglamun, Mbak." kilah Nindya.
Mata Ratna memicing, curiga dengan Nindya. "Gue tau tadi Pak Bos ngeliatin lo."
Nindya mengalihkan padangannya dengan gerakan patah-patah. Ia mengira Ratna tidak melihat kejadian tadi.
"Bukan, lebih tepatnya kalian saling tatap-tatapan." ucap Ratna lagi.
Walaupun tadi Ratna terlihat sibuk sendiri, tetapi ketika melihat arah pandangan Nindya, ia bisa menyimpulkan demikian.
"Gak sengaja itu, Mbak."
Ratna memilih diam, ia tidak bertanya lagi hingga sampai mereka berdua bekerja seperti biasa. Sebenarnya, Ratna hanya menahan dirinya untuk berlebihan pada Nindya, alhasil ia menahan keinginannya sampai jam makan siang nanti.
Wanita itu semakin tidak sabar saat Nindya pergi menemui Bos mereka. Berbagai kata-kata sudah terangkai didalam otaknya untuk ditanyakan nanti.
"Gue liat-liat belakangan ini, lo ketemu terus sama si Bos."
Baru juga Nindya duduk di kursi kantin, Ratna sudah memberikan pertanyaan yang ingin sekali Nindya hindari. "Kan buat kerjaan, Mbak. Lagian pertanyaan Mbak Na aneh banget."
Ratna memutar bola matanya kesal, ia tahu Nindya sedang menyangkal pertanyaan yang ia ajukan. "Iya, kalo itu emang bener. Tapi kayak ada sesuatu nya gitu."
Nindya sedikit jengah mendengarnya, "Sesuatu apaan sih, Mbak. Jangan pikir macem-macem, deh."
"Oke, kali ini gue serius. Jawab jujur pertanyaan gue, sebenernya lo tertarik gak sama dia?" Ratna sengaja tidak menyebut Bos nya itu.
"Ya enggak lah, Mbak."
"Bener?"
Nindya mengangguk tanpa ragu, ia menganggap Bos nya itu sebagai atasannya saja, tidak lebih. Lagipula dirinya masih berproses menyembuhkan diri. Ia tidak mau membuka hatinya terlebih dahulu pada siapapun.
Rasa sakit itu masih tertinggal dihatinya, yang memberikan dampak buruk bagi perasaannya. Terkadang ia masih diselimuti sulit percaya pada seseorang. Bahkan dengan Ratna sekalipun.
Nindya beberapa kali tampak tidak percaya dengan Ratna. Batinnya bergejolak setiap ia berinteraksi dengan wanita itu.
Tetapi, Nindya juga berusaha percaya dan mungkin terbuka seiring mereka berdua lebih dekat.
"Lagian, kata Mbak Na waktu itu, dia punya anak dua yang udah besar, kan."
Ratna mengangguk menyetujui, saat wanita itu hanya mengangguk dan tidak berbicara lagi, Nindya pun berkata, "Kita stop pembahasan pribadi tentang dia, oke, Mbak? Jujur aja aku sedikit gak nyaman, apalagi sampe bawa-bawa si Bos."
Perkataan Nindya memang ada benarnya, "Iya, maafin gue ya? Gue cuma mau konfirmasi aja, hehe."
Walaupun Ratna masih belum puas dengan jawaban Nindya, tetapi ia memilih mengurungkan niatnya untuk bertanya lagi. "Besok udah libur aja nih, cepet banget perasaan."
"Iya gak berasa banget. Btw besok aku mau main kerumah, Mbak. Udah kangen banget sama Lala."
Ratna mendengus, "Padahal anak gue kangennya udah dari jaman dulu, eh lo nya baru bisa besok."
Nindya tersenyum tidak enak, "Kalo hari libur kemarin-kemarin beneran sibuk, Mbak, aku. Baru besok free nya."
"Iya deh, tapi gak usah bawain apa-apa." ancam Ratna, mengingat jika gadis itu berkunjung ke rumahnya, Nindya selalu membawa makanan dan beberapa mainan baik untuk anaknya atau orang rumah.
Bibir Nindya menggerutu tanpa suara, ia memilih mengalah saja daripada nantinya mereka berdua berdebat tidak ada habisnya.
_._._._
Tbc.
Votenya ygy
KAMU SEDANG MEMBACA
Nindya's second life journey
ChickLitCerita klasik yang buat kalian tertarik! Nindya tidak sadar seseorang yang dicintai nya selama ini ialah Ayah dari laki-laki yang menorehkan luka di masa lalu. Disaat semuanya terasa ragu, Wisnu selalu meyakinkan Nindya bahwa akan ada hal baik di ke...