Nindya turun dari taxi online yang mengantarkan dirinya ke rumah Ratna. Seperti perkataan Ratna kemarin, hari ini dirinya tidak membawa apapun.
Di depan rumah sederhana itu, terlihat Ratna sedang bermain dengan anaknya di teras rumah.
"Kak Nindyaa!!" pekik Lala ketika Nindya sampai di teras rumahnya.
"Hei, lama gak ketemu, sekarang tambah besar yaa." Nindya membawa anak kecil itu ke dalam gendongannya.
"Iya dongg, kan aku setiap hari minum susu sama makan yang sehat, kak."
Nindya tertawa, lalu berkata. "Bagus dong kalo gitu. Jadi makin gemes deh." Wajahnya maju, mencium gemas seluruh wajah Lala membuat anak itu tertawa riang.
Mereka berdua seakan melupakan Ratna yang duduk sambil memandang keduanya dari bawah, karena Nindya masih berdiri di teras tak jauh dari tempat ibu dan anak itu bermain.
"Udah-udah, ajak Kak Nindya duduk, sayang."
Anak kecil itu turun dari gendongan Nindya, tangan kecilnya menggandeng Nindya. Menuntunnya untuk duduk bersama dengan ibunya di karpet.
"Gak papa nih, aku gak bawa apa-apa, Mbak?"
Ratna mengibaskan salah satu tangannya kedepan. "Santai aja kali, kan emang gue yang nyuruh."
"Yaudah deh. Tapi sebagai gantinya, gimana kalau kita girls time ke mall gitu, misalnya?"
"Boleh deh, udah lama juga gak keluar."
Setengah jam lamanya Nindya menunggu Ratna bersiap. Gadis itu beberapa kali melihat jam tangannya. Ia tidak akan menggerutu sebal jika Ratna tidak mengatakan akan cepat bersiap. Pasalnya wanita itu juga tak kunjung keluar.
"Ayo!" ajak Ratna dengan menggandeng anaknya.
"Lama banget sih, Mbak. Berendem dulu apa gimana?" ucap Nindya sebal.
Yang dimarahi hanya menyengir tidak bersalah, "Maaf ya, abisnya gue kalau dandan suka lama. Terus kan harus dandanin anak gue juga."
"Tau gitu tadi aku ikut, biar aku yang urus Lala."
Lala, bocah itu hanya menyimak kedua perempuan dewasa yang sedang berdebat itu. Kedua mata bulatnya mengerjap lucu.
"Bunda, Kak Nindya. Jadi pergi, gak?"
Kedua perempuan itu lantas menunduk, melihat Lala mencebikkan bibirnya. Sudah bosan mendengar perdebatan yang tidak ia mengerti.
"Yuk, berangkat!"
"Let's go!!" pekik riang Lala.
Ratna bagian mengemudikan mobilnya, sementara Nindya duduk disamping kemudi dengan Lala di pangkuannya. Perjalanan singkat itu diiringi tawa riang dan nyanyian Nindya juga Lala.
Mereka bertiga berjalan beriringan memasuki lift. "Bunda, nanti aku main capit boneka, ya."
"Iya, sayang. Hari ini Lala bisa main sepuasnya, tapi ingat waktu, ya."
Lala mengangguk lucu, "Oke, Bunda."
Setelah kartu sudah terisi, Ratna menghampiri anaknya yang sudah tidak sabar untuk bermain. Di sampingnya tampak Nindya melihat-lihat sekitar. Mereka bertiga bermain dengan senang, sesekali Nindya juga ikut bermain menemani Lala.
Berbagai permainan seru sudah dicoba oleh anak itu. Bahkan, Lala juga mengajari Nindya bermain permainan yang belum pernah ia mainkan sama sekali.
Sedangkan Ratna hanya memperhatikan mereka berdua saja. Ia tidak ikut bermain karena tahu umur.
"Capek?" tanya Ratna ketika Lala menghampirinya. Wajah lucu Lala terlihat berkeringat, lalu Ratna mengambil tissue dari dalam tasnya dan menyeka keringat anaknya.
"Capek, Bunda. Tapi, Lala seneng karena ada temen mainnya." ucap Lala sambil menoleh, menatap Nindya yang masih menggandeng tangan mungilnya.
"Kalau Lala seneng, Kak Nin mau lagi nemenin, Lala main."
"Hore!!" Lala berjingkrak senang mendengarnya.
Ratna tersenyum sekilas, kemudian bertanya. "Gimana kalau abis ini makan, kalian udah lapar kan?" pertanyaan itu diangguki semangat oleh dua perempuan itu.
Mereka memasuki restoran, lalu memesan pesanan masing-masing. Restoran pilihan Ratna ini memang sedikit mahal, Nindya diam-diam meringis dalam hati melihat harga yang tertera di buku menu tadi.
Namun, seakan tahu kegundahan hati Nindya, Ratna lantas berkata. "Kenapa muka lo asem gitu? Tenang aja, hari ini gue yang traktir."
"Beneran nih, Mbak? Jadi enak aku."
"Aelah. Gue kirain lo nya gak enak, taunya enak."
Wajah Nindya tampak berseri-seri, bibirnya berkedut menahan senyuman. Tak urung ia juga merasa tidak enak hati sudah membuat Ratna membayar makanannya, untung saja makanan dan minuman yang ia pesan termasuk yang paling murah.
"Makasih ya, Mbak, atas traktirannya."
"Santai, Nin. Gak usah terima kasih gitu, lagian tadi, lo kan udah nemenin Lala main."
"Ehm, kalau gitu kapan-kapan, deh, gantian aku yang traktir, Mbak Na."
"Iya, terserah lo aja."
Selanjutnya tidak ada percakapan lagi di antara mereka. Ratna sibuk dengan ponselnya, Lala sedang memakan es krim, sementara Nindya mengedarkan pandangan ke sekeliling restoran.
Suasana restoran tidak ramai, mungkin karena ini sudah lewat jam makan siang. Yang Nindya tahu, biasanya restoran seperti ini selalu ramai pengunjung apalagi saat hari libur seperti ini.
Nindya menajamkan penglihatannya saat melihat seseorang yang tak asing di matanya. Seseorang itu duduk berhadapan dengan seorang Pria berpakaian formal. Dalam hatinya, Nindya bertanya-tanya, hari libur seperti ini orang itu masih bekerja?
Wah, memang workaholic sekali orang itu.
Gadis itu memilih abai, lebih baik dirinya tidak memperhatikan orang itu. Kalau sampai orang itu melihatnya, ia tidak bisa untuk berbasa-basi di luar kantor seperti ini.
Makanan mereka datang setelahnya, tidak ada percakapan lagi. Mereka fokus pada makanan masing-masing.
"Abis ini gue rencananya mau beli pakaian buat, Lala. Lo mau ikut, atau pulang?"
Nindya berpikir sejenak, kemudian menganggukkan kepalanya. "Mau deh, ikut. lagian bosen juga kalau pulang jam segini."
Walaupun Nindya berakhir hanya duduk saja sambil melihat-lihat. Tetapi, setidaknya, dirinya tidak bosan dan jenuh hanya berdiam di kontrakan saja. Lagipula hari masih siang, sayang saja rasanya jika menyia-nyiakan waktu luang ini.
Tiba-tiba saja, ekspresinya mengeras. Pandangannya berubah tajam, melihat seseorang yang sangat dikenalinya sedang memilih baju anak.
"Cowok brengsek itu lagi!" desis Nindya.
Gadis itu tersenyum getir melihat orang yang paling dibencinya sedang tertawa tanpa beban dengan seorang perempuan yang sama di lihatnya, di supermarket dulu.
Rasanya, Nindya muak terus melihat lelaki itu lagi. Setelahnya dirinya menghampiri Ratna dan pamit pulang terlebih dahulu.
Tanpa disadari Nindya, Baskara juga sekilas melihat mantan kekasihnya sedang berbicara dengan seorang wanita yang tidak dikenalnya. Tetapi ia memilih mengabaikannya. "Sayang, bagus gak yang ini?" Tatapannya berpindah ke setelah baju yang di diberikan kepadanya.
"Bagus, kok." ucapnya pada pujaan hatinya yang selama ini menemaninya selama dua tahun belakangan ini.
Berbeda dengan Baskara, Pria dewasa yang berjalan ke arahnya nampak tidak mengalihkan padangan matanya pada gadis yang baru saja keluar dari toko.
"Papa ngeliatin siapa? Kenalan, Papa?" suara anaknya mengalihkan pandangannya, ia beralih menatap anak sulungnya.
"Bukan siapa-siapa." kilahnya.
Baskara sebenarnya sedikit curiga dengan sang Papa, tetapi ia memilih diam saja tidak mencampuri urusan Papa nya.
_._._._
Tbc.
votenya guys jangan lupaaa
terima kasih..
KAMU SEDANG MEMBACA
Nindya's second life journey
ChickLitCerita klasik yang buat kalian tertarik! Nindya tidak sadar seseorang yang dicintai nya selama ini ialah Ayah dari laki-laki yang menorehkan luka di masa lalu. Disaat semuanya terasa ragu, Wisnu selalu meyakinkan Nindya bahwa akan ada hal baik di ke...