Nindya keluar dari gedung tempatnya bekerja lima belas menit setelah jam pulang. Gadis itu sudah terbiasa pulang terakhir karena menghindari kerumunan yang membuatnya semakin pusing.
Jarak kantor dan kontrakannya terbilang dekat, setiap harinya berangkat ataupun pulang ia selalu jalan kaki. Kecuali jika Baskara menjemputnya.
Hari ini Baskara menjemputnya, Nindya bisa melihat mobil kekasihnya dari kejauhan. Gadis itu membuka pintu penumpang dan melihat kekasihnya sedang berbicara lewat telepon.
"Lama ya nunggunya? Maaf." ucap Nindya merasa bersalah.
"Gak papa, sayang." jawab Baskara setelah mematikan panggilan teleponnya.
Mobil melaju perlahan membelah jalanan kota yang masih padat. Nindya menyandarkan punggungnya pada jok mobil. Menghela napas berat lalu kelopak matanya menutup.
"Gimana hari ini? Capek banget ya." Sebelah tangan Baskara terangkat, mengusap lembut rambut Nindya.
Nindya mengangguk lucu, ia mengerucutkan bibirnya. Terkadang Nindya bisa menjadi seorang bocah manja pada Baskara. Seperti sekarang ini.
"Iyaaa. capek sama ngantuk banget banget."
Baskara terkekeh, "Nanti sampe apartemen kamu tidur aja."
"Eh ini mau ke apartemen kamu?" Nindya membuka matanya, ia menyadari arah jalan yang menuju arah apartemen kekasihnya, bukan arah kontrakan.
"Iya, sayang. Hari ini aku pengen berduaan sama kamu." Nindya mengangguk lalu merebahkan kepalanya pada lengan atas Baskara.
Empat puluh lima menit kemudian mereka sudah berada di dalam apartemen Baskara. Nindya membersihkan diri sementara Baskara bermain game di ponselnya.
Gadis itu keluar dengan memakai piama milik Baskara. "Aku udah pesenin makanan, jadi kamu gak perlu masak lagi."
"Oke, sayang." Nindya duduk di sebelah Baskara, memperhatikan kekasihnya bermain game hingga bel apartemen berbunyi dan Baskara menyudahi kegiatannya.
Baskara beranjak mengambil makanan yang sudah diantar kurir, lalu meletakkan kantung plastik tersebut di meja dapur. Sedangkan Nindya menata makanan tersebut kedalam piring.
Sushi, makanan kesukaan Baskara. Sebenarnya Nindya tidak terlalu suka dengan makanan khas jepang itu. Namun, seiring berjalannya waktu berpacaran dengan Baskara, gadis itu mulai menyukai nya.
"Kamu nginep disini ya, sayang?"
"Gak bisa, Bas. Besok kan aku kerja, kantor sama apartemen kamu kan jaraknya jauh."
Lelaki itu menghela napas kasar, sudah terlalu biasa mendengar penolakan dari kekasihnya. "Kan aku bisa anter. Ya sayang?"
"Kamar kamu kan cuma satu."
"Kita bisa tidur berdua lah, sayang."
Nindya menatap tajam Baskara, "Sayang, please jangan gini." demi apapun, Nindya tidak enak hati melihat tatapan penuh permohonan Baskara.
Kekasihnya itu memasang wajah memelas, membuat Nindya berpikir keras. Otaknya sudah tertanam pemikiran bahwa tidak akan berbuat lebih ketika berpacaran, apalagi sampai tidur satu atap dengan lawan jenis.
Tetapi hatinya tidak tega melihat Baskara memohon seperti ini. Dengan pasrah, Nindya menganggukkan kepalanya. Baskara tersenyum lebar setelahnya, akhirnya permohonan nya tidak sia-sia.
"Tapi aku gak mau kalau tidur satu ranjang."
"Sayangg..."
Nindya menggeleng tegas, lalu berkata. "Iya atau aku gak jadi nginep."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nindya's second life journey
ChickLitCerita klasik yang buat kalian tertarik! Nindya tidak sadar seseorang yang dicintai nya selama ini ialah Ayah dari laki-laki yang menorehkan luka di masa lalu. Disaat semuanya terasa ragu, Wisnu selalu meyakinkan Nindya bahwa akan ada hal baik di ke...