⚠️ Memory_09

15 8 1
                                    

Malam semakin larut, merasa tubuhnya sedikit mendingan Dinda memilih keluar rumah, menyendiri di tempat biasanya. Merasakan hembusan angin yang menerpa tubuh, bibirnya memucat dengan tangan yang mendingin. Tapi dia menikmati itu, rasanya sangat tentram ketika dia berada di sini.

Membuka mata perlahan saat merasa kehadiran seseorang di sekitarnya. Memutar tubuh nya dengan pandangan yang di edarkan ke seluruh taman tempatnya sekarang.

Hingga pandangannya tertuju pada pesawat kertas yang terbang ke arah nya, membuka lipatan kertas pesawat dengan bingung.

'maaf'

Dengan satu pesawat kertas lagi terbang dan mengenai kepalanya.

'maaf'

Dan satu pesawat kertas lagi dengan isi yang sama yang bertuliskan kata 'maaf'.

Mencari tempat asal dari pesawat kertas tadi, hingga mata nya tertuju pada warna kuning yang bergerak dari balik pohon besar tidak jauh dari posisinya berdiri.

"Gue marah sama Lo, dan jangan fikir dengan apa yang Lo lakuin tadi, gue bakal maafin Lo." Teriaknya dengan lantang dan kembali memutar tubuhnya menatap danau yang airnya begitu tenang.

Seseorang dengan kostum Winnie the Pooh, serta buku kecil yang dikalungkan di lehernya keluar dari balik pohon, berjalan mendekati Dinda, duduk bersampingan dengannya.

Dengan usilnya orang itu terus menyenggol Dinda dan itu membuat Dinda semakin kesal dengannya.

Dinda berdiri dari duduknya dengan mata yang memerah, tangannya mengepal kuat. Berjalan menjauh.

Tanpa perduli seberapa susahnya berjalan dengan menggunakan kostum, dia terus mengejar Dinda, lalu menghadang nya.

Menulis sesuatu pada note kecil miliknya.

"Maaf, maaf, maaf."

Dinda menahan air matanya, wajahnya terasa memanas. Tanpa pikir panjang Dinda memeluk orang di depannya dengan terisak pilu.

"Winnie.." lirih Dinda penuh luka

"Gue pikir, Lo lupa sama gue."

"Gue kangen, tapi gue juga marah sama Lo."

"Lo jahat, Lo sama seperti orang tua gue."

Ucapnya dengan nada penuh penekanan, tapi juga tersirat luka yang sangat mendalam di setiap kalimatnya.

Winnie kembali menuliskan sesuatu pada note nya

"Jangan seperti itu, ku mohon. Jangan menangis lagi, atau aku juga akan ikut menangis."

Winnie menuntun Dinda, menuju pinggir danau. Dan kembali menulis

"Lakukan lah, teriak lah sekuat mungkin."

Dinda memejamkan mata, tanpa bisa menghentikan air mata yang terus ke luar melalui sudut matanya.

Berteriak! Berteriak dengan kencang, mengeluarkan semua unek-unek pada benaknya. Winnie, yang masih setia di sampingnya ikut mengeluarkan air mata dari balik kostum.

Terlihat kasar? Cuek? Tidak perduli pada siapa pun? Bertindak sesuka hati? Ceroboh? Pemarah? Tukang rusuh? Dan masih banyak lagi yang lain. Itu hanya topeng untuk menutupi wajah yang sebenarnya, wajah yang lugu? Lemah? Dan sangat membutuhkan orang-orang yang bisa merangkulnya.

Seketika tubuh Dinda ambruk pada tanah dengan beralaskan rerumputan, Winnie dengan sigap memeluknya erat.

Seakan mengatakan 'aku ada di sini, tenanglah.'

"Gue gak punya apa-apa! gue itu pemarah, gue egois, gue keras kepala. Tapi..tapi kenapa Lo baik sama gue." Dinda dengan suara memendam

"Kamu orang yang paling baik dalam hidup-ku, dan jangan pernah menganggap dirimu buruk, aku tidak suka."

Bukan Tokoh UtamaWhere stories live. Discover now