|| 07 || Rumit

6K 922 66
                                    

✎﹏﹏﹏

Koa melamun di tempatnya. Ia saat ini sedang sendirian di taman belakang sekolah. Pikirannya melalang buana pada banyaknya kalimat bujukan yang para sahabatnya katakan.

"Ayo, tinggal di rumahku."

"Jika tidak mau, tinggallah di apartemen yang kami sediakan."

"Tolong, seenggaknya berhenti kerja."

"Mau sampai kapan lo nolak terus?"

"Lo cuma harus fokus sama belajar lo aja. Lo nggak mau kan, beasiswa yang selama ini lo perjuangin itu lepas?"

"Mama selalu mengharapkanmu untuk tinggal bersama kami."

"Apa lo nggak kepikiran, gimana perasaan mereka waktu lo nolak apa yang mau mereka kasih terus menerus?"

"TERIMA AJA, KOA SAYANG!"

"AISH!"

Koa mengacak rambutnya dengan brutal. Penampilannya saat ini sudah seperti anak hilang yang tersesat dalam waktu lama. Sangat berantakan, matanya memerah dan ekspresinya tampak begitu frustasi.

"Masalahnya, obsesi mereka itu yang bikin gue takut. Segampang itu bilang tinggal terima, kebebasan gue yang jadi taruhan," keluh Koa pusing seraya memijat pangkal hidungnya.

Koa ingin menangis saja rasanya. Sudah menolak, mereka tetap kekeh membujuknya dan berusaha meluluhkannya. Mau ia menolak dengan cara sehalus mungkin dan memberi pengertian, tetap tidak berarti apa-apa. Bagai masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Terbesit dalam pikirannya untuk kabur saja dari mereka, tapi Koa yakin kakinyalah yang jadi taruhan. Bisa-bisa dirantai, atau lebih parahnya dibuat lumpuh. Membayangkannya saja Koa merasa lemas luar biasa. Koa sangat mengenal para sahabat, serta orang tua mereka lebih dari siapa pun, meski mereka baru saling mengenal selama kurang lebih 1 tahun ini.

"Tanpa lo sadari, lo juga udah banyak banget bantu mereka. Wajar kalo mereka pengen balas perbuatan baik lo. Seenggaknya terima satu kali aja."

Ingatannya kembali memutar ucapan Yasmine beberapa saat lalu. Suara sahabatnya itu terngiang dan terus berputar di otaknya bagai kaset rusak.

"Lo juga sayang sama mereka, kan?"

Koa mengernyit kesal. Entah bagaimana hidupnya terasa semakin rumit kian harinya. Ia terus diteror oleh ajakan yang sama setiap harinya. Tinggal di sini, tinggal di sana, pindah ke sini, berhenti dari ini, biarkan begini dan begitu. Koa hanya ingin keputusannya dihargai. Mereka menawarkan, dan Koa menolak. Seharusnya cukup sampai situ, kan? Ia heran kenapa masalahnya terus diperpanjang, diputar, dan diulang-ulang.

Koa menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Tangannya bergerak mengusap tengkuk dan mendongak. "Padahal cuma gara-gara hal kecil. Kenapa juga mereka harus seberlebihan itu sama gue?"

"Yang kau bilang hal kecil itu, sudah seperti menyelamatkan nyawa orang lain, Koa."

Koa tersentak dan menoleh ke asal suara, dapat ia lihat sahabatnya, Silas, berjalan mendekat. Pemuda berkacamata itu mengulas senyum tipis dan mendudukkan diri di sampingnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GORGONIZE; Koa OsirisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang