|| 06 || Bimbang

5.8K 908 58
                                    

✎﹏﹏﹏

"Kemarin malam papanya Sage dateng ke rumah gue, beliau kasih tawaran buat tinggal di Mansion mereka. Lebih tepatnya, sedikit memaksa." Setelah sampai di bangku miliknya yang seperti biasa sudah dikelilingi oleh ketiga teman perempuannya, Koa langsung melempar tas dan mendudukkan diri dengan kasar. Tak sampai 10 detik membisu dan mengabaikan tatapan heran yang didapatkan, Koa mulai bercerita.

"Beliau kasih pilihan yang sulit, antara ikut ke Mansion, tinggal di apartemen, atau berhenti kerja terus hidup gue dibiayain. Gue nggak mau semuanya. Menurut kalian gimana? Gue bingung banget." Koa membenamkan wajahnya di antara lipatan tangan di atas meja, erangan tertahannya kemudian terdengar, tampak sangat frustasi.

"... Ini udah tawaran yang yang keberapa kali, Koa sayang? Terus, udah kesekian kalinya juga lo nanya pendapat kita," tanggap Irish cepat setelah tersadar dari keterkejutannya, "dan lo tau, kalo pendapat kita pasti tetap sama."

Erin mengangguk membenarkan seraya menambahkan, "kita pasti bakal lebih setuju kalo lo nerima tawaran itu."

"Dan tanggapan lo juga bakal tetep sama kayak dulu-dulu." Yasmin menghela napas, "pada akhirnya, lo bakal kukuh untuk menolak semua tawaran yang mereka kasih.."

Koa tersedak mendengarnya.

Sudah menjadi rahasia umum tentang kedekatan Koa dengan putra-putra keluarga terpandang itu. Para siswa di sana jelas tahu, bagaimana Koa diperlakukan bagai hal paling berharga milik mereka sendiri.

Koa, seorang siswa sederhana dengan segala perbuatan baiknya, berhasil menarik atensi orang-orang berpengaruh untuk memperhatikan dan mendekat padanya, tanpa ia sadari.

"Ya, orang gue emang nggak mau? Mereka udah banyak bantu gue selama setahun sejak kami saling mengenal. Hutang yang harus gue bayar udah banyak banget ke mereka. Wajar dong kalo gue menolak tawaran luar biasa itu di tengah semua ini?" Koa menggaruk ujung hidungnya dengan ekspresi kesal.

"Emangnya lo tau dari mana kalo mereka nganggep apa yang mereka kasih ke lo selama ini sebagai hutang yang harus lo bayar?" tanya Irish tajam, membuat Koa terdiam seketika.

"Ya— maksud gue, hutang budi gue ke mereka udah besar banget, Ri...," jawab Koa ragu.

Erin menghela napas. "Gue kalo jadi mereka dan denger lo ngomong gini, bakal tersinggung banget deh," katanya pelan, "secara mereka setulus itu ngasih dan bantu lo. Tanpa berharap balasan apapun dari lo. Semua orang di sini aja tau."

"Gini ya, Koa kita tersayang." Irish yang sejak tadi memperhatikan bersuara, menarik atensi Koa dan memasang ekspresi serius. "Lo jelas tau seberapa berharganya lo buat mereka, dengan dilihat dari perlakuan dan kerolayan mereka selama ini aja jelas. Apa lo nggak pernah kepikiran, gimana perasaan mereka waktu lo nolak apa yang mau mereka kasih terus-menerus?"

"Gue yakin mereka tulus, Koa. Tulus banget tanpa mengharapkan balasan apapun selain pengen lo nerima apa yang mereka kasih," timpal Yasmine seraya menepuk puncak kepala Koa dengan lembut. "Mereka kepalang sayang sama lo. Gue aja sayang banget gini, apalagi mereka yang hampir tiap hari bareng lo?"

"Sebenernya nih ya, gue rasa letak salahnya di elo," celetuk Erin, yang mana langsung mendapat geplakan sayang dari Yasmine di kepalanya. "Serius deh— lagian lo juga sih, baik amat sama mereka. Siapa yang nggak luluh? Siapa yang nggak bakal sayang? Nggak heran gue mereka begitu sekarang," lanjutnya seraya mengusap kepala.

Koa menggaruk ujung hidungnya dengan ekspresi bingung sebelum membalas, "Kok salah gue? Gue kan cuma melakukan apa yang seharusnya gue lakuin? Dan lagi, emangnya apa yang udah gue lakuin buat mereka sampe mereka kayak gitu? Perasaan sama aja kayak ke yang lainnya...."

GORGONIZE; Koa OsirisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang