"Ingat dek, jangan bicara dengan orang yang tidak dikenal! Apalagi dengan orang asing! Pokoknya jangan bicara dengan siapapun selain Becky!"
Perth memejamkan mata beberapa saat untuk membuang rasa muak yang selalu saja hadir ketika abangnya memberikan peringatan konyolnya. Bagaimana mungkin dia tidak bicara dengan seseorang, memangnya dia patung?
"Ya, baiklah. Adek harus berangkat sekarang." Respon dia malas menanggapi perkataan Forth. Soalnya perintah dia tidak masuk di akal.
Sebenarnya Forth masih ingin bicara panjang kali lebar tapi Perth sudah terlanjur menarik tangan Anan untuk segera pergi ke kampus.
Ini bukan pertama kalinya, tetapi hampir setiap hari dia memperingati Perth mengenai hal itu. Apalagi semenjak Perth kuliah, semakin parah posesif Forth.
Karena posesif itulah Perth memilih menempuh pendidikan jauh dari keluarganya. Karena dia takut jika dia tidak akan bebas, tetapi rupanya sama saja. Memang Forth tidak terlihat di matanya, tetapi setiap saat dia selalu mengirimkan pesan sebagai peringatan.
Baru saja Perth dan Anan keluar dari gerbang rumahnya, ponselnya sudah bergetar. Siapa lagi yang menelepon kalau bukan Forth. Dia abaikan karena dia sudah lelah berdebat dengan Forth.
"Sampai kapan Abang Forth di sini bang?" Tanya Perth membuat Anan terkekeh, sudah dia duga hanya satu atau tiga hari Perth senang bertemu dengan Forth. Kelewat posesif sih, sayang sih boleh tapi jangan seperti ini juga.
"Entahlah, karena dia ditugaskan oleh daddy untuk mengurus perusahaan di sini," Jelas Anan sambil mengendarai mobilnya. Tak terasa sudah satu bulan saja dia kuliah di negeri ini.
"Kenapa harus Abang Forth, kan Abang juga bisa..." Rutuk Perth semakin terkekang langkahnya semenjak ada Forth.
"Memang, tapi Abang dipercayakan oleh daddy mengurus hotel dan mall, jadi mengenai perusahaan tambang dan minyak, Abang Forth yang urus..."
Perth misuh-misuh, apalagi ketika dia ingat lagi pada saat dia dan Becky pergi merayakan ulang tahun Becky. Rencananya yang awalnya hanya ada dia dan Becky jadi berantakan karena ada Forth diantara mereka. Padahal dia dan Becky sudah susun list apa saja yang mereka lakukan hari itu, termasuk list mencari pacar. Tapi gagal total apalagi rencana mereka yang mau cari pacar. Ambyar semuanya.
Sementara itu di sini...
"Dad, pa, aku berangkat dulu." Tandas War berteriak dari luar untuk kembali berpamitan dengan kedua orang tuanya. Sebelum ini dia sudah berpamitan kepada mereka termasuk kepada Kaiden, tetapi karena tadi Pawat menelpon dia sehingga dia tak jua kunjung berangkat dan harus menjawab panggilan darinya. Sebab jika dia tidak menjawab telepon tersebut, maka Pawat akan datang ke sini. Sebenarnya Pawat itu baik, apalagi dia menyukai War maka kebaikannya pada War tripple ekstra. Namun kebaikannya itu juga membuat War keberatan dan takut hutang budi. Dia tidak bisa membalas perasaan Pawat, oleh karena itulah dia harus menjaga jarak dengan Pawat senatural mungkin supaya Pawat tidak merasa kalau War menjaga jarak dari dia.
"Ketiduran bos?" Tanya Dunk kepada War yang masuk kedalam kelas dengan nafas ngos-ngosan, dia habis berlari.
War menggeleng lalu mengambil tempat duduk di sebelah Dunk yang duduk di sebelah Ping.
"Menelepon lagi ya dengan Abang Pawat, dah... Jadian aja kalian..." Timpal Ping lalu terkekeh. Dua orang ini sudah lama tahu mengenai Pawat yang menyukai War.
"Apaan sih, pagi-pagi sudah resek!" Bantah War sangat mudah untuk membuat dia marah. Terlebih akhir-akhir ini. Siapa yang menyangka ternyata dia dan Anan satu kampus, cuman beda jurusan dan angkatan.
Dia sangat marah, terlebih Anan bertingkah kalau mereka belum lama ini saling kenal.
Tak!
Penggaris plastik yang War pegang patah. Patah karena dia lagi kesal membayangkan wajah tidak berdosa Anan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Let Me Go!
FanfictionFollow dulu sebelum baca YinWar Area & Ghostship Area ☠️ Harapan ini berhenti padamu Setelah kulewati cahaya pagi Terangnya cahaya siang Dan meronanya semburat senja Harapan ini berhenti padamu, malam. Mature Area ☠️ Mpreg Area ☠️ LGBT Area ☠️ ❄️❄️❄...