07 : Itu Tidak Mungkin

81 20 8
                                    

"Selamat siang tampannya paman..." Sapa Pawat pada Kaiden yang lagi asyik belajar. Usianya masih 4 tahun jalan 5 bulan, namun dia sudah diberi pendidikan.

Kaiden beranjak dari tempat duduknya, berjalan menghampiri Pawat. "Selamat siang paman!" Balas Kaiden kini memeluk pinggang Kaiden. Bocah kecil ini memang sudah dekat dengan Pawat.

"Ini untuk Kaiden." Seperti biasa, dia selalu membawa es krim untuk Kaiden. "Papamu mana nak?" Dia tidak melihat tanda-tanda kehadiran di sekitar Kaiden. Dia menggendong Kaiden dan berjalan menghampiri ranjang Kaiden. Dia dudukkan di kasur supaya Kaiden bisa makan es krim dengan santai.

Kaiden menggeleng, "Tadi papa dipanggil kakek dan belum balik sampai sekarang." Dia menjeda perkataannya. "Kaiden juga gak boleh keluar kamar sampai Kaiden bisa makan Paprika." Cerita Kaiden sendu dan yang mendengar jadi ikut sedih.

"Ya udah, nanti paman bicara dengan kakek supaya Kaiden diizinkan keluar kamar walaupun Kaiden belum bisa makan paprika."

Kaiden menggeleng, dia memandangi wajah Pawat dengan mata sedihnya. "Mending om bantu papa daripada bantu Kaiden." Lagi-lagi dia menjeda perkataannya. "Se-sepertinya papa dihukum kakek karena telah membuat paman, bibi dan anaknya masuk rumah sakit." Sebenarnya Kaiden tidak suka tinggal di rumah ini, terlalu banyak tekanan sana sini. Belum lagi ucapan keluarga kakeknya yang kasar. Dibelakang kakek, bibi dan ayahnya dia dipandang rendah dan diperlakukan layaknya binatang yang haram.

"Bisakah Kaiden ceritakan apa yang telah terjadi kemarin?"

Kaiden menggeleng, "Kaiden gak tahu apa yang terjadi, tapi begitu Kaiden sudah masuk ke kamar. Kaiden hanya mendengar suara ribut dan tembakan. Setelah itu Kake Jeff dan papa masuk kamar. Tangan dan pakaian papa berlumuran darah dengan sorot mata yang menyimpan amarah. Kaiden takut, tapi Kaiden tahan." Cerita dia sangat terbuka dengan Pawat.

Pawat kehabisan kata-kata, mau bagaimana lagi ini beginilah kehidupan mavia, keras.

"Baiklah, kalau begitu Kaiden lanjutkan belajarnya ya, paman mau menemui kakek. Oke."

Kaiden mengangguk ringan. Bocah sekecil itu harus segera dewasa. Jika tidak, itu hanya akan menyulitkan dia selama dia tinggal di sini.

⏩️⏩️

"Menikah lah denganku sehingga kamu tidak perlu lagi tinggal di rumah ini. Tidakkah kamu kasihan dengan Kaiden?" Dia menemui War yang kini di kurung di salah satu penjara yang ada di bawah tanah markas The Peonix.

War menggeleng. Tidak ada jaminan Kaiden akan diperlakukan dengan baik jika dia menikah dengan Pawat. Keluarganya juga tidak jauh berbeda dengan keluarganya. Perbedaannya keluarga Pawat itu keluarga kerajaan.

Mungkin jika dia menikah dengan Pawat, kehidupan Kaiden jauh lebih sulit, terlebih Kaiden lahir di luar nikah. Sungguh, itu akan menjadi neraka baru bagi Kaiden tumbuh besar diantara keluarga bangsawan dan kerajaan.

"Apa yang harus aku lakukan agar kamu percaya kalau cintaku ini padamu nyata bukan delusi maupun ilusi? Tidakkah 5 tahun cukup bagimu tuk melihat kesungguhan hatiku padamu?"

"Apa kamu yang membuat ayah dari anakku kecelakaan?" Dia bukan sembarang tuduh, mengingat Pawat datang tepat di saat dia terpuruk hebat.

Memang benar keluarganya dengan keluarga Pawat sudah lama punya hubungan. Hanya saja kenapa tiba-tiba Pawat mendekati dia tepat di hari Anan tidak datang menemuinya? Setelah itu dia dengan setia menemani War dan menghiburnya. Tak mungkin itu semua kebetulan? Kalaupun memang kebetulan, tidak mungkin Pawat memperlakukan dia dengan baik mengingat dia hamil di luar nikah. Laki-laki gila mana yang mau jatuh cinta pada orang yang sudah hamil? Bisa jadi cinta Pawat pada War itu jauh sebelum War menjalin kasih dengan Anan. Ada banyak kemungkinan untuk hal itu.

Never Let Me Go!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang