10. Bertemu Kembali

34 3 0
                                    


"Sudah menemukannya?" Farhan berbicara dengan seseorang di seberang telepon.

"Belum Tuan, tapi saya menemukan jejak kalau nona Aziza mengirimkan sejumlah uang kepada seseorang."

Farhan mengerutkan keningnya. "Uang? Seberapa besar jumlahnya?" tanya Farhan. Dia tau kalau Aziza mempunyai satu kartu ATM lagi selain dari keluarganya.

"Sekitar hampir dua juta, Tuan."

Farhan melipat kedua tangannya, dia memandang jalanan kota yang padat dari atas ruang kerjanya. "Kau cek kemana uang itu ditransaksikan oleh temannya," perintah Farhan. Tanpa menunggu jawaban, dia menutup telponnya.

"Bagaimana?"

Ada orang lain di ruang kerja Farhan, yang tak lain adalah Andra. Mereka tidak berhenti untuk mencari Aziza, mereka harus menemukan Aziza secepatnya, karena kalau tidak, Aziza bisa dalam bahaya.

"Belum, tapi kita menemukan sedikit pencerahan," ucap Farhan.

"Semoga kita mendapatkan hasil yang baik."
.
.
.

Aziza dan Dhea sedang berjalan di koridor sekolah. Hari ini adalah hari Senin, itu artinya murid-murid SMK Json akan melakukan upacara seperti biasanya.

"Zi, lo bisa nyelesain tugas web bergerak?" tanya Dhea sembari mengeluarkan laptop dan flashdisknya.

"Ya bisa lah."

"Punya anak kelas dua belas gagal mulu waktu di-run kenapa ya? Gue mana tau salahnya di mana. Masa kan CSS-nya gak bisa masuk ke halaman HTML-nya." Dhea menunjukkan letak kesalahannya pada Aziza. Lagian ini bukan keahliannya.

"Salah nama kali, cak lihat lagi. Samakan nama CSS-nya dengan yang diketik di line delapan." Aziza mengambil buku dari dalam tasnya sambil berjalan. Karena dia tidak melihat sekitar, dan fokus ke arah tasnya, dia menabrak seorang laki-laki.

Aziza hampir terjatuh, syukurnya laki-laki itu langsung menarik tangan Aziza agar tidak jatuh. Mata mereka berdua beradu pandang, dan mereka berdua sama-sama terkejut.

"Arsenal?"

"Aziza?"

Ternyata laki-laki itu adalah Arsenal, yang gak lain adalah mantan pacar Aziza. Sontak saja Aziza langsung melepaskan tangannya dari genggaman Arsenal.

"Kalian saling kenal?" Dhea menunjukkan ekspresi terkejut.

"Enggak, aku nggak kenal. Ayo Dhe, kita pergi." Aziza buru-buru ingin pergi sambil menarik tangan Dhea. Dia benar-benar tidak ingin bertemu dengan Arsenal lagi sampai kapanpun, tapi kali ini mereka berdua malah bertemu secara tidak sengaja.

Arsenal tidak membiarkan Aziza pergi begitu saja, dia langsung menarik tangan Aziza agar kembali dekat padanya. "Zi, aku kangen kamu." Mata Arsenal menatap sendu Aziza.

"Apaan sih!" Aziza berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Arsenal.

"Zi, apa kamu beneran benci banget sama aku?" tanya Arsenal sedikit lirik.

"Pake nanya lagi, ya jelas lah! Kenapa? Ditinggal Isha ya? Kasihan." Aziza berhasil melepaskan tangannya, lalu dia melipat kedua tangannya di depan dada dan tersenyum mengejek ke arah Arsenal.

"Ciee, ada yang ditinggal ayangnya." Aziza tertawa kecil. Dhea yang melihat itu hanya bisa melongo.

Bukan hanya Dhea, tapi murid-murid lain yang kebetulan ada di area itu. Mereka tidak percaya kalau Arsenal mau berbicara dengan perempuan lain dengan nada lembut, dan bahkan menggenggam tangan seorang perempuan.

Hei, dia adalah Arsenal, laki-laki yang dikenal anti perempuan. Walaupun begitu, penggemarnya ada di mana-mana sekarang, apalagi dia juga pernah beberapa kali jadi bintang iklan di televisi ataupun model di majalah remaja.

Sekarang seorang Arsenal terlihat jelas menggenggam tangan seorang gadis. Dia juga terlihat sangat merindukan gadis itu.

Mendengar ucapan Aziza yang tanpa beban seperti itu, membuat perasaan Arsenal teriris. Itu berarti Aziza memang sudah benar-benar melupakannya. Sementara Arsenal sendiri, tidak pernah sekalipun dia melupakan Aziza.

"Zi, aku beneran rindu banget sama kamu." Tatapan Arsenal sangat sendu. Murid-murid SMK Json untuk pertama kalinya melihat Arsenal yang seperti ini.

"Terus, aku harus apa?"

Dhea yang melihat drama itu, seketika menepuk jidatnya sendiri. Apakah Aziza itu tidak menyadari kalau Arsenal mencintai Aziza? Terlihat jelas dari tatapannya itu, kalau Arsenal sangat rindu pada Aziza, itu artinya dia mencintai Aziza sangat dalam.

Merasa tidak mendapatkan jawaban, Aziza beranjak pergi dari tempat itu. Dhea langsung mengikuti Aziza dari belakang, tapi Dhea menoleh sebentar kepada Arsenal. Terlihat Arsenal masih menatap kepergian Aziza dengan tatapan yang sangat dalam.

"Kasihan, gagal move on," batin Dhea merasa miris.

Sementara Arsenal, setelah Aziza sudah tidak bisa lagi dia pandang, dia mengusap wajahnya. "Aku cinta kamu, sungguh. Rasanya cinta ini semakin lama semakin besar." Arsenal membatin.

Di sisi lain, Famela melihat itu semua. Dia melihat bagaimana Arsenal menatap dan memperlakukan Aziza. Dia memang tidak pernah melihat Arsenal yang seperti itu, dan itu membuat hatinya kembali memanas.

"Kenapa? Cemburu lagi?" Ricky tiba-tiba berada di samping Famela. "Famela Famela, ngapain lo cemburuin cowo yang sebenarnya gak akan pernah jadi milik lo," lanjut Ricky dengan nada santai.

"Tapi gue udah terlanjur cinta sama Arsenal, gimana dong." Famela berdecak kesal.

"Daripada sama Arsenal, mending lo lihat sekitar lo, ada orang lain yang mungkin mencintai lo dengan tulus." Ricky secara tidak langsung mengungkapkan perasaannya. Dia tidak mungkin mengungkapkannya secara langsung, karena Ricky belum siap. Ya, sebut saja dia seorang pengecut.

"Gue gak tau siapa yang cinta sama gue, tapi yang pasti gue cinta sama Arsenal."

Mendengar itu perasaan Ricky menjadi sakit. Famela memang tidak peka, padahal dirinya sudah terlihat jelas kalau dia sangat menyayangi dan mencintai Famela, dengan semua perlakuannya pada gadis itu.

"Fa, cinta dan perasaan kagum itu berbeda." Tatapan Ricky sedikit sendu.

"Maksud lo?" tanya Famela.

"Gue sahabat lo kan?" tanya Ricky dan diangguki oleh Famela. "Sahabat lo ini bakal ngelakuin apapun biar lo senang. Jadi, gimana biar mod lo balik lagi, hm?"

Beberapa saat Famela sedikit terpesona dengan Ricky. Dia baru menyadari kalau sahabatnya itu sangat tampan. Hei, selama ini dirinya kemana saja?

"Apapun?"

"Ya, apapun."

Famela tampak berpikir, dia ingin memberikan sedikit pelajaran untuk Aziza. "Sebelum upacara dimulai, gue mau anak baru itu terkunci di dalam toilet atas." Famela memberikan senyuman liciknya.

"Itu saja?" Ricky menaikkan sebelah alisnya, Famela mengangguk.

"Ya, itu saja. Lagian, emangnya lo bisa?" Famela meragukan Ricky.

"Emangnya selama ini Ricky pernah gagal menuruti permintaan Famela? Apapun yang akan membuat lo senang, gue lakuin. Karena lo segalanya buat gue." Ricky melanjutkan kalimat terakhirnya di dalam hati.

Lalu Ricky menggenggam tangan Famela. "Udah yuk, ke kelas." Dia menarik tangan Famela.

Famela merasa Ricky kali ini agak berbeda seperti biasanya. Kenapa dia menjadi kharismatik begini? Kemana Ricky yang menyebalkan seperti biasanya?

Hal itu membuat Famela terkesan dengan Ricky yang hari ini. Tapi Famela belum juga menyadari kalau Ricky melakukan itu semua, karena Ricky mencintainya.

Bersambung....

Programmer Buta ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang