31. Kemarahan Ghifari

40 4 0
                                    


"Pagi Ayah, pagi Bunda, pagi Kak Aull, pagi Bang Andra, pagi Bang Farhan." Ishara datang ke meja makan dengan raut wajah cerita seperti biasanya, diiringi sapaan selamat pagi yang manis.

Tapi Ishara rasa hari ini tampak berbeda seperti biasanya. Biasanya keluarga Ghifari langsung membalas sapaannya dengan lembut penuh sayang. Tapi mereka semua malah terdiam seperti Ishara tidak terlihat.

Ishara mengerutkan keningnya melihat ekspresi keluarga Ghifari yang terlihat datar dan seperti tidak ingin memandangnya. Tapi Ishara tidak ingin mengambil pusing, mungkin saja mereka sedang banyak pikiran sehingga bersikap begitu, pikirnya.

Ishara duduk di meja makan seperti biasanya. Dia duduk di tempat Aziza biasanya dulu duduk, yaitu di samping Sutan. Tapi kali ini Sutan menghalangi Ishara untuk duduk di sana.

"Kau pindah ke tempat lain saja. Ini tempat duduk putri saya," ucap Sutan sambil menatap Ishara dengan sangat datar.

Ishara tidak berani mengatakan apapun, akhirnya dia duduk di kursi paling ujung tempatnya dulu biasanya duduk. Lebih tepatnya di samping Andra.

Ishara menangkap Andra menatapnya dengan sinis seperti dirinya adalah musuh. Ishara semakin merasa tidak ada yang beres, dan itu membuatnya takut.

Selesai acara sarapan pagi itu, Sutan berdehem cukup keras sambil memandang Ishara dengan raut datar. Sutan sudah menahan hal itu sedari semalam.

"Kau." Tunjuk Sutan pada Ishara. "Berani-beraninya kau membohongi kami semua!" Nada bicara Sutan naik satu oktaf.

"Maksud Ay-"

"JANGAN PANGGIL SAYA AYAH! SAYA TIDAK SUDI PUNYA ANAK SEPERTIMU!"

Belum sempat Ishara melanjutkan perkataannya, Sutan sudah lebih dulu membentaknya. Rasanya bagaikan di sambar petir di pagi hari, begitulah perasaan Ishara sekarang.

"Kenapa?" Ishara sudah mulai mengeluarkan air matanya. Dari semenjak pertama dia tinggal di mansion Ghifari, dia tidak pernah dibentak seperti itu. Tapi sekarang Sutan jelas-jelas membentaknya.

"Menjijikkan, kau memfitnah Adik saya untuk menutupi kesalahan yang kau buat sendiri? Benar-benar menjijikkan." Aullfa berbicara sarkas sambil menatap datar Ishara.

"Gara-gara kau, saya sampai dengan bodohnya mengusir anak saya sendiri. Gara-gara kau saya memarahi dia habis-habisan, kau-" Sutan menghentikan kata-katanya, dadanya terasa sangat sesak mengingat semua perlakuan bodohnya.

"Saya harusnya tau kalau dia anak yang baik dan tidak akan berbohong, tapi gara-gara kau semuanya jadi berantakan!" Sutan berteriak marah kepada Ishara.

Seluruh tubuh Ishara sudah melemas, kakinya terasa seperti jeli. Tidak pernah terlintas di otaknya kalau kelakuan liciknya akan ketahuan.

"Saya benar-benar kecewa sama kamu." Terlihat jelas tatapan kecewa di wajah Hania. Dia merasa benci dengan Ishara, dan tidak ingin menganggap anak lagi.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Sutan dan Hania berlalu dari hadapan Ishara. Yang tersisa hanyalah para saudara Aziza yang masih menyimpan sedikit kesabaran.

"Kemasi barang-barangmu, bawa semua hal yang pernah kami berikan padamu. Pergi sejauh mungkin dan jangan sampai kami melihatmu lagi di sekitar kami. Kalau sampai kami melihatmu lagi." Farhan menjeda kalimatnya panjangnya itu. Jarang-jarang dia mau berbicara panjang seperti itu. "Saya tidak akan segan-segan untuk mengurungmu selamanya di penjara bawah tanah," sambung Farhan dan mengakhiri kalimatnya.

"Kau dengar dia kan?" tanya Aullfa datar.

Ishara mengangguk lemas. Habislah sudah, dia tidak akan pernah merasakan kemewahan lagi dari keluarga Ghifari. Dia sudah tidak dianggap lagi dan mereka memutuskan hubungan kekeluargaan darinya.

"Sekarang pergi, kami beri waktu kau berkemas sepuluh menit." Aullfa melihat jam yang melingkar di tangannya.

Tanpa berlama-lama, Ishara langsung kembali ke kamarnya dengan tergesa-gesa. Perasaannya sungguh takut sekarang, ancaman keluarga Ghifari tidak bisa dianggap remeh. Mereka bisa menjadi penyelamat sekaligus malaikat maut.

Dalam hati Ishara terus mengumpati Aziza. Tapi kalau untuk membalas Aziza, dia bisa apa? Ishara hanya bisa berdoa keburukan untuk Aziza.

Aziza benar-benar anak yang beruntung. Dia lahir dari keluarga kaya raya dan begitu disayangi keluarganya. Keluarga Ghifari tak akan membiarkan orang luar untuk menyakiti Aziza sedikitpun.

"Sepertinya Ayah sudah menemukan Adik kita," ucap Andra.

"Ziza sedang berada di Medan, sekarang." Ucapan Aullfa membuat Andra dan Farhan seketika menoleh ke arahnya dengan tatapan terkejut.

"Kok Kakak tau?" tanya Andra.

"Apa yang nggak aku ketahui?" Aullfa menaikkan sebelah alisnya.

"Jadi bagaimana? Kenapa Ayah tidak segera membawa Ziza pulang?" tanya Farhan.

Aullfa menatap Farhan sekilas. "Sepertinya Ayah sedang menyelesaikan masalah. Setelah masalah itu selesai, barulah dia membawa Ziza kembali ke mari," jelas Aullfa.

"Aku sudah sangat merindukannya, kenapa Ayah tidak segera membawa Ziza kembali?" ucap Farhan dengan perasaan sedih.

"Mau menemuinya gak? Ayo kita lihat aja dia dari kejauhan," ajak Aullfa. "Kita pergi sekarang, karena dia pulang hari ini," ucap Aullfa lagi.

"Nah, boleh juga tuh. Ayok kita pergi sekarang." Saking bersemangatnya, Andra langsung berdiri dari duduknya dan pergi ke luar mansion.

Farhan dan Aullfa hanya menggeleng-gelengkan kepala. Lalu mereka berdua segera menyusul Andra.

"Ayo Kak, keburu Ziza pergi."

"Iya."

Mereka memilih untuk berangkat ke hotel tempat Aziza menginap dengan satu mobil. Mobil itu langsung melaju dengan kecepatan sedang menuju lokasi.

Tak lama kemudian sampailah Aullfa, Farhan dan Andra ke lokasi hotel tempat Aziza menginap. Mereka berhenti agak jauh dari pintu loby hotel menunggu Aziza untuk kekuar.

"Mana ya dia? Masi lama kah, keluarnya?" tanya Andra.

"Sabar, bentar lagi juga keluar," ucap Aullfa.

Benar saja, tak lama setelah itu Aziza bersama rombongannya keluar dari loby hotel dengan membawa koper di tangan masing-masing. Aziza terlihat imut dan menggemaskan karena pakaiannya yang berwarna kuning, dia juga memakai bando. Apalagi Aziza terlihat sangat kecil dibanding teman-temannya yang lain.

"Tungguin, ih." Aziza terlihat berlari-lari kecil, membuat Andra mengigit bibir bawahnya karena merasa gemas dengan adik sendiri.

"Lama lu, Cil." Satya berhenti sejenak menunggu Aziza.

"Bocil-bocil, mentang-mentang badanku kecil gitu?" Aziza menjitak kepala Satya dengan santainya.

"Sakit woi!"

"Bodo amat, wlee." Aziza memilih berjalan di samping Ziana, dan di sebelah Ziana ada Zayan.

Aullfa, Farhan dan Andra tertawa kecil melihat kelakuan adik mereka yang terlihat menggemaskan. Ingin rasanya mereka membawa pulang Aziza saat itu juga.

"Aku sangat merindukannya," ucap Andra lirih. "Aku pengen peluk Ziza," lanjut Andra.

"Kita harus sabar menunggu sebentar lagi," ucap Aullfa pelan.

"Sejujurnya aku gak bisa nunggu. Tapi aku takut Ayah marah," ujar Farhan juga dengan lirih.

"Kita sama, aku juga begitu."

Mereka bertiga hanya bisa memandangi Aziza sampai menghilang dari pandangan mereka. Ya, setidaknya hal itu dapat mengobati rindu mereka walau sedikit.

Bersambung....

Programmer Buta ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang