⌕02 ♪Wisuda Mas Wisnu

47 10 12
                                    

Berada di kelas 11 SMK jurusan multimedia sebenarnya membuat Reza sedikit kesulitan. Minat yang ditawarkan jurusan itu cukup banyak. Ada pemrograman, jaringan, audio visual, animasi, sampai perfilman dan desain. Reza cukup banyak menyukai dan bisa melakukan apa saja dari yang diajarkan oleh gurunya, tetapi meskipun begitu minatnya hanya pada audio, hanya pada musik, selamanya.

Hanya saja, tidak ada guru yang benar-benar bisa mengajarkan minat fokus pada audio, sehingga yang bisa ia lakukan hanyalah bergabung ke ekskul musik dan berharap sesuatu seperti jembatan menuju label rekaman terlihat jelas untuknya. Membuat band, dikontrak label rekaman, ia bisa bekerja sebagai musisi. Namun, jika ia gagal sebagai musisi, ia masih bisa menjadi audio editor sebagai bentuk sukanya pada musik.

Reza kembali menguap di dalam kelas ketika ia baru saja sampai dan duduk di kursinya. Dengan mata yang sayu, ia terus memperhatikan layar ponsel pintarnya itu, berharap ada kabar bahagia dari tempat pengajuan magangnya, hanya saja kabar bahagia yang sampai kepadanya adalah kabar yang berbeda. Teman sekosnya, atau bahkan yang lebih tua darinya, Wisnu akan wisuda hari ini, siang nanti. Ia hampir lupa meskipun Audi, penghuni kos kamar nomor 5, sudah mengingatkannya kemarin sore.

Jam 11.30, jam itu jauh lebih cepat 15 menit sebelum bel istirahat makan siang berbunyi. Ia juga harus menjemput Audi yang berada di sekolah yang berbeda darinya. Ia harus pergi lebih cepat, setidaknya pada pukul 11 siang tepat.

"Bolos aja apa, ya?" gumam Reza yang ternyata didengar oleh temanya itu, Andi.

"Woi! Main bolos aja lo. Tumben banget, dah. Emang kenapa, sih?" seru Andi, membuat temannya itu mengelus dada karena terkejut.

Reza menatapnya dengan tajam sebentar, kemudian ia merubah cara pandangnya menjadi lebih ramah. Ia memang kesal, tetapi ia tidak bisa terus membiarkan rasa kesalnya itu mendarah daging sampai-sampai ia bisa merasa tidak enak dan bersalah kepada teman sekelasnya itu.

Reza memasukkan tangannya ke dalam saku celana, lantas menggeleng. Ia mengepalkan tangannya yang bergetar di dalam saku, berusaha terlihat tenang sebaik mungkin. "Itu, lo kalau bolos kabur lewat mana?"

Jika bicara teman, Andi bukanlah teman dekatnya yang bahkan tahu seluk beluk tentang dirinya atau mungkin hobinya, tetapi keduanya hanya bersikap biasa sebagai teman sekelas dan Reza tahu jika pemuda itu sering bolos kelas.

30 menit sebelum bel istirahat jam makan siang berbunyi, Reza keluar dari kelasnya, meminta izin untuk pergi ke kamar mandi. Lalu, setelah pergi ke kamar mandi, ia buru-buru pergi menuju ke gedung jurusan perhotelan. Tepat seperri yang dikatakan Andi, gerbang di jurusan perhotelan terbuka lebar tanpa ada penjagaan di sana. Andi menyebutnya gerbang kebebasan, padahal bagi Reza tidak ada kebebasan karena ia takut jika ketahuan bolos.

Reza menatap sekitarnya, lantas menuju sebuah rumah dengan halaman luas yang dipenuhi dengan motor-motor para siswa. Tempat itu bukan parkiran resmi dari sekolah, tetapi banyak siswa SMK Global Muda yang memarkirkan motornya di sana karena pemilik rumah yang ramah dan sering bercanda dengan mereka. Ditambah, motor akan mendapatkan perlindungan khusus dari panas matahari dan hujan lebat, sehingga banyak siswa yang memarkirkan motornya di sana.

"Loh, Reza. Mau ke mana?" satu pria paruh baya kelusr dari rumahnya ketika ia menyadari adanya sosok remaja yang masuk ke perkarangan rumahnya.

Reza tersentak kaget, lantas menatap pria itu. "Eh, Om! Itu, mau beli alat praktik, ada yang lupa kebeli."

Pria itu lantas membantu Reza untuk mengeluarkan motornya hingga ke depan gerbang. "Lain kali dicek lagi alat praktikumnya, biar ga bolak balik gini."

Pemuda itu hanya cengengesan menanggapi kalimat tersebut. "Makasih, Om. Nanti balik lagi jadi bayar parkirnya nanti ya, Om."

Foley KosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang