Jangan lupa vote
Sebelum baca
💕.
Mana mungkin Amala membiarkan kedua putri Mahmud berurusan dengan piring dan gelas kotor, namun demikian tak sepenuhnya dia mengambil alih tugas tersebut. Amala membantu mereka, mengeringkan piring dan gelas yang sudah dicuci lalu menyimpan ke lemari. Radhifa kagum pada Amala yang tahu letak perabotan di dapur, sedangkan dia dan adiknya tidak tahu apa-apa."Mba terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga?"
Amala mengangguk.
"Tapi Mba tidak tinggal dengan pak Karsa," kata Radhifa menyebut nama ayah Amala, wajar kalau mereka tinggal bersama karena Amala yang punya kewajiban melakukan pekerjaan rumah tangga. "Lagi pula pekerjaan Mba di kantor cukup sibuk, mba melakukannya di apart?"
Sepuluh tahun lebih bekerja di perusahaan pak Mahmud, Amala juga sering diminta datang ke kediaman itu otomatis semua penghuni di sini mengenal dirinya. Tapi karena saat itu Amala tangan kanan ayahnya, baik Radhifa maupun Ruheli cukup segan pada wanita tersebut.
"Dulu, sebelum ibu meninggal aku yang sering melakukan pekerjaan itu."
Ouh, Radhifa mengangguk. Kini giliran Ruheli yang bertanya, "Aku dengar Mba cerdas, ayah selalu memuji. Ada yang tidak bisa Mba lakukan?"
Maksud Ruheli adalah, Amala dikenal cerdas dan cakap di bidang pekerjaannya di kantor terbukti dia bisa menjadi tangan kanan Mahmud Syah, lalu urusan dapur Amala juga cekatan bisa dikatakan dia sosok wanita sempurna.
"Sama seperti kalian aku juga masih belajar."
Radhifa suka dengan kerendahan hati Amala, dilihat dari segi manapun Amala emang sosok sederhana dan tidak menyombongkan diri atas prestasi dan kualitas dirinya yang diakui oleh ayah mereka juga perusahaan. Sedikitnya Radhifa pernah mendengar dari suaminya tentang Amala yang disegani oleh seluruh karyawan, bukan tanpa alasan melainkan sebuah bukti dari kualitasnya.
"Belajar apanya, aku pernah melihat Mba memasak di sini. Mudah seperti sudah berpengalaman, memangnya dulu almarhumah mengajari Mba urusan dapur?"
Tepatnya tidak mengajari tapi Amala yang sering memperhatikan pekerjaan almarhumah dan berinisiatif mencoba hal yang sudah dilihat. Tapi Amala memilih mengangguk.
"Berarti sama dong kaya ibu, kita saja yang nggak mau." Radhifa menarik napas pelan. Jelas pikirannya berbeda dengan Amala, mereka terlahir dari keluarga yang berbeda. Saat Amala harus melakukan banyak hal sendiri dia dan adiknya tinggal memerintah pembantu untuk keinginan mereka.
"Eum," balas Ruheli. Ia tak mengemukakan pendapatnya lagi, bahwa dengan uang dia bisa melakukan apapun yang diinginkan. Termasuk membayar orang lain menjadi pelayannya, sepertinya akan memalukan bila kalimat itu sempat terucapkan.
Tanpa disadari pekerjaan rumah yang pertama kali dilakukan Radhifa dan adiknya dibantu oleh kakak ipar cepat terselesaikan, adik-kakak itu tampak puas.
"Ini Non." secarik kertas diberikan bibi pada Radhifa.
Ruheli ikut melongok melihat tulisan bibi lalu memujinya, "Gimana bisa tulisan bibi lebih bagus dariku."
Tapi bibi tidak merasa seperti itu beliau tersenyum malu-malu.
"Pagi juga?" Radhifa mulai komplain. "Kan bibi tahu setiap pagi aku sibuk dengan Ray."

KAMU SEDANG MEMBACA
PEMERAN PENGGANTI
RomanceDia bukan wanita yang dipuja oleh lelaki itu tapi diberikan status mulia di tengah keluarga Mahmud Syah, namun se-mulia apapun mereka memperlakukannya Amala tidak akan lupa jika dirinya hanya pemeran pengganti.