Mahmud mengira bahasan tentang asbab pernikahan putranya dengan Amala telah tuntas, ia sudah meminta Rumi mengerti pada keadaan memalukan di hari itu dan menyuruh Rumi bersyukur karena Amala lah martabat keluarga mereka terselamatkan. Tapi Rumi masih dibutakan pada cintanya, ia memaklumi ketidakhadiran Manda yakin jika telah terjadi sesuatu pada gadis itu.
"Ayah anggap ini peringatan terakhir untukmu." bukan tidak memaklumi bahwa sang putra tengah patah hati, tapi Mahmud ingin Rumi bangkit dan melupakan kekecewaannya. Pengganti yang diajukan Mahmud bukan wanita sembarangan, kualitas dan kuantitas Amala tak bisa dipandang sebelah mata.
Iya, dulu ayah tiga anak tersebut menghormati pilihan Rumi dan mengizinkan anaknya itu berhubungan dengan Manda bertahun-tahun demi keyakinan pada hubungan mereka sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Namun kenyataannya?
"Ayah sudah memberimu kesempatan, hal yang tidak pernah didapatkan oleh kedua adikmu." kenapa Mahmud tak membebaskan kedua putrinya memiliki hubungan sebelum akad? Karena ia tak yakin jika mereka bisa bangkit setelah kecewa, sebab itu suami kedua putrinya dipilih oleh Mahmud.
Andai dia memberikan kesempatan yang sama pada Radhifa dan Ruheli seperti yang diberikannya pada Rumi, mungkin dia akan menambah beban hidup di masa tua. Lihat saja apa yang terjadi pada Rumi sekarang, alih-alih membuang ingatan tentang calon istri yang tidak hadir di hari pernikahan ia bahkan tak bisa menghargai wanita yang mau menggantikan posisi Manda, wanita yang mempertaruhkan masa depannya demi sebuah pernikahan.
"Aku belum mencarinya."
Mahmud yang sedang murka menahan diri agar tak menampar Rumi. "Di mana harga dirimu sebagai lelaki, tak akan ada bahagia setelah pengkhianatan."
"Dia tidak berkhianat Ayah," kata Rumi berharap ayahnya memahami keadaan sekarang.
"Dia mempermalukan Ayah dan keluarga besar kita, bahkan sampai detik ini orang tuanya tidak pernah datang untuk meminta maaf. Kamu masih berharap mereka datang membawa penjelasan?"
Rumi meremat kedua tangan dengan erat. Pikirannya dipenuhi rasa penasaran tentang keberadaan sang kekasih hati juga rindu yang tak akan ada seorangpun mampu menjadi pelerai.
"Akhiri sekarang, terima Amala sebagai istrimu."
Hal lain sudah dikatakan Mahmud saat perjalanan ke rumah sakit.
"Menentangku artinya kamu menerima konsekuensi."
Rahang Rumi mengerat. Dia anak laki-laki semata wayang juga pewaris utama bahkan sekalipun telah mempunyai usaha sendiri selama ayahnya masih hidup dia tak akan berdiri tegak jika menentangnya.
Sebuah surat pernyataan yang diberikan ayahnya saat perjalanan ke rumah sakit belum ditandatangani, Rumi menganggap ini jebakan untuknya.
Pada siapa Rumi menyuarakan isi hatinya saat semua orang tidak mau mendengar?
Baginya Amala bukan wanita yang pantas dijadikan istrinya, mereka berbeda bak bumi dan langit. Akan memalukan berdampingan dengan wanita itu, dan satu hal lagi jika dia mengikuti perintah ayah maka konsekuensinya Amala tersakiti.
Kenapa ayah tidak memberikan kesempatan padanya untuk mencari keberadaan Manda, dia akan menemukan wanita itu dan membawanya pulang lalu bersama-sama mendengar apa yang terjadi pada calon istrinya.
Logika Rumi tak terpakai, ia sama sekali tidak mempermasalahkan kedua orang tua Manda yang tidak datang meminta maaf atau menjelaskan keadaan yang sudah terjadi. Menurutnya, mungkin saja kedua orang tua itu sama shock seperti dirinya.
******
Sarapan pagi itu hanya Amala yang terlihat biasa, sedangkan yang lain bermuka masam dan dingin. Sepertinya mereka memiliki masalah masing-masing. Hanya suami Radhifa dan Ruheli yang tidak ada, mereka sudah berangkat lebih dulu.
Mahra mendapati putranya beberapa kali menguap, ia tidak akan meminta maaf karena semalam tidur di kamar anak dan menantunya.
Tidak ada yang membuka percakapan hingga sarapan selesai, namun sebuah tanya dari Mahmud memancing suara Radhifa dan Ruheli.
"Kalian sudah melihat jadwal pekerjaan rumah?"
Radhifa yang pertama kali menjawab. "Aku tidak percaya harus mencium bau sampah."
"Jika dihitung lebih banyak sampahmu di sini, tiga anakmu masih memakai popok, belum lagi kotak sepatu yang datang dua kali seminggu."
"Ayah...."
Rengekan Radhifa ditelan angin pagi.
"Tidak bisakah Ayah berhenti memelihara kucing? Aku tidak tahan bau kotorannya."
"Ayah suka, suamimu juga suka kan. Mochi masih bayi, pastikan kandangnya selalu bersih."
Ruheli hanya merenggut pasrah.
Kini ayah menatap putranya. "Hari ini ada inspeksi ke gedung acara, temani istrimu."
Surat pernyataan sudah ditandatangani dan dikembalikan pada ayahnya, beberapa waktu ke depan tak ada yang bisa dilakukan oleh Rumi kecuali mengikuti perintah Mahmud.
"Baik."
Tak ada yang berbeda dari reaksi Amala atas persetujuan Rumi menemaninya, ini perintah Mahmud dan statusnya masih tangan kanan pria yang menjadikan dirinya pengganti.
"Kalian akan pergi berdua, tidak ada sopir."
Rumi keberatan tapi tetap diam.
Ketika Mahmud meninggalkan ruang makan barulah kedua anak perempuannya mengadu pada ibunya atas titah sang ayah yang cukup berat lahir dan batin.
Karena akan segera berangkat Amala bersiap membereskan meja makan tapi ibu mertua melarang.
"Berikan kesempatan pada adik-adikmu untuk belajar," kata Mahra dengan suara yang selalu enak didengar. "Bersiaplah, Rumi pasti sudah menunggu."
Sebelum naik ke kamarnya Amala menatap Radhifa dan Ruheli, ia merasa kasihan tapi dikejar waktu.
******
Amala mendapatkan perintah menyetir dari Rumi dan tidak mempermasalahkannya, persis sopir karena Rumi duduk di belakang. Sepanjang perjalanan Amala mendapatkan telepon dari panitia, membuat Rumi jengkel.
Bagaimana bisa wanita itu sibuk dengan telepon saat sedang mengemudi. Rumi tidak tahu kalau Amala yang bertanggungjawab atas acara besok, pria itu juga tidak tahu kesibukan Amala melebihi Mahmud sebagai direktur. Di tengah jalan Rumi menyuruh wanita tersebut menghentikan mobil, lalu dia turun karena tak ingin mempertaruhkan nyawa.
"Jika ingin mati, sendiri saja." lalu Rumi turun dan membanting pintu.
Tidak jauh dari laki-laki itu Amala menunggu, ia akan pergi setelah laki-laki itu mendapatkan taksi. Selama menunggu ia tidak menyia-nyiakan waktu. Semua pesan penting dibalas, ia juga berkomunikasi dengan tim panitia yang sudah tiba lebih dulu di tempat acara.
Amala baru melajukan mobilnya setelah Rumi masuk ke sebuah taksi.
******
Harusnya Amala sudah tiba di tempat acara dan melakukan briefing dengan tim panitia dua jam yang lalu namun karena satu hal dia baru tiba jam sepuluh.
Sudah ada pak Mahmud di sana saat Amala masuk ke gedung acara, ia sudah meminta maaf di telepon dan memberitahu beliau ada sedikit kendala.
Tapi yang dilihat oleh semua orang bukan sedikit kendala yang terjadi. Saat semua orang panik dan mengkhawatirkan keadaan Amala, hanya Rumi yang bersyukur karena tak celaka bersama wanita itu. Untung dia turun di tengah jalan, kalau tidak...
Dahi Amala terluka, di sana hanya ditempeli dua buah hansaplast yang sangat tidak mendukung menghentikan darah pada luka yang cukup besar. Ada beberapa luka lagi di tangan dan punggung yang belum diketahui Amala karena dia buru-buru menuju ke tempat acara. Amala sakit, tapi dia harus kuat untuk hari ini dan besok.
Ditabrak saat hendak menyebrang menuju ke mobilnya setelah membeli minuman, Amala terpelanting hingga lima meter lebih dari posisinya. Ia bersyukur pada Tuhan karena masih memberikannya kesempatan hidup.
Jangan lupa
Tinggalkan komen sayang 💕
![](https://img.wattpad.com/cover/341082885-288-k221652.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PEMERAN PENGGANTI
RomanceDia bukan wanita yang dipuja oleh lelaki itu tapi diberikan status mulia di tengah keluarga Mahmud Syah, namun se-mulia apapun mereka memperlakukannya Amala tidak akan lupa jika dirinya hanya pemeran pengganti.