bab 8 : dinding bicara

10 5 0
                                    



"rubi, minta tolong kirim ini ke dion, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"rubi, minta tolong kirim ini ke dion, ya."

"rubi, bisa belikan kopi di sebelah? pakai kartu saya."

"rubi, desain kamu masih belum sesuai."

"rubi, bisa tolong urutkan dokumen ini? saya ada perlu."

"rubi, panggilkan tim turisme, bisa?"

sudah beberapa hari terakhir berisi dengan aku dipanggil ke kantor mas janu dan diperintah berbagai hal yang sepele seperti membelikan kopi, atau mengurusi dokumen. rasanya seperti sekretaris, padahal bukan. sebenarnya bukan penindasan, ya, menurutku. hanya perintah-perintah yang diluar nalar saja. makanya aku tidak memberitahukannya ke siapa-siapa. plus kalau aku bercerita pada seseorang, bisa-bisa aku dianggap mengadu dan magangku kali ini tidak akan berakhir dengan baik. aku kan butuh nilai magang untuk mata kuliahku.

aku duduk di bangku ruangan. setelah lama berdiri menyelesaikan setidaknya empat panggilan mas janu untuk datang dan mengerjahkan entah-apa di kantornya. sebuah kipas genggam tiba-tiba hadir di mukaku. mba sagi. "capek banget, rubi?" tanyanya. ac museum sudah kencang, sih. tapi kalau bolak-balik kayak tadi, pasti keringetan juga. "capek jalan aja, luas banget." keluhku. "mas janu emang suka gitu, ya?" tanyaku pada mba sagi. bukan mau bergosip, ya. ingin meluruskan pandangan saja. manusia itu memang seperti begitu ke semua orang, ataukah anak magang yang dipelonco.

"well, mas janu emang suka minta tolong acak ke anak-anak, sih. tim apa aja. tapi kalau sampai bolak-balik kantor begini kayaknya enggak." jawab mba sagi. "kalau sama anak magang yang dulu?" tanyaku lagi. "gak terlalu. tapi mas janu emang iseng orangnya." ujarnya. membuatku tambah bingung saja. jadi ini memang tabiat aslinya, atau perpeloncoan yang harus dihentikan?

"bawa aja, nih. balikin pas pulang aja di mejaku." ucap mba sagi. "makasih mba sagii!" ujarku lantas menerima kipas tersebut.

"hei," raka datang ke ruangan dan menyapaku. aku hanya melambaikan tangan. "darimana?" tanyaku. "wawancara pengunjung buat kesan-pesan," jawabnya. "kamu?" tanyanya padaku. "dari kantor mas janu, biasa." raka menaikkan alisnya. "lagi? ini udah kayak kesembilan kalinya." ujarnya mengernyit tidak suka. "empat," koreksiku. "yeah. tapi tetep aja. kalau ada yang berlebihan, bilang ke aku aja, ru." ucapnya, memandangku dengan tatapan seperti kasihan."iya.." ucapku. "beneran," ucap raka sekali lagi, menekankan kata-katanya. "iyaaaa maraka," ujarku. raka mengulum senyumnya.

"haidar ini gimana yaa kok impresi instagram kita gak meningkat padahal udah pake hashtag," mba sagi berteriak dari mejanya. "gimana mba?" haidar berdiri dari kursinya lantas mendekat.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
dokumen tanpa judulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang