bab 9 : bertabur bintang

7 5 0
                                    




aku mengigit donat cookies and cream ku. pagi ini aku tidak sempat sarapan, jadi sekenanya saja mengambil dua potong donat yang kubeli tadi malam. satu donatnya kusimpan di kantong kertas, mungkin kalau lapar lagi nanti siang akan kumakan.

kutatap layar laptopku yang berisikan aplikasi desain grafis favoritku. siang ini kurampungkan desain postingan instagram berisi konten salah satu koleksi penting di museum. kali ini bahannya sudah kudapat dari tim turisme, jadi tidak perlu susah payah lagi membuatnya dari awal. "mas dion, sudah saya kirim ke grup, ya!" aku melambaikan tangan pada mas dion yang lalu lalang di tengah. mas dion mendengar namanya dipanggil, lantas menoleh dan mengacungkan tanda 'oke' dengan jemarinya. sepertinya sedang menghubungi seseorang. sedari tadi mas dion dan mas keenan sibuk bolak-balik. 

dari desas-desus yang kudengar, beberapa hari kedepan akan ada pameran fotografi dari sebuah unit kegiatan mahasiswa kampus. kampus mana, aku tidak tahu. pun aku juga bukan mahasiswa aktif yang mengikuti kegiatan ekstra diluar kampus. satu organisasi saja sudah cukup buatku kelimpungan menyeimbangkan bersama tugas perkuliahan.

dari cerita para pegawai, museum sering mengadakan berbagai acara mulai dari pameran foto dan seni, pemasaran bisnis atau pariwisata, hingga ragam acara kebudayaan. pengelola yang menyelenggarakan juga beragam, mulai dari sekolah dasar hingga jajaran staf pegawai negeri sipil suatu daerah yang mengusung konsep sejarah, sehingga membutuhkan tempat yang luas namun tetap berhubungan. museum kami tidak begitu kecil namun juga tidak terlalu luas. tidak seperti ballroom untuk pernikahan, sih. tapi cukup lah untuk pemameran karya dan juga kursi-kursi untuk audiens diletakkan.

"hai, bi!" hendri masuk begitu saja ke ruangan publikasi (memang begitu orangnya). aku mendongak. "kenapa, hen?" tanyaku. "ada yang kurang, hehe. sori." hendri mengeluarkan tangan mengisyaratkan tanda 'peace'. "haha-hihi yaudah sini cepetan!" aku mengisyaratkan hendri untuk menarik kursi, mendekat kearahku yang membuka kembali aplikasi desain.

 "haha-hihi yaudah sini cepetan!" aku mengisyaratkan hendri untuk menarik kursi, mendekat kearahku yang membuka kembali aplikasi desain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"sinis amat, pak." hendri berujar pada raka disampingku, yang membalasnya dengan gelengan. "kagak," ujarnya menyanggah, mengibas-ngibas gulungan kertas yang baru saja dicetaknya. "gerah gak, sih." ujarnya. aku hanya menggeleng dan menjawab, "ac sekenceng itu kamu kegerahan, rak?" ada-ada aja.

hendri duduk, lantas menyerahkan sebuah sticky-notes kecil yang sedari tadi digengggamnya. "tadi di bagian keterangan sampainya koleksi salah, bi. tanggalnya. terus kata mas keenan bisa ditambah pihak yang ngebuat koleksinya. ini hasil searching-ku tadi." hendri menunjuk keterangan waktu yang ia garis bawahi. kesalahan minor, sih, ini. untuk slide tambahannya latarnya akan kubuat sama persis dengan slide sebelumnya. jadi tinggal mengganti ornamennya saja. capek kalau harus membuat desain yang berbeda tiap-tiap halamannya.

"udah, kamu tinggal aja gak apa, hen. udah aku catat semua kok." ujarku. hendri mengangkat kedua alisnya. "gapapa, nih?" tanyanya. aku mengangguk. "udah sana! keburu ada pengunjung!" usirku. hendri berdiri, lantas keluar ruangan sembari meneriakkan, "dadah!" aku menggeleng-geleng. aneh dan ajaib memang hendri.

dokumen tanpa judulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang