bab 6 : artikel bencana

9 5 0
                                    




"rubi, bisa buat artikel berita untuk website?" tanya mas dion pagi itu. "bisa, mas. tentang apa?" tanyaku. "kunjungan bus wisata dari pegawai provinsi sebelah, sudah dua hari lalu ternyata belum ada yang buat." mas dion menghela napas. dua hari lalu sepertinya aku sibuk sampai pulang di ruangan membuat desain postingan instagram, jadi tidak tahu siapa yang datang.

"sagi sibuk syuting untuk youtube museum jadi belum sempat. kalau kamu, bisa kira-kira?" tanya mas dion. meskipun tidak pernah membuat artikel peristiwa, toh kesibukanku di ilmu komunikasi tidak lepas dari membaca dan menulis jurnal. jadi terobos ajalah.

"siap, mas." jawabku. "untuk detailnya nanti bisa tanyakan keenan, ya. karena kemarin sempat ada sesi tanya-jawab sejarah yang agak intens, jadi penting buat dimasukkan." ujarnya. aku mengangguk lagi. "kalau bisa secepatnya, ya, rubi. kalau bisa aja." tambahnya lagi, menekankan pada kata 'kalau bisa'. "iya, mas." ujarku tersenyum.

museum ini memang bukan instansi yang bekerja tidak kenal lelah dan mengejar-ngejar waktu. ralat, lelah sih iya. tapi tidak begitu jungkir balik seperti perusahaan swasta yang tujuan utamanya adalah profit. pekerjaan kami saling bahu membahu dengan santai namun diusahakan tetap berada dalam jalur.

aku mengambil buku catatanku, lantas pergi menuju kantor tim turisme untuk menemui mas keenan. "pagi, mas." sapaku di ambang pintu. sepertinya semuanya pergi, karena hanya mas keenan yang ada dalam ruangan. mas keenan mendongak. "iya, rubi, ada apa? masuk, masuk." ujarnya mempersilahkan.

"saya ada tugas buat artikel tentang kunjungan bus wisata pegawai provinsi dua hari lalu, mas. kata mas dion, mas keenan punya detailnya." jelasku. "oh iya, tunggu ya." ujarnya sambil mengubek-ubek laci meja kerjanya. tim turisme ini memang menjadi notulen dalam segala situasi kunjungan, dimana nantinya yang mewujudkannya dalam bentuk publikasi (postingan sosial media atau website) tentu adalah tim publikasi.

"ini," ujar mas keenan sembari menyerahkan satu lembar folio berisi tulisan acak tentang kunjungan di hari itu. nama pejabat, jumlah orang, jam berapa sambutan, dan detail-detail lain. aku membaca sekilas hingga akhir namun tidak menemukan terkait tanya jawab. "mas, kata mas dion ada sesi tanya jawab yang penting dimasukkan dalam artikel. sepertinya gak ada di sini, mas." ujarku sambil tersenyum gigi.

mas keenan menepuk dahinya. "sesi tanya jawab itu lupa saya catat, rubi. mungkin bisa tanya langsung ke yang bersangkutan." jelas mas keenan. aku mengernyit. "siapa mas? bukannya mas keenan yang tanya-jawab?" tanyaku. karena memang biasanya begitu, tim turisme yang kebanyakan terdiri dari lulusan sejarah akan lebih dari mampu untuk menjawab pertanyaan terkait sejarah.

"mas janu." ujarnya. "paling pintar tentang sejarah dia disini. apalagi tentang museum, hafal luar kepala. satu kota yang paling tahu luar-dalam museum ini ya mas janu." kata mas keenan. jadi aku harus menghampirinya di kantornya, nih?

"tapi mas janu hari ini sibuk," aku meneriakkan yes di hatiku.

"mungkin bisa ke kantor mas janu agak siangan, jam dua. sekarang pakai informasi yang ada dulu saja, rubi." tidak jadi yes. aku tetap akan ke ruangan mas janu pada akhirnya.

"baik mas, terima kasih banyak." ujarku lantas pamit mengundurkan diri dari ruangan. kini saatnya menulis artikel sebaik mungkin.

semangat, rubi!

tok-tok-tok!

aku mengetuk pintu kantor mas janu. jam dua tepat, aku jalan menuju kantornya untuk menanyakan detail tanya jawab yang diperintahkan mas dion tadi pagi.

dokumen tanpa judulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang