Haiii! Ini karya pertamaku, hehe, jadi maaf kalo masih banyak kurangnya, mohon dukungannyaa. Semoga sukaa! Enjoy!😆❤️
____________________
Sani melihat jika temannya ini hilang fokus, entah tengah memandang siapa sehingga membuat ia tersenyum lebar seperti itu. Pasalnya saat ini mereka sedang belajar di kelas, khawatir guru menangkap basah kelakuan Rara. Sani akhirnya melihat arah pandang Rara, sepertinya ia bisa menebak.
"Lo lagi liatin Sean yah?" Sani menyikut lengan Rara.
"Apaan sih anjir, bukanlah!" sergah Rara tak terima.
"Ssstt." Sani refleks membekap membekap mulut Rara.
"Rara. Perhatikan ke depan!" Benar saja, guru menegurnya. Mereka pun mengangguk dan meminta maaf.
"Gak usah teriak juga kali," lanjut Sani seraya berbisik.
"Ya lagian Lo ngomongnya ngaco. Jelas-jelas Lo tau gua sukanya Sean. Ogah banget gua sama Juan, hoekk." Rara menunjukkan wajah ingin muntah.
"Dih, awas aja Lo kalo kemakan omongan sendiri. Biasanya nih ya, yang benci akut lama-lama jadi suka, bucin malah. Hati-hati loh." Sani bergidik ngeri menakut-nakuti Rara.
"Au ah, diem Lo. Sana liat depan lagi." Rara pun kembali memperhatikan penjelasan guru dengan wajah masamnya. Sani diam-diam terkekeh.
Nginggg!
Tiba-tiba suara pengang memenuhi pendengarannya, kepalanya pun amat terasa pusing. Ia meremat kepalanya sambil meremat lengan Sani dengan tangan satunya, Rara memejamkan matanya rapat, ia sungguh tak kuat dengan rasa sakit itu, namun ia tak bisa berbicara.
Rupanya hal itu hanya terjadi beberapa detik saja. Perlahan Rara membuka matanya, anehnya, ia sudah berpindah tempat, bukan di kelas, ia berada di dalam rumah, tapi ia tak mengetahui sedang berada di dalam rumah siapa, yang jelas bukan rumah miliknya.
"Sayang! Kamu kenapa?!" Saat ini posisi Rara masih sama dengan keadaan sebelumnya, meremat kepala seperti kesakitan, tadi ia hanya membuka matanya sedikit, tak menyadari jika ada orang lain di dekatnya.
'Tunggu, kok suaranya kayak gak asing yah. Trus kenapa manggil sayang? Perasaan gue belum punya ayang!' batin Rara. Ia pun perlahan menolehkan kepalanya ke arah samping.
"Juan!" Rara kaget bukan main, tak menyangka orang itu adalah Juan.
"Lo ngapain ada di sini?!" lanjut Rara.
"Hah? Tiap hari 'kan aku emang di sini, bareng kamu. Kamu kok ngomongnya...'lo-gue' an sih," ucap Juan memelan di akhir kalimat. Juan bingung dengan sikap Rara yang tiba-tiba aneh.
"Tiap hari? Sama gue? Emang Lo siapa gue?" tanya Rara tak habis pikir.
"Ya suami kamulah, siapa lagi."
"HAH?!" Rara benar-benar speechless dibuatnya.
"Ini otak gue kenapa sih anjir! Kenapa jadi begini? Sani mana pula! Ini gue di mana? Kenapa gue di sini?!" Rara frustasi dengan keadaan ini.
"Sayang, tenang... tarik nafas." Juan mencoba untuk mengusap bahu istrinya namun langsung ditepis.
"Sayang palalu! berhenti panggil gue dengan sebutan itu! Lagian ngapain Lo ngaku-ngaku jadi suami gue sih, gue belum nikah yah!" Karena Juan tak tahu harus berbuat apa untuk menghadapi Rara, ia memilih diam. Rara menghembus nafas kasar, berpikir keras berusaha memahami situasi.
Krukk krukk!
Sungguh perutnya tak bisa diajak kerjasama, Rara membenci hal itu.
"Kamu laper yah, biar aku masakin kalo gitu. Tunggu di sini." Ia ingin menolak, tapi perutnya tak bisa berbohong. Sungguh ia tak punya muka saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Angetan || Jungwon One Shot
RomanceBerisi tentang berbagai kelakuan Juan dengan Rara, wanita cantik yang dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Harinya terasa campur aduk, kadang menyebalkan, kadang menyenangkan, menyedihkan, bahkan ada manis-manisnya juga. Sulit memang, satu atap dengan...