Bertubi-tubi

375 22 2
                                    

Haiii

Selamat membaca 🥰

_________________________

Sejak tiga jam yang lalu, Juan bergerak kesana kemari gelisah menunggu kabar Rara. Pasalnya Rara tak kunjung menampakkan batang hidungnya, janjinya ia akan pulang pada jam tiga sore, nyatanya saat ini waktu sudah menunjukkan hampir jam enam namun kabar pun tak kunjung Juan dapati. Mungkin Juan tak akan sekhawatir ini jika Rara nya mengabari lewat chat.

Cklek!

Akhirnya suara yang Juan tunggu pun terdengar. Rara masuk dengan kondisi yang terlihat cukup berantakan, lelahnha tergambar jelas di wajahnya, bajunya sudah tidak tertata rapi, rambutnya seperti tidak dibenahi. Tas nya pun ia biarkan terseret.

"Ra, kenapa baru pulang jam segini?" Memang, jam enam tidaklah terlalu malam untuk pulang, namun kembali lagi ke hal tadi, bahwa Rara tidak menepati janjinya, ditambah hilang kabar.

"Maaf." Selepas mengatakan itu Rara melenggang pergi begitu saja ke dalam kamarnya. Juan hafal betul jika Rara nya seperti itu berarti ia butuh waktu untuk sendiri.

Selama Rara di dalam kamar, Juan berusaha untuk tidak menggangunya, oleh sebab itu sejak dua jam yang lalu ia melakukan segala sesuatu di luar kamarnya. Namun kali ini ia sangat butuh masuk ke dalam kamarnya, sebab Juan perlu mengecek berkasnya yang ada di laptop, sayangnya laptop tersebut ada di dalam kamarnya, padahal biasanya ia selalu meletakkan laptop tersebut di ruang kerjanya. Juan merutuki kecerobohannya. Seandainya Hesa tak mendesaknya untuk segera mengirimkan file itu, ia tidak akan sebimbang ini untuk memasuki kamarnya.

Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, akhirnya Juan menemukan ide. Langsung saja ia memasuki kamar mereka. Rupanya Rara masih bergelung di dalam selimutnya, mungkin Rara tertidur.

Tak ingin mengganggu Rara, Juan pun langsung membuka laptop di mejanya, segera mengirimkan file yang Hesa pinta. Namun ketika ia menutup laptop dan membalikkan badannya, Rara sudah terbangun dan menatap lesu ke arahnya.

"Makan yuk, sayang. Kamu belum makan dari siang loh." Juan mendekati Rara yang masih terduduk linglung di atas ranjangnya. Kemudian mengusap perlahan kepalanya. Beberapa detik kemudian Rara menggeleng, karena demi apapun ia tak mood melakukan hal apapun, termasuk makan, meskipun tak dipungkiri ia memang lapar.

"Mas ambil makanannya ke sini yah?" tawar Juan. Lagi, Rara menggeleng.

"Nanti mas suapin kok, mau yah?" rayu Juan lagi. Namun lagi-lagi Rara menggelengkan kepalanya. Rara mendekat memeluk pinggang Juan. Sedangkan sang empu terdiam memikirkan ajakan apalagi yang ampuh untuk mengajak Rara nya makan.

"Mas suapin sambil pangku deh. Setelah makan kamu boleh tidur lagi, mas janji nggak akan ganggu lagi, asal kamunya makan. Gimana?" Itu adalah ide terakhir yang terlintas di otaknya. Jika Rara menggeleng lagi Juan akan menyerah.

Rara mendongakkan kepalanya melemahkan pelukannya kemudian menatap Juan dari bawah. Gotcha! Rara mengangguk, terlihat menggemaskan bagi Juan yang melihatnya dari atas.

Tak lama dari itu Juan sudah kembali dari dapur dan membawa nampan yang berisi piring yang sudah lengkap dengan lauknya serta segelas air bening.

Juan menepati janjinya, ia duduk di kursi kamar dekat mejanya, lalu diiringi Rara yang naik ke atas pangkuannya. Untungnya kursi tersebut nyaman, sehingga Juan tak masalah Raranya duduk dipangkuannya selama apapun.

"Mas, tapi aku gak mood makan," ucap Rara lesu.

"Gapapa, sedikit-sedikit aja ya sayang, kali kamu mau berhenti bilang aja. Oke?" Rara pun mengangguk menuruti.

Satu suap, dua suap, tiga suap. Rara termenung, tiba-tiba saja kejadian yang menimpanya hari ini terlintas kembali di pikirannya. Satu tetes air mata keluar begitu saja tanpa permisi. Sejujurnya Juan sangat ingin bertanya apa yang terjadi dengan dirinya, tapi Juan tetap memilih bungkam, ia tak ingin Rara nya semakin menangis.

"Mas... aku capek..." Air matanya turun satu persatu dengan tanpa berebut.

"Hm?" Juan menanggapi dengan lembut.

"Tadi pagi dosenku marahin habis-habisan karena makalahku yang berantakan, padahal itu bukan salah aku, aku gatau kalo partnerku ngerombak banyak hal di makalah itu, saat itu dia ngancem aku untuk bungkam, tapi lebih parahnya lagi dia malah playing victim di depan dosen itu. Jahat banget...Aku beneran speechless dan ga bisa ngapa-ngapain di situ, cuma bisa diem nerima segala cecaran dosenku." Rara terdiam, sedangkan Juan masih fokus mendengarkan. Rara sudah tidak menangis namun masih ada sedikit isakan.

"Terus setelah selesai kelas itu aku langsung revisi, temenku malah pergi gitu aja gak ada rasa tanggung jawabnya. Aku rombak lagi makalah itu sendirian, sampe ngabisin waktu istirahatku. Tapi di mata kuliah yang ke dua aku gak dikasih jeda buat bernafas. Kupikir aku bisa ngejernihin pikiran di sana, ternyata tiba-tiba banget dosennya ngasih kuis, gak ada pemberitahuan sebelumnya. Aku gak ada persiapan sama sekali, akhirnya aku cuma bisa ngisi asal-asalan. Aku pasrah banget di situ." Rara berhenti sejenak, terlihat masih ingin melanjutkan. Juan selalu setia mendengarkan, namun di sela-sela Rara bercerita Juan sedikit demi sedikit menyuapkan nasi, sengaja ia lakukan sebab Rara nya tak sadar.

"Pas jam dua siang aku niat mau pulang. Kating aku nge-chat minta tolong buat ngerjain LPJ karena dia ada keperluan mendadak tapi LPJ nya udah ditagih suruh ngumpulin. LPJ tuh bagiannya dia, karena aku udah ngerjain proposal dan surat undangan, tapi masalahnya nih ya mas, dari kapan hari dia bilangnya udah nyicil ngerjain LPJ, tapi ternyata dia tadi siang bilang selama ini dia bohong, dia belum ngerjain sama sekali, trus dia minta maaf dan mohon-mohon biar aku yg ngerjain, karena katanya urusan dia gak bisa ditinggalin. Dan lagi, LPJ itu harus dikumpulin jam enam, yang berarti aku cuma punya waktu empat jam buat ngerjain. Gila gak sih, mas? Ishhhh marah banget aku sama dia." Juan ikut menghela nafas panjang. Rasanya ia ingin menonjok semua orang yang menyusahkan Rara nya hari ini.

"You did well sayang, I'm so proud of you." Juan mengecup keningnya sembari mengusap-usap punggung Rara.

"Tapi aku capek mas."

"Iyaa, gapapa sayang, kamu luapin aja rasa capeknya, kalo boleh bagi aja ke mas. Kapan-kapan kalo kamu ngerasa kesulitan lagi ngerjain sesuatu, panggil mas yah? Minta bantuan, sebanyak apapun itu mas gak akan keberatan dan pasti akan selalu berusaha semaksimal mungkin ngebantu kamu." Juan memeluk Rara. Rara menopang dagunya di pundak Juan.

"Makasih banyak mas. Aku bersyukur banget punya mas di hidup aku." Ari matanya kembali terjatuh, namun kali ini air mata haru, bukan kekesalan.

"Mas."

"Hm?"

"Bantu aku isi energi," pinta Rara tiba-tiba.

"Maksudnya?"

"Ish, masa gak paham."

"Apa sayangg. Coba ngomong yang jelas." Tentu saja Juan paham, namun menggoda Rara adalah salah satu hobinya.

"Mau ciumm ishhh." Rara cemberut sebal.

Cup!

"Lagiii. Masa gitu doang. Bukan cium itu namanya, kecupan doang. Mana mungkin ke isi lah energiku. Harusny-" Juan membungkamnya dengan lumatan. Jangan salahkan jika nantinya bibir Rara akan membengkak. Salahkan Rara yang memancingnya lebih dulu.

_________________________

Kkeuttt~

Makasih udah baca❤️

Jangan lupa vote and comment yahh😉🙌🏻

Pasutri Angetan || Jungwon One Shot Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang