Holaaa! I'm back!🥳
Happy reading!😆❤️
__________________"Siapa yang bersedia membantu saya untuk susun alat peraga ini? Biar mempersingkat waktu," tanya Juan kepada para mahasiswanya.
Rara sangat ingin mengangkat tangannya, namun sayangnya kalah cepat dengan salah satu mahasiswa yang ada di kelas tersebut. Rara hanya bisa mendengus sebal menerima kenyataan itu.
"Ya, Hany, silakan maju ke depan," suruh Juan pada mahasiswa yang mengangkat tangan tadi.
Dengan adanya siswa yang membantu Juan menyusun alat peraganya, akan lebih cepat selesai dibanding ketika menyusunnya sendiri, sebab alat peraga tersebut cukup rumit dan banyak bagian-bagian kecil yang harus dipasang dengan teliti.Bayangkan saja, untuk memasang alat tersebut yang membutuhkan kefokusan, membuat mahasiswa dan dosen tersebut tak menyadari jarak mereka yang semakin menempel, hal itu membuat hati Rara panas, ia tak suka melihat moment di hadapannya itu.
"Pak! Itu masangnya bisa kali gak usah rapet-rapetan," celetuk Rara memecah kefokusan mereka berdua yang ada di depan sana.
"Ah, iya maaf, saya gak sengaja. Hany silakan boleh kembali ke tempatnya," ucap Juan setelah selesai menyusun alat peraganya.
Setelah itu Juan pun menjelaskan secara runtut fungsi dan penggunaan alat peraga tersebut serta kaitannya dengan materi yang sedang diajarkan.
Waktu sudah menunjukkan jam empat sore, Rara sudah menunggu di mobil sejak 15 menit yang lalu, sebab ia sudah selesai dengan mata kuliahnya hari ini.
Cklek!
Seseorang membuka pintu kemudi mobil. Tentu saja dia adalah orang yang Rara tunggu sejak tadi. Rara yang sejak tadi menyilangkan lengan pada dadanya, kini semakin mengerat, disertai bibir yang maju ke depan tanpa ia sadari.
"Sayangg, kamu kenapa ngambek hey," tanya Juan lembut sembari mengusap puncuk kepala Rara. Ia sudah paham betul jika istrinya bertingkah seperti itu tandanya ia sedang marah padanya.
"Diem! Sentuh aja tuh kepala si Hany." Rara menepis lengan Juan.
"Ah...jadi karena itu," batin Juan.
"Sayangku, cintaku, cantikku, manisku. Aku bener-bener gak nyadar tadi, kondisinya juga emang lagi butuh bantuan." Juan berusaha membujuk Rara.
"Ya kenapa gak sama aku aja?! Kenapa gak aku aja yang maju bantuin, duhai Pak dosen tampan dan muda yang disukai banyak orang ini?!" Rara menekankan kalimat terakhirnya. Sebuah sindiran yang justru membuat Juan tersenyum.
"Hm? Apa coba tadi ulangi?" goda Juan pada istrinya.
"Apa sih, jelas-jelas mas udah denger tadi!" Rara masih saja ketus padanya, padahal biasanya tak akan berlangsung lama.
"Berarti kamu mengakui aku tampan nih. Suaminya siapa si, hm?" Juan semakin mendekatkan wajahnya guna menggoda Rara agar cepat luluh. Rara gugup dibuatnya, ia semakin menjauhkan wajahnya dikala Juan semakin mendekat. Namun ternyata kepalanya sudah mentok di pintu mobil.
"M-mas." Entah mengapa ia menjadi tergagap.
Cup!
Juan mengecup ranum manis milik Rara, kemudian segera kembali ke tempat duduknya. Ia tersenyum kemenangan, Juan suka sekali menggoda istrinya.
"Ish! Mas Juann. Kembali ke topik!" Sepertinya hal itu membuat Rara semakin marah. Namun Juan bisa melihat semburat merah di pipi Rara.
"Iyaa sayang. Kamu 'kan tadi gak ngangkat tangan, jadi aku pilih yang ngangkat aja," jawab Juan pada pertanyaan Rara terakhir kali.
"Aku tadi keduluann, huaaaaa. Lagian kenapa mas gak tunjuk langsung ke aku aja siii." Rara merengek, matanya sudah berkaca-kaca, sensitif sekali istrinya ini.
"Iyaa, maaf sayangg. Tapi 'kan aku harus profesional, kita juga udah sepakat untuk gak go public, hm?"
"Huaaaaa, mas tegaaa." Air matanya benar-benar turun sekarang. Juan segera menarik Rara ke dalam pelukannya.
"Heyyy, cup cup cup. Aku gak bermaksud begitu sayang. Oke, kedepannya aku bakal langsung minta tolong ke kamu aja, oke?" Bukannya menjawab, tangis Rara justru semakin kencang dalam dekapan Juan.
"Udah dong sayang nangisnya, aku minta maaf."
"Atau kamu mau minta apa deh, aku pasti turutin," lanjut Juan.
Juan jadi merasa bersalah pada Rara, padahal ia tak sepenuhnya salah. Namun ternyata tawarannya ampuh, tangis Rara semakin mereda, kemudian mengendurkan pelukannya.
"Beneran?" tanya Rara mendongak dengan hidung dan matanya yang sembab.
"Iyaaa." Juan mencubit hidung Rara gemas.
"Aku... eumm...mau beli makanan yang ada di cafe-cafe mall. Tapi...ini bukan aku yang minta loh yah."
"Okeee. Siapa emangnya?" tanya Juan heran.
"Debay!" jawab Rara antusias.
"Hah? Debay? Maksudnya?" Juan benar-benar tak paham. Melihat kebingungan suaminya, Rara menuntun tangan Juan untuk menyentuh perutnya.
"S-sa-sayang. K-kamu..." Belum sempat Juan menyelesaikan kalimatnya, Rara sudah mengangguk kencang dengan senyum harunya.
Juan langsung menarik kembali Rara ke dalam pelukannya. Ia benar-benar senang mendengar kabar ini.
"Sayang. Makasih banyak...makasih...makasih" Juan mengecup wajah Rara berkali-kali. Ia tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, ia benar-benar bersyukur.
"Ihhh Mas, udahh. Wajah aku basah nihh," ucap Rara kesal. Juan mengabaikan ucapan Rara, ia masih menikmati rasa bahagianya.
"Massss. Ayo ke Mall, hiks. Huaaaaa." Rara kembali menangis, ia sudah tak tahan ingin mencicipi makanan yang ada di sana, namun ia merasa Juan seolah lupa pada permintaannya.
"Eh eh, iyaaa ayo sayang kita ke Mall sekarang." Juan mengecup mata Rara guna menghentikan tangisnya, kemudian beralih mengecup perut Rara dengan perasaan yang membuncah.
Juan akan mejadi seorang Ayah.
____________________
Sekian!
Makasih banyakk buat yang udah mau baca dan bantu vomment🥰❤️
Nantikan bab2 selanjutnya yaaa😆✨👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Angetan || Jungwon One Shot
RomanceBerisi tentang berbagai kelakuan Juan dengan Rara, wanita cantik yang dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Harinya terasa campur aduk, kadang menyebalkan, kadang menyenangkan, menyedihkan, bahkan ada manis-manisnya juga. Sulit memang, satu atap dengan...