Wilayah terakhir Dangren yang belum kami kuasai berada di sebuah pantai. Pemimpin Dangren pasti sedang menunggu kami disana, mengingat jalur laut adalah jalan kami untuk memasuki Arrum.
Api terlihat di arah tujuan kami. Mendekat, kami bisa melihat bahwa semua kapal sedang terbakar. Genjo Sanzo benar-benar tidak berniat membiarkan kami lewat.
"Kalian telat. Jika saja kalian tidak mencoba menguasai seluruh Dangren dan langsung kesini, mungkin masih ada kapal yang bisa diselamatkan."
Berdiri di depan kapal yang terbakar, pemuda berambut hitam dengan jubah hijau itu berbalik menghadapku. Dia memegang sebuah buku yang cukup besar di tangannya.
"Kau berbohong. Sejak awal kau sudah berencana untuk membakar kapal-kapal itu saat kami menuju kemari."
"Hm. Kau mengatakannya seolah kau bisa melihat masa depan saja."
Sebenarnya, ya. "Selain itu, bicara dengan Sun Golong cukup menguntungkan. Walau dia terlalu banyak bicara."
"Apa Dewa juga memberitahumu alasanku melakukan semua ini?"
"Ya. Alasan yang menyedihkan. Tapi karena itu aku ingin kau menyerah, Genjo Sanzo. Aku takut tidak bisa menahan diri jika kau tetap memaksa melawan."
"Apa kau marah karena aku masih mencintai Laylata?"
"Aku tidak peduli dengan perasaanmu dengan Layla. Itu memang tidak baik, tapi itu juga adalah perasaanmu. Aku hanya berharap agar kau lekas melupakan istriku,"
"Apa yang membuatku marah adalah kau menggunakan alasan itu untuk menghalangi kami, walau kau sendiri sadar jika kita bisa menghindari konflik ini dengan damai."
Genjo Sanzo terdiam sejenak. "Apa kau mencintai Laylata?"
"Tentu saja. Tapi kurasa cinta yang kau maksud itu berbeda dengan cinta menurutku."
"Apa maksudmu?"
"Cintamu kepada Layla adalah keinginan untuk memiliki, tapi cintaku baru terbentuk setelah kami menjadi keluarga. Keinginan bersama untuk menciptakan keluarga yang baik dan harmonis. Dengan kata lain, cinta kami adalah komitmen,"
"Aku bahkan tidak punya perasaan apa-apa saat Layla ingin aku melamarnya. Aku menerimanya karena menurut keluargaku itu adalah pilihan yang baik. Kami memiliki banyak perbedaan. Tapi komitmen itu membuat semua perbedaan itu lenyap. Komitmen membuat kami saling mengerti, saling melengkapi, dan berusaha melakukan yang terbaik untuk satu sama lain."
"Apa kau baru saja berkata jika kau menikahi Laylata bukan karena cinta?".
"Dari dulu," Juga dari kehidupanku yang dulu. "Prioritas cintaku itu tertuju untuk para pengikutku. Rakyatku. Dengan Layla, keluargaku, dan sahabatku juga berada di dalamnya. Aku tidak bisa mencintai satu orang saja dan mengabaikan yang lainnya."
"Jadi menurutmu kau lebih berhak memiliki Laylata dibanding aku?"
"Aku tidak tahu. Tapi jelas bahwa Layla lebih memilihku."
Wajah Genjo Sanzo nampak kesal. Dia kemudian melayang dengan awan yang muncul di bawah kakinya.
"Kau menyebut Dewa terlalu banyak bicara. Tapi kau sendiri juga begitu."
"Ah, benarkah?" Aku tidak sadar. "Kau harusnya memberitahuku lebih awal-"
Genjo Sanzo menembakkan bola api dari atas ke arahku. Aku berhasil menahannya walaupun api itu menimbulkan ledakan besar saat menyentuh tangan logamku.
Melihat aku baik-baik saja, dia mencoba menyerangku dengan melemparkan es besar yang tajam. Tapi itu juga tidak berhasil melukaiku.
Dia semakin kesal dan kali ini mengirimkan petir kepadaku. Tapi aku juga bisa menahannya. Tangan logamku menyerap seluruh petir yang mencoba menyambar tubuhku hingga aku bisa melihat petir yang masih tertahan di tangan logamku itu. Aku-pun mencoba melemparkannya balik ke arah Genjo Sanzo dengan memukulkannya.
Petir itu balik menyambar Genjo Sanzo. Dia berhasil membuat perlindungan, tapi tidak cukup untuk menahan seluruh petir itu. Nampaknya petir yang kukirim balik lebih kuat dari yang dia kirimkan.
Genjo Sanzo kemudian membuat sebuah bola hitam di telapak tangannya. Aku bisa merasakan energi jahat dari bola itu. Dia lalu melemparkannya ke arahku.
Bola itu menyerap semua yang dilaluinya dan menjadi semakin besar. Aku mendapat penglihatan jika aku tidak bisa menahan yang ini dan akan ikut terserap ke dalamnya.
Senjataku, Amalan mengeluarkan cahaya dan berubah menjadi lebih besar. Aku kemudian menggunakan lengan itu untuk merenggut bola hitam dan menghancurkannya. Ada cahaya hitam dan putih yang keluar dari dalam lengan besarku itu, tapi bola itu sudah lenyap sepenuhnya.
Genjo Sanzo nampak kaget. Dia tidak percaya aku bisa menahan seluruh sihir yang coba dia kirimkan ke arahku.
Sang Penyihir kemudian menggunakan sihir lain yang membuatnya menjadi banyak. Mereka lalu secara bersamaan menembakkan petir ke arahku.
Tubuhku kesemutan. Aku tidak bisa lari dari kurungan petir itu. Aku lalu berusaha membuat tangan logam mengepal.
"Cahaya Penakluk!" Lingkaran cahaya keluar dari lenganku dan menghilangkan kurungan petir juga seluruh bayangan Genjo Sanzo.
Dia terkejut hingga turun ke tanah. Melihat itu, aku langsung melesat, tidak akan membiarkannya terbang lagi.
Tapi dia menyadari itu dan membuat dinding batu di antara kami. Aku memukul dinding itu dan hancur. Genjo Sanzo sudah nampak mulai melayang.
Jadi aku memanggil tongkat yang diberikan Sun Gokong dan membuatnya memanjang hingga menggapai Genjo Sanzo dan mendorongnya hingga menabrak sebuah pohon.
Dia nampak kesakitan dan kesulitan untuk berdiri. Aku bisa mendekatinya dengan mudah.
"Hentikan!" Terdengar teriakan seorang wanita.
Aku menengok dan melihat Layla. "Eh? Layla? Bukannya kau berada di Iliya?"
Layla tidak menjawabku dan berjalan ke cepat ke arahku. Wajahnya nampak kesal.
"L-Laylata," Genjo Sanzo mencoba berdiri. "Dengarkan ini. Dia bilang jika dia tidak mencintai-"
Plak!
Layla memukul muka Genjo Sanzo. "Aku membencimu!" teriaknya.
"Bagaimana kau bisa menghalangi kami karena alasan konyol begitu!? Aku dulu menghormatimu, berpikir jika kau akan menjadi raja yang benar-benar bijaksana. Aku bangga padamu,"
"Karena itu aku sedih saat mengetahui jika kau dan suamiku berperang. Aku bahkan tidak mau menemuinya semenjak itu. Tapi mengetahui bahwa kita bisa saja menghindari jika kau saja menggunakan kebijaksanaanmu itu. Aku.. Kembalikan rasa banggaku itu!"
"A-Aku.." Genjo Sanzo nampak tidak bisa berkata apa-apa lagi, terlebih setelah Layla yang mulai menangis.
Aku-pun memeluk istriku. Mencoba menenangkannya. Aku jadi lega mengetahui alasan dia menghindariku selama ini.
Aku melihat Hawa tidak jauh dari tempat Layla muncul. Aku bisa menduga jika dialah yang memberitahu Layla soal kebenaran itu mengingat dia juga ada di Pohon Pengetahuan saat aku bicara dengan Sun Gokong. Kemungkinan dia memberi tahu Layla soal itu, lalu Layla yang kemudian tahu ingin segera kesini. Sifatnya memang masih liar, tapi aku akan berterimakasih untuk kali ini.
"Ayo pulang," ucapku kepada Layla. Kami juga belum bisa ke Arrum hingga ada kapal yang bisa di naiki. Aku akan menggunakan waktu yang ada untuk mengembalikan keharmonisan kami.
------
21 Perang Dan Cinta
17-05-2023
26-05-2023 (Revisi)1019 kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Saint Reincarnation (END)
FantasyPerang Dunia yang dibuat oleh manusia membuat seorang gadis suci yang dijadikan sebagai hamba Tuhan di dalam kubah berakhir dengan dibakar. Walaupun dikhianati, gadis itu menaruh harapan terakhir akan kesempatan kedua untuk melakukan sesuatu yang le...