Chapter 3

84 23 1
                                    

Malam sebelumnya

"Tapi setidaknya... Bahkan jika kau tidak bisa bersandiwara, meskipun akan menangis, aku ingin melihatnya. Aku ingin melihatnya jika kau memang kecewa. Jika kau memang tidak suka melihatku harus menikah dengan pria lain. Aku ingin melihatnya. Aku ingin melihatmu marah karena hanya dengan itu aku yakin... Jika kau masih mencintaiku!"

Vernon bisa merasakan sesuatu yang keras mendobrak pintu hatinya yang sudah ia kunci sangat rapat itu. Kata-kata Yewon barusan, seolah menyadarkannya jika apa yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan besar.

Sejak Yewon mengatakan ia harus menikah dengan pria lain demi keluarganya, sebenarnya Vernon merasa sangat marah. Ia merasa tidak adil. Mereka sudah berpacaran selama 5 tahun, menjalin hubungan yang sehat dan harmonis selama masa-masa itu lalu tiba-tiba dia dicampakkan begitu saja.

Walaupun Yewon terus bersikeras dan mengatakan semua pernikahan itu palsu, bagaimana mungkin dia dapat mempercayainya? Pernikahan itu tetaplah pernikahan yang sah dan tercatat di pemerintahan. Pernikahan bukanlah hal yang dapat di anggap sebagai sebuah permainan.

Vernon tidak bisa menerimanya. Jika Yewon harus menikah dengan pria lain, siapa yang bisa menjamin jika kekasihnya itu tidak akan jatuh cinta kepada "suaminya".

Dengan menikah, itu artinya mereka akan tinggal bersama, tidur di kamar yang sama dan menghabiskan hari-harinya bersama. Disetiap waktu yang mereka habiskan bersama, bukankah nyaris tidak mungkin jika mereka tidak akan jadi saling menyukai? Itu sangat realistis.

Jika harus seperti itu pada akhirnya, lebih baik jika mereka putus aja. Vernon tidak bisa membiarkan hatinya terinjak-injak oleh sekedar janji "pernikahan palsu" itu.

Tapi meskipun Vernon berkata demikian, pada kenyataannya ia juga tidak bisa melakukannya. Dia tidak bisa melepaskan perasaan cintanya kepada Yewon semudah itu. Dia tidak bisa melarikan diri dari gadis pujaan hatinya itu bahkan meskipun ia tahu suatu saat ia bisa ditinggalkan.

Karena keegoisannya itu, yang tidak menginginkan hubungan mereka berakhir meskipun Yewon kini telah menjadi isteri dari pria lain, akhirnya Vernon justru menyakitinya. Vernon pikir, selama ia bisa menahan perasaan luka dihatinya, walaupun harus menghindar dari Yewon, semua akan baik-baik saja. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Siapa sangka Yewon ternyata menjadi sangat menderita karena itu?

Sejak awal seharusnya dia tidak melarikan diri. Vernon seharusnya dapat menerima kenyataan itu dan menjadi sosok pria yang tangguh sehingga dapat Yewon andalkan. Yewon selalu bercerita jika dia diperlakukan kurang baik oleh "pria itu", seharusnya Vernon tidak acuh. Harusnya Vernon lebih peduli sehingga Yewon tidak merasa sendirian.

"M-maafkan aku Yewon ...."

Vernon belum sempat menyelesaikan ucapannya. Ia mendadak terlihat panik. Vernon tahu ada yang tidak beres ketika melihat Yewon terus menerus menyentuh keningnya.

"Yewon, ada apa? Apa kau baik-baik saja?" Tanya Vernon panik.

Yewon tidak merespon. Gadis itu terlihat kesakitan. Vernon berdiri dari duduknya. Ia berniat untuk segera pergi, tapi mendadak disadarkan oleh kenyataan jika kekasihnya itu sedang berada di negara lain. Vernon menarik rambutnya frustasi, "Yewon. Yewon sadarlah. Kau tidak bisa pingsan di tempat seperti ini. Ini berbahaya. Yewon aku mohon, dengar aku. Yewon!"

Hanya terdengar suara gemuruh bersamaan dengan sosok Yewon yang menghilang dari tampilan layar. Panggilan videonya masih terhubung. Sepertinya ponsel Yewon terjatuh.

"Yewon! YEWON!!!" Vernon berteriak seperti orang gila. Ia berjalan memutari kamar asramanya frustasi sambil terus berharap Yewon sadar dan mengambil kembali ponselnya agar ia tahu jika gadis itu sedang baik-baik saja.

POLITICAL MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang