Bagi Hyunjin, kecelakaan yang menimpa Jeno dan Jaemin adalah sebuah tamparan paling keras dalam hidupnya. Pertahanan yang ia bangun demi menjadikan miliknya runtuh begitu saja. Tidak, dia tidak menginginkan salah satu dari keduanya. Hyunjin hanya sedikit kecewa dengan seseorang yang sudah ia cintai dalam diam malah menjadi dalang di balik semua ini.
Tangannya meremat kuat benda pipih warna hitam yang berada dalam genggaman nya. Berdiri di dekat pintu kamar mandi seraya menyandarkan punggungnya ke tembok yang terasa dingin menyapa kulit punggungnya yang hanya berbalut seragam putih yang agak tipis, tidak seperti pakaian lain. Seragam memang memiliki desain tipis.
"Aku rasa kali ini kamu benar-benar udah ngelewatin batas, Min." Ia menoleh ke arah samping, dimana Seungmin baru saja keluar dari kamar mandi setelah menelpon sang Ibu.
Yah, Hyunjin mendengar semuanya. Obrolan tak masuk akal yang Seungmin bicarakan dengan sang Ibu.
Seungmin mendengus, namun secepat mungkin ia mengubahnya dengan seringai tipis yang ia tunjukan pada bilah bibir tipisnya. Ia mengabaikan ucapan Hyunjin barusan dan hendak berlalu pergi sebelum Hyunjin yang kelewat emosi menariknya untuk kembali masuk kedalam toilet.
"Aku rasa kamu yang udah ngelewatin batas Jin." Balas Seungmin tak mau kalah.
Hyunjin menyeringai, lalu kemudian mendorong tubuhnya untuk lebih condong ke arah Seungmin yang kini menatapnya dengan tatapan datar. "Udah cukup main-main nya. I mean, yang kamu lakuin enggak akan ngerubah posisi ataupun takdir yang udah ada. Dengan kamu egois kayak gini, malah bikin posisi kamu kayak debu. Enggak lebih dari sampah yang emang pantas buat di injek atau di pandang sebelah mata."
"CK." Seungmin mendorong kasar tubuh Hyunjin, namun lagi-lagi lelaki yang lebih tinggi itu memojokkan posisinya. "Jangan ikut campur!"
"Urusanmu, bakalan jadi urusanku juga." Kata Hyunjin.
Seungmin menggerutu pelan, di tatapnya kedua mata tajam milik Hyunjin. Tidak ada lagi tatapan memuja yang laki-laki itu tunjukkan untuknya, sekarang hanya ada tatapan tajam yang di penuhi emosi serta raut kecewa yang Hyunjin tunjukkan untuknya. "Nggak ada hak buat kamu ikut campur!"
"Ada. Kami berteman, dan kamu udah bikin Jeno celaka sampai kehilangan banyak darah dan kakinya harus ngalamin cidera parah. Kamu nggak mikir kalau kamu disini orang paling egois Min?" Tanyanya. Seungmin membungkam mulutnya untuk tidak berbicara. "Aku tau kamu cinta sama Jeno, atau cintamu itu udah mirip kayak suatu obsesi. Tapi apa kamu yakin obsesi mu itu di tujukan untuk Jeno?"
"Maksud?"
Hyunjin tertawa sumbang. "Jaemin, yang menjadi obsesi mu itu dia kan? Jeno hanya tameng untuk menghancurkan Jaemin karena kamu tau dia orang yang bakalan ngalahin kamu dalam hal apapun. Right?"
Seungmin menghembuskan napas panjang, sekali lagi dia mendorong tubuh bongsor milik Hyunjin. Dia menunjuk tepat di dada lelaki itu. "jangan sok baik Jin, kamu bukan Tuhan yang ikut andil dalam masalah ini. Mau obsesi atau apa kek, yang jelas nggak ada hubungannya dengan mu!" Bentak lelaki mungil itu.
Dia pergi meninggalkan Hyunjin yang sejak tadi menahan emosinya. Dia kembali menatap ponselnya, mematikan rekaman yang sejak tadi menyapa semenjak Seungmin masih menelpon ibu nya. "Hah..." Ia menghela napas panjang.
"Persetan dengan perasaan. Orang seperti Seungmin, memang enggak pantas untuk di cintai."
-
Jaemin memandangi dirinya dari pantulan kaca bulat yang di berikan oleh Renjun dan Haechan. Kedua temannya itu terus menemaninya semenjak Jaemin siuman dua hari yang lalu. Sementara Jeno, lelaki itu masih belum sadarkan diri karena mengalami benturan kepala yang cukup keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ ✔ ] senja tak berwarna . nomin
Jugendliteratur"tentang aku, Na Jaemin yang selalu diam di kejauhan lalu berpikir untuk mengagumi mu, Lee Jeno." bxb. 030323 || 1 #schoolife 090423 || 1 #teenfanfiction 100523 || 1 #nctfanfic 130623 || 1 #najaemin 130623 || 2 #nomin