Prolog

246 21 6
                                    

Yatim piatu setelah beberapa jam dilahirkan tidak pernah menjadi pilihan hidup seorang anak. Terlebih harus menjalani kesehariannya dengan duduk pada kursi roda setiap hari hingga berpulang nanti. 

Namanya Alenia Jia Putri. Perempuan cantik lagi anggun yang penuh akan kelebihan di dalam dirinya. Sekalipun ia dan saudara kembarnya adalah seorang yatim piatu, tapi tidak pernah keduanya rasakan hidup tanpa kasih sayang orang tua.

Dengan berbaik hati sahabat orang tua mereka menjadikan Alenia dan Refanio sebagai bagian dari keluarga. Merawat dan membesarkan keduanya dengan begitu banyak limpahan kasih sayang. Tidak pernah merasakan kekurangan sedikit pun.

Contohnya saja hari ini, perayaan ulang tahun Alenia dan Refanio yang ke-tujuh belas tahun. Jika biasanya akan dirayakan di rumah seperti ulang tahun saudaranya yang lain, maka kali ini berbeda, ulang tahun mereka dirayakan dengan begitu meriah di salah satu hotel terkenal di kota besar.

Acara yang didominasi dengan warna biru dan putih itu begitu indah dipandang mata.  Hiasan ruangan yang sederhana namun sangat berkarisma. Sungguh, Alenia bahagia hari ini.

"Selamat ulang tahun, Alen!"

"Terima kasih, Caca!" balas Alenia pada gadis di depannya. 

"Ini kado untuk kamu." Caca memberikan satu kado yang berukuran tidak terlalu besar tidak terlalu kecil pada sahabatnya. Lalu beralih pada Refanio, laki-laki pemilik senyum yang selalu saja smrik. "Nih! Kado yang lo minta kemarin! PS5, kan?"

Refanio mengangguk lalu mengambil kado yang diberikan oleh Caca. "Lo baik banget, sih?! Makasih, ya!"

Caca mendengus, sepertinya setelah ini ia akan menyesal seumur hidup karena sudah menuruti kemauan laki-laki di depannya ini. Tak ingin lama-lama, ia segera berpamitan pada Alenia dan berjalan menjauh dari keduanya.

"Itu apa, Bang?" 

Refanio menoleh, " PS 5."

"Abang jailin Caca lagi? Gak bosen-bosen, ya?"

"Gak! Itu sebagai awal kerja sama yang baik," balas Refanio dengan santai.

"Bohong!"

Alhara yang dari jauh melihat pertengkaran anak kembarnya di meja depan segera mendekat. "Kenapa lagi, Kak?" Sembari mengelus lembut pucuk kepala Alenia.

"Bunda, Bang Refan jailin Caca lagi. Sampai-sampai dibeliin barang mahal."

Alhara memicingkan matanya, menatap tajam pada Refanio yang jahilnya di luar batas. "Abang! Bunda jodohin sama Caca baru tahu rasa kamu!"

Caca Anggriana adalah teman kelas Alenia dan Refanio sejak SMP. Caca juga adalah sahabat dekat Alenia yang selalu berkunjung ke rumah ketika senggang. Kedekatan merekalah yang menjadikan masing-masing orang tua saling berdekatan.

"Bunda! Ucapan gak ada yang tahu bakalan jadi doa atau nggak!" balas Refanio tegas. Di dalam hati sangat mengutuk manusia pendek yang baru saja memberinya hadiah hasil kesepakatan.

"Awas kalau kamu jailin Caca lagi! Bunda jodohin!"

"Jodohin saya sama Alenia aja, Tante!"

Alenia, Refanio, dan Alhara menoleh serempak. Di depan sana ada laki-laki tinggi berkemeja hitam yang begitu tampan. Pipi Alenia memerah kala menyadari pandangan mereka sudah terlalu lama. Alenia membuang pandang.

"Jodohin saya sama Alenia, Tante. Boleh, kan?" tanya laki-laki itu lagi saat tiba di depan Alhara. 

"Masih kecil! Kalau kamu mau sama anak Tante, cari kerja yang bagus, setelah itu datang ke rumah untuk lamar Alenia."

Lampu hijau diberikan oleh Alhara sontak menarik perhatian Alenia untuk menatap laki-laki itu yang juga memandangnya.

"Boleh, Tante?" 

"Bolehlah!"

"Jangan mau sama Abimanyu, Dek!" Suara terdengar dari arah belakang mereka. Anak tertua di keluarga sudah datang dengan kemeja putih dan jas hitam yang tersampir di lengannya. Laki-laki itu segera mengambil posisi tepat di samping Alenia, menjadikan lengan gadis yang duduk di kursi roda itu sebagai pondasi tangannya berdiri. "Jangan mau, Dek. Abimanyu terlalu jauh kalau dibandingkan sama kamu. Kamu itu berbakat dari sisi mana pun, sedangkan dia gak tahu apa-apa," ejek Rafabian dengan wajah songongnya.

"Anda siapa? Alenia itu pujaan hati saya, Anda tidak perlu menilai dari dari cara pandang yang tidak logis itu. Alenia jelas tidak akan terpancing dengan omongan-omongan busuk yang--"

"Diam, Abi!" potong Arman geram yang dengan sengaja membekap mulut anak tunggalnya tanpa rasa bersalah. "Banyak bicara sekali anak ini!" gumam pria paruh baya itu sekali lagi.

Alenia hanya bisa menyaksikan dan menutupi mati-matian rasa yang menggebu di dalam hati. Pertama kalinya ia dilamar secara tidak langsung oleh laki-laki, apalagi di depan para orang tua dan kakak-kakaknya. Sungguh, Alenia malu sekaligus senang.

"Maaf, ya, Bundanya Ian, anak saya memang sedikit gila akhir-akhir ini."

Perempuan bercadar itu hanya terkekeh kecil dan mengangguk. "Kalian lanjut aja ngobrolnya. Mari, Pak, orang dewasa khusus di sebelah sana," katanya mengarahkan.

Kursi kosong di depan Alenia dan Refanio segera diisi oleh Abimanyu dan Rafabian, mereka duduk hanya berbataskan meja bundar yang cukup besar. 

"Alen, ini kado buat lo." Abimanyu menyerahkan satu buah kotak kecil berwarna putih pada Alenia. 

"Buat gue mana, Bang?" tanya Refanio.

"Skateboard, kan? Ada di mobil, jangan manja."

Alenia tertawa melihat raut wajah Refan yang berubah masam, sungguh, di hari bertambahnya usia laki-laki itu harus mendapat banyak sekali cobaan kesabaran. 

"Alen!" Pemilik nama menoleh, menatap Abimanyu dengan alis yang terangkat.

"Lo udah 17 tahun, tiga tahun lagi gue lamar, mau, gak?"

...

TIM ABIMANYU DAN ALENIA MANA NIH?

LAMA NUNGGU YA? MAAF!!

AleniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang