Hai?
Semoga suka, ya? Akhir-akhir ini sedikit berantakan karena aku juga punya cerita baru yang harus selesai sebelum bulan delapan. So, i'm sorry if the schedule is messy:(
6. Sehari Bersama
Pagi ini, Alenia meminta izin pada bunda dan abinya untuk menghabiskan hari di luar. Memanjakan diri sejenak, melupakan banyak perkara yang akhir-akhir ini memenuhi pikirannya.
Perpustakaan adalah pilihan yang tepat untuk berdiam diri seharian tanpa riuh dari banyak suara.
Perempuan itu duduk di kursi rodanya pada salah satu tempat baca, yang tidak diisi oleh siapa pun selainnya.
"Permisi, boleh duduk di sini?"
Alenia menoleh, sedikit terkejut dengan kehadiran Rian di tempat yang sama. "Loh? Buat apa di sini?"
Rian terkekeh kecil, ia menarik salah satu kursi yang sedikit berjarak dari Alenia, mendudukkan dirinya di sana. "Aku tadi ke rumah, kata om Arka kamu ke sini."
Dua minggu sejak lamarannya diterima, Rian mengubah caranya berkomunikasi dengan Alenia, menjadikannya lebih santai.
"Kenapa ke rumah?"
"Mau ajakin kamu keluar. Eh, malah kamunya pergi duluan."
"Kamu tau aku di sini dari siapa?"
"Dari Tante Lhara."
Alenia tidak lagi merespon. Ia memilih melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Membiarkan Rian sibuk dengan urusannya. Jujur saja, Alenia tidak peduli dengan dunia di sekitarnya. Tujuannya kini mendapatkan sunyi yang sejak beberapa hari lalu tiada didapatinya.
Hingga tiga jam berselang, setelah melalui banyak gaya agar tetap betah menguraikan satu demi satu kalimat yang dibacanya, Alenia memilih selesai.
"Rian?" panggilan Alenia tidak berlanjut.
Rian ternyata telah tertidur di sampingnya. Wajah tentram laki-laki itu begitu lelap di dalam tidurnya. Buku yang dibacanya tadi masih terbuka lebar.
Alenia menatap Rian cukup lama. Tangannya bergerak menyentuh lengan Rian, membangunkannya. "Rian ... aku mau pulang, kamu masih mau di sini?"
Rian melenguh, mengerjabkan matanya berkali-kali. "Sudah mau pulang?" tanyanya sembari menegakkan tubuh.
Alenia mengangguk.
"Ayok!"
Laki-laki itu segera berdiri, membantu Alenia mendorong kursi rodanya menuju rak buku untuk mengembalikan buku yang dibaca tadi.
"Mayra di mana?" tanya Rian sedikit serak.
"Ada di parkiran."
Begitu tiba di tempat tujuan, Rian sedikit kecewa saat Mayra akan membantu Alenia masuk ke dalam mobil. Secara tidak langsung sudah pasti Alenia akan pulang ke rumah, tidak menghabiskan waktu bersamanya untuk lebih lama.
"Hm ... dek, kamu ikut kakak aja, ya?"
Mayra bertanya, "Ke mana, Kak?"
Alenia menoleh sebentar pada Rian yang ada di belakangnya lalu kembali menatap sang adik. "Aku sama Rian mau makan siang di luar, habis itu jalan-jalan," katanya yang berhasil menciptakan senyum di bibir Rian. "kamu mau?"
"Mau, Kak, ayok!"
"Alen? Kamu gak capek?"
"Kamu tadi udah temanin aku baca buku, sekarang gantian."
Betapa senangnya Rian mendengar jawaban Alenia. Dengan segera ia mendorong kursi roda perempuan itu menuju mobilnya yang terparkir.
"Jadi, kita mau ke mana?"
**
Alenia menoleh pada laki-laki di sampingnya. Lalu melirik kecil pada Mayra di belakang yang masih setia dengan dunianya sendiri.
"Rian ...," panggilnya yang hanya dibalas deheman. "Makasih karena sudah ditemanin dari tadi."
Rian mengangguk. "Sama-sama, Len. Oh iya, besok kamu free time, gak?"
"Siang sampai malam."
"Mau pergi? Aku mau kenalin kamu sama keluarga besar. Ya ... itupun kalau kamu gak keberatan."
"Boleh."
Rian menoleh sekilas. "Beneran?" Anggukan dari Alenia menjawabnya.
Alenia tersenyum tipis melihat ekspresi tunangannya itu. Ternyata, sekecil apapun perlakuan baiknya, akan sangat berarti untuk Rian.
Berbicara mengenai tunangan, Alenia tiba-tiba murung, memikirkan kisahnya selanjutnya. Apakah benar ini rencana Tuhan? Apakah Rian adalah jodohnya?
"Semoga semuanya baik-baik aja," lirihnya tanpa sadar.
"Pasti baik, Len," celutuk Rian menambahkan.
keduanya saling menatap cukup lama sebelum Rian kembali memandang lurus ke depan sana. Walaupun dirinya tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Alenia, tapi semoga saja balasannya menjadi doa terbaik.
"Len, apa pun yang buat kamu kepikiran sampai akhir pertunangan kita nanti, jangan egois sama diri kamu sendiri, kalau kamu gak cinta sama aku, lepas ya, Len?" Entah keberanian dari mana, tapi Rian sadar, cinta tidak bisa dipaksakan. Apalagi perihal pernikahan.
Alenia menunduk. "Bantu aku sampai cinta sama kamu."
Rian mengangguk pasti. "Selalu, aku akan selalu bantu kamu."
_____
Alenia, Rian dan Mayra benar-benar menghabiskan waktu bersama selama satu hari full. Mulai dari makan siang bersama, jalan-jalan mencari pantai yang indah, sampai menyaksikan sunset bersama.
Tidak yang banyak mereka lakukan, hanya sebatas mencari bahagia.
Mayra juga tidak pernah protes atas ajakan Rian dan Alenia yang terkesan menjadikannya figura bagi keduanya. Mayra justru ikut menemani kakak dan calon kakak iparnya itu ke mana pun dan kapan pun ia dibutuhkan.
Hingga menjelang malam, Rian segera mengantarkan dua perempuan cantik itu pulang ke rumah.
"Kamu masuk aja dulu, pasti Bunda tunggu kita di dalam," ujar Alenia.
Mayra mengangguki, "Iya, Kak. Kak Rian masuk aja dulu. Sekalian shalat isya bareng-bareng."
Mau tidak mau Rian mengangguk, menyetujui keduanya. Mayra berjalan lebih dulu menuju pintu utama, sedangkan Alenia dibantu oleh Rian.
"Assalamualaikum," salam ketiganya yang disambut hangat oleh beberapa orang di ruang tengah. Rian segera menyalami Abi Arka, menangkup kedua tangannya saat berhadapan dengan wanita berniqob yang sebentar lagi akan menjadi Ibu mertuanya.
"Kalian ke mana aja? Kok seharian ada di luar?" tanya Alhara.
Arka menyela, "Duduk dulu, Nak. Mayra sama Alenia, masuk kamar bersih-bersih dulu."
Pemilik nama segera menjalankan perintah. "Kita masuk dulu, ya."
"Jadi? Kalian ke mana tadi?"
"Tadi ke gramed, Tante. Setelah itu makan siang, Mayra juga tadi mau ke pantai, jadi sekalian sampai lihat matahari tenggelam."
Tidak lama, Mayra kembali bergabung ke ruang tengah, tapi kali ini membawa nampan berisi teh hangat untuk beberapa orang.
"Eh, astagfirullah, maaf ya, Rian. Tante lupa, keasikan cerita soalnya."
Rian tertawa kecil, "Tidak apa-apa, Tante." Walaupun dirinya adalah orang asing di keluarga ini, tapi dengan kehangatan keluarga Edzar, mereka bisa dengan mudah berinteraksi. "Makasih, Dek," katanya pada Mayra yang dibalas anggukan.
"Ayo, diminum, Rian. Setelah ini, kamu ikut Om ke masjid untuk shalat isya sama-sama."
______

KAMU SEDANG MEMBACA
Alenia
Novela JuvenilCinta yang dimiliki untuk seseorang akan kalah dengan semua rencana dari-Nya. Tidak semua hal yang diinginkan harus dimiliki, bisa jadi Tuhan menggantikan dengan yang lebih baik. Semua sudah jelas, manusia berencana, tapi Tuhan yang punya aturan.