Chapture 4

5 0 0
                                    

Sebagian besar dari kami di Komunitas ini sama seperti Tony, gelandangan yang tak punya kewarganegaraan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sebagian besar dari kami di Komunitas ini sama seperti Tony, gelandangan yang tak punya kewarganegaraan. Itu hanya salah satu bagian di dalam perangkap yang menjerat kami m, masih banyak hal lainnya. "Aku juga ilegal. Aku tak punya akta kelahiran, tidak punya apa-apa. Aku bahkan tak tahu di mana aku dilahirkan." "Aku ada di sana." Dia menyobekplastik setelah selesai membalut lukaku. "Kurasa saat itu kami sedang di Newcastle."

"Sejauh itu? Di utara?" Aku baru tahu Tony sudah selama itu bersama dengan komunitas, anehnya aku senang karena satu ruang kosong kecil akhirnya terisi. "Apa kau ingat ibuku?"

Tony mengangkat bahu. "Ya, dia salah satu pendamping Sang Peramal saat itu. Seorang wanita cantik, agak mirip denganmu. Apa kau tak punya ingatan tentang dia sama sekali?"

Aku mengangguk. "Bukan dari saat itu, melainkan setelahnya, setelah kesehatan Ibu menurun." Ibuku meninggal akibat kanker saat aku berumur 8 tahun setelah setahun berjuang melawan penyakit itu, dan yang bisa kuingat dengan jelas hanyalah wanita yang sangat kurus dengan pelukan erat dan hangat.

Untungnya aku cukup besar untuk mengambil alih tugas-tugasnya, jadi kami tetap punya tempat tinggal selama hari- hari terakhir penyakitnya. Bahkan saat menjelang ajal, dia tak bisa ke rumah sakit, Sang Peramal tidak mengizinkannya.

Laki-laki itu berkata dokter tidak akan bisa membantu ketika kekuatan penyembuhannya sendiri tak berhasil mengalahkan kankernya. Saat itu aku percaya kepadanya, tetapi sembilan tahun kemudian dan setelah jauh lebih bijaksana, aku bertanya-tanya.

Bagiku, kekuatan penyembuhannya tak pernah lebih dari sekadar berusaha menyembuhkan penyakit dengan kehendak. Ibuku membuktikan bahwa orang tak bisa memercayai diri sendiri dengan lebih baik sambil mengabaikan rasa nyeri ketika tubuhnya melemah. Seperti yang disuruh Sang Peramal.

"Sepertinya cukup." Tony memasukkan peralatan kesehatannya kembali ke tas. "Apa kau akan menceritakan kepadaku bagaimana kau sampai bisa begini?"

Aku menelan ludah kemudian mengangguk. Aku harus mengatakannya kepada Sang Peramal nanti, jadi sekalian saja aku mencoba bagaimana reaksi seorang teman terhadap ceritaku. "Aku sedang di tempat yang sesuai dengan perintah tadi malam."

Tony duduk di kasurnya. Dia sudah tahu bagian itu karena hadir di pertemuan tempat tugas kami dibagikan seperti biasa. Komunitas kami tinggal di sebuah wilayah di London timur yang memiliki kawasan kaya dan pengembangan Olimpiade baru di Lee Valley dan mengisap kekayaan seperti parasit terhadap hewan yang sehat.

"Tadinya semua berjalan lancar, aku mengambil iPhone dan iPad dari ranselnya, pencurian yang mulus tanpa kendala."

Tony bersiul kagum. "Kalau aku pasti lolos ketika benda-benda itu... eh...iya yah, benda-benda itu meledak." Tony menggeleng. "Phee, barang-barang itu tidak bisa meledak begitu saja."

Aku mengacungkan tangan sebagai bukti. "Sekarang bisa. Rasanya seolah-olah orang itu memasukkan sesuatu di dalamnya atau apalah. Kurasa dia melakukan sesuatu pada barangnya." Terpikir sesuatu olehku. "Astaga, menurutmu dia bukan teroris yang berencana mengebom sesuatu, kan?" Itu bisa jadi bencana kalau benar dia adalah seorang teroris.

SAVANT 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang