"TONY, TONY, BIARKAN AKU MASUK!" Aku menggedor pintu darurat di bagian belakang Komunitas dengan kepalan tangan yang tidak terluka, di bagian samping pintu ini terdapat palang untuk mendorongnya, jadi aku harus menunggu seseorang yang kasihan kepadaku untuk membukanya sebelum bisa masuk.
Sesuai dugaan, Tony satu-satunya yang bertugas sepagi ini. Yang lainnya sedang berpencar "mengumpulkan" harta benda untuk Komunitas. Aku bisa mendengarnya beringsut ke pintu, tungkainya yang cacat diseret saat dia berjalan. Dia menghempaskan tubuh ke palang dan mendorongnya. Bagian dasar pintu menggesek lantai beton.
"Phee, kenapa kau pulang secepat ini?" Dia mundur untuk membiarkanku lewat, lalu menyeret pintu. "Di mana tasmu? apa kau menyembunyikannya?" Laki-laki bertubuh kecil dengan rambut pirang sewarna merica dan kulit garam, bagaikan perunggu, dan mata seperti burung di semak-semak yang selalu mewaspadai predator, Tony adalah orang terdekat yang bisa didefinisikan sebagai teman.
Dua tahun yang lalu, dia kalah beradu argumen dengan truk yang sedang dia curi di tepi jalan di dekat Walthamstow, tanpa menyadari sopirnya sedang tidur di kokpit. Orang itu kabur ketika melihat kekuatan telekinetik Tony yang sedang membuka kunci pintu, tanpa mencari tahu apa penyebabnya.
Tony tergilas roda dan nyaris tewas. Sejak saat itu, dia hanya menggunakan satu lengan dan kaki yang sehat, yang lainnya remuk dan tidak pernah sembuh dengan benar walaupun sudah banyak cara yang kucoba untuk menyembuhkannya. Anggota Komunitas tidak diizinkan menggunakan layanan gawat darurat. Kami harus berada di luar radar, menurut pemimpin kami.
"Seharusnya kau belum pulang." Bimbang, Tony berdiri di dekat pintu masuk, tak tahu apakah sebaiknya mengusirku atau menutup pintu.
"Aku terluka."
Dia menoleh ke belakang dengan gugup. "Tapi kau masih bisa berjalan, Phee...kau tahu aturannya."
Karena sudah cukup lama kesakitan, mataku mulai digenangi air yang tak seharusnya kuteteskan. "Aku tahu aturan-aturan sialan itu, Tony. Tasku sudah jadi abu, oke? Dan aku terbakar." Aku mengacungkan tangan yang melepuh. Kali ini aku menginginkan simpati, bukan disuruh menjalankan tugas. "Sakit sekali."
"Astaga phee, kelihatannya parah." Sesaat, pundaknya melengkung dengan sikap putus asa saat dia merenungkan konsekuensi membantuku, kemudian menegakkan diri. "Seharusnya aku tak boleh membiarkanmu masuk, tapi masa bodoh. Ikut aku, biar kuobati lukamu."
"Terima kasih, Tony. Kau seorang pahlawan." Kebaikannya lebih daripada yang dia sadari.
Sambil menutup pintu, dia menepis apresiasiku. "Kau dan aku tahu ini bukan akhir dari perkara, tidak ketika pemimpin kita mendengarnya." Dia mengangkat bahu dengan pasrah. "Tapi sebelum itu, mari kita urus lukamu. Kurasa kita berdua akan menyesalinya."
Aku mengusap air mata dengan punggung tangan. "Maafkan aku."
"Ya, ya." Sambil memunggungiku, dia memberikan isyarat meremehkan dengan jari-jarinya. "Kita semua menyesal sepanjang waktu." Dia terpincang-pincang menyusuri koridor yang berbau tak sedap, setengah ruang bawah tanah dan setengah terowongan servis.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVANT 2
RomanceBagaimana perasaanmu ketika mengetahui pasangan jiwamu adalah seorang pencuri? Dia adalah Phoenix atau bisa dipanggil Phee, mencuri bukanlah sesuatu yang dia inginkan tapi dia terpaksa karena untuk bertahan hidup. Phoenix hanya ingin bertemu orang...