Chapture 6

4 0 0
                                    

PUKUL 9 MALAM, waktu yang paling tidak kusukai dalam sehari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


PUKUL 9 MALAM, waktu yang paling tidak kusukai dalam sehari. Baik hujan maupun cerah, Komunitas berkumpul di taman bermain rusak di tengah kompleks perumahan untuk melapor kepada Sang Peramal.

Seperti Paus pada Minggu Paskah, dia muncul di balkon di atas kami. Dia memandang, sementara orang-orangnya mengambil jarahan dari setiap pekerja. Setelah itu, jadwal keesokan harinya diumumkan, dan jika semua berjalan dengan baik, kami bubar, entah ke kamar masing-masing ataupun menuju tugas lain.

Itu jika semua berjalan dengan baik.

Jika tidak, pelanggar akan dibawa ke kamar Sang Peramal untuk bicara langsung dengannya. Aku tahu kemungkinan itulah yang akan kuhadapi, tidak ada barang untuk diserahkan pasti mendapatkan perhatian lebih darinya.

Aku bersiap untuk pergi ke pertemuan dengan memakai atasan berlengan panjang untuk menutupi luka bakar dan mengikat perban di telapak tangan agar kelihatannya aku hanya teriris tanpa sengaja, cedera yang sering terjadi akibat menyusup sangat kecil kemungkinannya menarik perhatian.

Aku mengecek penampilan di potongan cermin yang masih menggantung di atas wastafel kamar mandiku. Kulitku yang sedikit kecokelatan membuat mata biru tuaku kelihatan lebih terang daripada biasanya, rambut sebahu kupotong dengan kasar sepekan yang lalu dan sekarang tergerai tak rata mengelilingi wajah, ujungnya melengkung ke luar.

Rambut ini kelihatan lebih baik daripada seharusnya setelah pembabatan yang kulakukan dengan gunting kuku. Tanpa kosmetik dan dengan deretan tindik sederhana di telinga, aku kelihatan lebih muda daripada 17 tahun yang kuharap akan memberikan keuntungan bagiku.

Alarm jam di meja samping tempat tidur berbunyi mengingatkan bahwa waktuku hanya tinggal satu menit sebelum panggilan berkumandang. Aku meninggalkan kamar dengan berlari-lari kecil dan bergabung dengan yang lain, mereka berlari menuruni anak tangga ke taman bermain.
Tidak ada yang bicara, ketegangan di saat-saat seperti ini selalu tinggi, setelah cobaan berat dilalui, barulah kami berhenti untuk bicara. Aku menyelinap ke tempatku yang biasanya di dekat bundaran dan duduk di tepinya sambil mengorek-ngorek cat. Aku bisa melihat Tony berdiri di samping ayunan, seperti biasa tak menarik perhatian.

Tepat pukul 9, dengan sentuhan pikiran Sang Peramal pintu dibuka sendiri di lantai paling atas dan sosok bersetelan jas putih muncul dari sana.

Nama aslinya tak diketahui. Rambut hitam licin disisir ke belakang, wajah dengan dagu berlipat, jari-jari gemuk penuh cincin emas dan berlian, dia seperti seorang yang menunggu serangan jantung untuk ajalnya, tetapi sayangnya tak pernah lebih dari kedutan.

Terkadang aku berkhayal bagaimana jika dia terjungkal, apakah kami semua bubar seperti orang yang melarikan diri dari penjara atau apakah perundung lain menggantikan tempatnya? Sudah dua tahun dia menyiapkan Dragon dan Unicorn untuk menempati kedudukan teratas, menghibur diri dengan persaingan mereka.

Kalau ada yang mengambil alih posisinya, pasti salah satu dari mereka berdua. Talenta Dragon adalah menggerakkan benda-benda dengan pikirannya atau bisa di sebut Telekinesis, aku pernah melihatnya menggeserkan mobil dengan cara itu.

SAVANT 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang