~Sebuah Surat~

12 0 0
                                    

2009-2017 (Jujur sebenarnya aku lupa kapan kita pertama bertemu)

Hanya sebuah coretan dariku.


Sebelum memulai, ada baiknya aku menyapa bukan?

Hai semua. Baiklah oke, langsung menuju intinya saja. Cerita ini bisa disebut sebagai gerbang perasaanku. Ya, aku. Seseorang yang sangat bersyukur bertemu dengan mereka semua. Ada banyak hal yang terjadi, dari hal yang kuinginkan dan ada pula apa yang tidak kuharapkan. Perasaan ini aneh, tidak menentu. Terkadang bisa naik, dan tiba-tiba turun.

Untuk sekedar informasi yang tidak terlalu penting, seseorang dengan sifat penutup akan merasa susah−sangat susah, untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Berbeda dengan seseorang yang mudah berbaur dan pandai menjalin komunikasi dengan sekelilingnya seperti banyak remaja kekinian. Dan hal itu yang aku alami.

Perasaan itu, kucoba untuk mengeluarkan semua itu disini. Tentang bagaimana aku bertemu mereka, tentang apa yang sebenarnya aku rasakan selama ini, tentang bagaimana aku mengenal mereka, dan tentang bagaimana diriku yang sekarang.

Siapa yang kumaksud dengan 'mereka'? Bukankah mereka hanya sosok fiksi? Atau mereka sosok yang nyata? Bila ada yang bertanya seperti itu, akan kujawab 'ya', untuk keduanya. Mereka adalah sosok fiksi yang menjadi nyata, sekaligus dapat juga dikatakan bahwa mereka adalah sosok nyata namun nampak fiksi. Tapi itu semua tidak menjadi masalah. Mereka tetaplah mereka. Gadis-gadis remaja yang mencari tempat untuk berlari bebas dari sangkar berwujud rumah.

Cerita ini mencakup tentang hal penting yang menggabungkan tali kasat mata bernama persahabatan antara kami. Semua itu hanya berawal dari ketertarikan semata. Sebuah poin penting yang tidak ingin kuhilangkan dan ingin kutunjukkan dengan bangga di depan semua orang. Ketertarikan terhadap sebuah olahraga yang banyak digemari banyak laki-laki di seluruh dunia.

Sepakbola.

Hal yang membuat kami menjadi 'kami'.

Ngomong-ngomong, untuk kalian berlima dan yang lain yang membaca ini, anggap saja ini sebagai curahan hati, rasa terima kasih, sekaligus permintaan maaf dariku. Setelah sekian lama, akan lucu bila aku menyampaikan hal ini kepada kalian satu persatu. Jadi lebih baik kugabung saja. Karena aku baru merasa sangat bersyukur bertemu kalian. Terima kasih, karena keahlian yang kupunya justru kuketahui dan terasah oleh bantuan kalian. Walau aku ragu kalian tahu itu. Dan maaf, untuk beberapa hal. Aku juga tidak bisa menampilkan semua orang disini. Orang-orang lain yang juga menemani jalan kita.

Sebagai tambahan, sifat yang ada disini mungkin benar atau sepenuhnya salah. Karena sangat tidak mungkin, atau bahkan tidak bisa, bila kukatakan sifat kita sebenarnya seperti apa. Tapi jangan khawatir, beberapa ada yang kucantumkan. Seperti sifat terlalu polos dari anak berambut pendek dan berkulit coklat gelap yang selalu bersemangat ketika berada di depan gawang. Atau anak berambut sebahu yang selalu ceria bila dikelilingi oleh adik-adik kecilnya di tempatnya dahulu tumbuh besar. Bahkan, kecantikan anak berambut pirang panjang dengan mata tajam itu juga masih kusebutkan.

Mungkin−bila kalian menyadari−cerita ini memang agak terlalu berlebihan. Dan perlu digarisbawahi, aku mencoba untuk tidak menjadi sekeren mungkin. Tapi aku memang sudah keren, 'kan? Mau bagaimana lagi.

Oke, bercanda. Hei kiper rambut coklat, tolong tahan sepatumu ditempat. Aku tarik kalimatku.

Tapi cerita ini membuatku seperti menaiki mesin waktu. Kembali ke beberapa tahun lalu yang dihiasi dengan riuh saat kita saling berkumpul. Saling menyapa, menunggu balasan dari yang lainnya, hingga tertawa terpingkal-pingkal di rumah masing-masing karena terbawa suasana. Tidak ada yang salah bukan bila aku mengingatnya? Karena hal itu yang benar-benar menjadi tempatku berlari ketika penat, mungkin kalian juga sama.

Aku ingin mengulang dan merasakan suasana itu lagi. Tapi, untuk berbagai alasan, sekarang hal tersebut hampir melewati garis benar-benar mustahil. Aku hanya ingin memberikan hal kecil untuk membalas hal-hal besar yang telah kuterima dari kalian.

Aku tidak pernah menganggap perpisahan adalah sebuah hal yang nyata. Karena itu, dariku yang terakhir....

Dapatkah kita kembali?


***


Untuk: Kalian berlima (Kini aku baru mengingat pentingnya kita memberi nama resmi kepada kelompok ini dulunya)

The Red BondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang