"Bibi .... pengen banget makan kue buatan tangan Bibi waktu ulang tahun Ale nanti, kita makan bareng ya? Ale juga pengen pakai baju baru. Bibi nanti juga harus senyum, ga boleh nangis terus."
Lastri terkekeh pelan.
Wanita paruh baya itu membantu memotongkan buah apel untuknya. Mendengarkan Alen banyak bercerita, mirip seperti waktu dulu. Ia akan selalu siap pasang telinga, setidaknya untuk sesaat anak itu berhenti memendam luka, dan mau berbagi sedikit cerita dengannya.
"Apa Papa ga nyariin Bibi?" tanya Alen, setelah menyadari Lastri lebih banyak menemaninya.
"Akhir-akhir ini Tuan besar jarang pulang," balas Lastri, kemudian melihat perubahan ekspresi Alen secara mendadak, nampak cemas.
Ya, mungkin apa yang dialami oleh Abi akhir-akhir ini tidaklah mudah. Masih banyak media yang memburu dan memberitakan sisi keburukannya, belum usai meskipun ia sudah sementara dibebaskan.
"Itu semua bukan karena Den Ale." Tepis Lastri, tak ingin anak menambah beban pikirannya lagi.
Air mata Alen tiba-tiba jatuh.
"Den...." Panggil Lastri, panik. "Apa ada yang sakit?" tanyanya.
Remaja itu menunduk. "Ale udah capek, Bibi. Pengen istirahat sebentar," ujarnya pelan.
Lastri kembali mengelus punggung bergetar milik Alen. Ia tahu jika apa yang dialaminya tak mudah. Alen yang selalu terpuruk, dipaksa untuk berdiri dengan kondisi penuh luka seolah tak terjadi apa-apa.
Namun kali ini Lastri lega, Alen akhirnya berhasil mengutarakan kata-kata itu dari bibirnya, ucapan yang bahkan mungkin tak pernah ia sampaikan seumur hidupnya.
Ia juga manusia yang bisa lelah.
Ingin dibiarkan beristirahat tenang meskipun hanya sesaat.
"Iya, istirahat lah sebentar jika Den Ale lelah. Tapi jangan-jangan lama-lama ya, entar banyak yang nungguin."
"Memangnya siapa aja?" tanya Alen berganti mencibirkan bibirnya.
"Bibi, Dokter Gala, Ikbal, terus—" Ucapan Lastri terpotong, memikirkan siapa lagi setelahnya.
"Cuma tiga doang?" tanya Alen, kecewa.
"Tidak, banyak kok. Kemarin Den Ikbal bercerita kekuatannya saat tawuran seperti satu banding sepuluh ribu."
"Hoax." Tepis Alen segera.
"Gua denger!" Ikbal yang tadi duduk memejamkan mata, tampak tertidur di sofa tiba-tiba menyahut.
Telinganya sangat sensitif jika orang lain tengah ngerumpi tentangnya.
Lastri terkekeh.
************
Semudah itu kedudukan yang Abi bangga-banggakan kini dengan mudahnya akan hilang.
Hal yang membuatnya merasa congkak, hingga kepalanya tak pernah sekalipun menunduk kebawah.
Merasa paling memiliki kekuasaan.
Menjalin pertemanan bisnis dengan orang-orang hebat yang kini bahkan tak lebih menjadi duri yang menerkamnya sendiri, tak ada yang peduli, dan meninggalkannya setelah kasus yang menjeratnya akhir-akhir ini.
"Masih banyak karyawan yang mengundurkan diri. Bapak perlu memikirkan kembali sebelum langsung menyetujuinya." Lapor seketarisnya.
"Apa kamu juga tidak ingin segera mengundurkan diri?" tanya Abi.
Wanita muda itu menunduk, "Saya sudah melamar di kantor lain."
Abi tersenyum kecut. "Ya, silahkan pergi."
![](https://img.wattpad.com/cover/257896317-288-k220717.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alleen ✓
أدب المراهقين[Halal Area] BUKAN lapak bl atau b×b👊 Alleen hanya ingin menjadi yang terbaik. Apa pun cara akan ia lakukan agar mereka dapat menerima kehadirannya. Ia yang tak pernah diharapkan dari lahir, seharusnya tak perlu hidup dan menanggil lelaki yang hidu...