19 Negentien

3.3K 181 3
                                        

Plakk!!

Entah untuk beberapa kali tamparan itu mendarat dipipi mulusnya. Mata sayu Alen menatap geram kearah lelaki yang kini berdiri dihadapannya dengan seringai miring.

"Kau bodoh! tak akan membunuhmu jika kau mengikuti perintahku. Jadi, apa yang ingin kau pilih?"

"Bunuh saya," balas Alen lemah.

Tawa kencang Dion tiba-tiba pecah, menatap wajah putra dari sahabat, yang sekarang lebih tepat dikatakan sebagai musuhnya. “Kau tahu, nak?”

Wajah pucat Alen yang tertunduk lemas diangkat menggunakan sebuah revolver yang saat ini Dion pegang.

“Dulu aku dan Papamu pernah bersahabat, bercita-cita ingin membangunkan bisnis bersama-sama, suka dan duka sudah lama kami lewati hari demi hari. Sampai tiba suatu saat, kami mencintai seorang perempuan yang sama. Papamu itu rupanya juga menyukai perempuan yang sudah lebih lama saya dekati, hingga pada akhirnya dialah yang berhasil memenangkan hatinya.”

“Namun, bukan hanya itu saja, banyaknya permusuhan mulai tercipta dari sini, menimbulkan perasaan dengki, mimpi yang telah lama dibangun dengan sedemikian rupa harus berakhir dengan kata halusinasi. Hingga pada akhirnya kami menjalani hidup dengan sendiri-sendiri, status sahabat seketika berganti menjadi musuh yang selalu menyimpan kata benci.”

“Kau tahu?” tanya Dion kembali, Alen dengan wajah pucatnya masih menatap tajam.

“Betapa bahagianya ketika aku mendengar kehancuran seorang Abi, kematian Amara dan calon putra mereka, kehadiran seorang gadis bernama Aline, dirimu yang selalu ia cap sebagai pembawa petaka, dan hidup Abi merasa tersiksa.” Diakhir kata Dion kembali tertawa keras, menepuk sebelah pundak Alen beberapa kali.

“Karena itu aku ingin bekerja sama denganmu. Bongkar kembali semua aib dan perlakuan Abi kepadamu selama ini ke media masa, semakin gemparkan dunia, dan aku akan mengurus sisanya. Kau akhirnya bisa hidup tenang ketika Abi benar-benar berhasil dijebloskan ke penjara, begitu juga denganku. Bagaimana?" Tawar Dion kembali.

“Bajingan!" Umpat Alen.

Dugaan awal Alen benar siapa yang sebenarnya melaporkan Abi ke polisi waktu itu.

"Hm?"

“Jadi, alasan Om menyekap Alen ditempat ini hanya untuk meminta Alen agar menyepakati tawaran seperti itu? Menghancurkan kehidupan dan harga diri seseorang, setelah itu hidup berbahagia. Cih ... menyedihkan sekali.”

Plakk!!

Tamparan Dion kali ini begitu keras. Sudah beberapa jam Dion mencoba bernegosiasi dengan memberikan tawaran tawaran itu untuk Alen, dan menyiksanya berharap anak ini luluh dan berubah pikiran. Namun nyatanya tidak, Alen sama sekali tak tergiur dengan tawaran miliknya.

"Apa istimewanya Abi untukmu?!" Bentak Dion kemudian.

"Tidak ada. Saya mencoba membencinya karena perlakuannya selama ini, tapi saya tidak pernah berpikir akan berbalik menghancurkan kehidupannya karena saya tahu bagaimana rasanya dihancurkan. Saya memang bodoh, tapi cukup saya yang terluka."

Dion menggetarkan rahang, dengan mata memerah sirat emosi. Atensinya beralih kearah beberapa pria bertubuh kekar yang tak lain adalah anak buahnya.

“Siksa dia sampai berubah pikiran.”

“Baik, Tuan.”

Alen hanya dapat menyaksikan ketika Dion akhirnya beranjak keluar dari ruangan, bersama dengan beberapa anak buahnya mulai berjalan mendekat kearahnya dan melayangkan pukulan dengan membabi buta mulai dari perut, dada, dan area lainnya.

Alleen (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang