Selamat membaca.
Netranya langsung terbelalak kala melihat jam yang berada di ponselnya. Waktu menunjukkan pukul 07.00 WIB, tetapi ia baru saja membuka mata cantiknya.
Secepat kilat perempuan itu berlari ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Walaupun sepi, setidaknya ia bersyukur karena rumah yang ini jauh lebih nyaman daripada sebelumnya. Perempuan itu adalah Dania.
Tidak perlu mandi, toh dirinya sudah cantik bawaan pabrik. Selesai mencuci wajah agar terlihat lebih fresh, dan sikat gigi agar tidak bau naga, Dania berganti pakaian. Seragam baru oversizenya pun belum ia cuci, masih baru namun langsung ia kenakan saja.
Setelah dirasa sudah siap, perempuan berambut panjang terurai itu turun dari tangga lantai atas rumahnya menuju ke bawah dengan tergesa, dan langsung bergegas menuju bagasi untuk mengambil motornya.
Sialnya motor Vespa yang harganya fantastis itu ngadat, tidak bisa menyala. "Sumpah ya lo ngeselin banget, Mick," ujar Dania kesal kepada Mickey, nama motor Vespanya itu.
"Masa hari ke dua gue harus terlambat lagi sih," gerutunya.
Mau tidak mau, ia harus berjalan kaki beberapa meter agar sampai di depan gerbang komplek perumahannya yang ada halte. Mungkin nanti ia bisa naik angkutan umum.
"Hai, kok jalan kaki?" sapa seorang pemuda kepada Dania kala perempuan itu sudah hampir sampai di halte.
Dania melirik ke arah pemuda itu, dan menjawab, "Ya karena nggak pake motor!" Kakinya tidak berhenti melangkah.
Pemuda yang sengaja melajukan motor Nmax-nya dengan pelan untuk mengimbangi jalannya Dania itu pun terkekeh. "Mau bareng gue nggak? Kebetulan sekolah kita sama." tawarnya.
Dania berhenti melangkah yang otomatis membuat pemuda itu ikut berhenti. Dania menatap penampilan pemuda itu dari atas sampai bawah. "Lo masih sekolah? Gue kira om-om," ujarnya tanpa perasaan.
"Astaghfirullah," sahut pemuda itu terkejut. Enak saja dirinya disamakan dengan om-om.
"Gue bukan setan, nggak usah istighfar."
Pemuda itu melepas resleting jaketnya, lalu menunjukkan logo SMA ATMADJA yang berada di saku kemeja sebelah kiri. "Nih, gue anak ATMADJA."
"Ouhhh ...." Dania menganggukkan kepalanya. "Ya maap, gue nggak tau," ujarnya.
Karena tubuhnya yang tinggi dan menggenakan jaket kulit berwarna hitam, seragam pemuda itu pun tertutup. Jadi jangan salahkan Dania dong kalau tidak tahu.
"Gimana mau bareng nggak?" tawar cowok itu lagi.
Sebagai pecinta gratisan, Dania tentu saja tidak akan menolak. Lumayan uang dua ribu rupiahnya selamat dari tangan abang angkutan.
"Kok lo baru berangkat, sih?" tanya Dania ketika sudah duduk di jok belakang motor lebar itu.
"Abis nganter adek sekolah dulu di TK," jawab pemuda itu sembari mulai melajukan motornya. "Lo sendiri kenapa terlambat?" tanyanya balik.
"Suara alarmnya kekecilan, mana denger gue," jawab Dania.
"Suara alarm yang kecil, apa lo-nya aja yang budek?" sahut pemuda itu dengan terkekeh kecil yang membuat Dania memukul bahunya dari belakang.
"Enak aja!"
Pemuda itu terkekeh lagi, membuat wajahnya tampak lebih tampan. "Gue Rizki. Nama lo siapa? Kelas mana? Kok gue baru liat?" tanya pemuda bernama Rizki itu secara beruntun.
"Banyak nanya lo kayak petugas sensus," sahut Dania.
"Lah? Lo duluan yang ngajak gue ngobrol tadi," sangkal Rizki.
"Iya juga, sih." Gumaman Dania terlalu keras sehingga Rizki dapat mendengarnya, membuat pemuda itu menggelengkan kepalanya geli.
"Gue Dania. Anak baru SMA ATMADJA, kelas sebelas IPA satu," sambungnya memperkenalkan diri.
"Ouh, murid baru itu lo?" Sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab menurut Dania.
"Pantes aja pada ngomongin dia, orang cakep gini," ujar Rizki dalam hati. Dan ia sangat beruntung bisa satu motor dengan Dania.
Hening beberapa detik sebelum Dania berujar lagi, "Lo kelas berapa, btw?" Sebagai orang yang hiperaktif seperti belut listrik, Dania tidak suka keheningan.
"Gue kelas dua belas IPA dua," jawab Rizki.
"Kakak kelas gue dong," ujar Dania yang membuat Rizki mengangguk.
Sesampainya di sekolah, pemuda itu memarkirkan motornya di tempat khusus parkiran siswa SMA ATMADJA yang berada di sebelah gedung sekolah itu.
Mereka berdua berjalan menuju gerbang. Terlihat beberapa anak OSIS sedang mencatat siswa yang telat, seperti Dania dan Rizki saat ini.
"Tembok belakang ada nggak, sih?" bisik Dania kepada Rizki ketika mereka sedang berbaris untuk dicatat telat oleh anggota OSIS.
Rizki menoleh ke arah Dania dengan memicingkan matanya curiga. "Jangan bilang lo mau lewat sana?"
"Biar nggak dihukum. Sekolah elit gini pasti hukumannya ribet," sahut Dania. "Ada nggak tembok belakang?" ulangnya bertanya.
"Ada, cuma agak tinggi, mungkin empat meteran," ungkap Rizki.
"Gampang itu mah. Lo mau ngikut gue nggak? Di sini lama, belum nanti di panggil BK juga kan pasti?"
Rizki menggeleng tak setuju, "Gue nggak berani," jawabnya.
Dania memutar bola matanya malas. "Yaudah, gue duluan. Btw thanks tumpangannya."
Tanpa menunggu jawaban dari Rizki, Dania pun berlalu dari sana. Tujuannya sekarang yaitu ke belakang gedung sekolah untuk memanjat tembok.
Rupanya gerak-gerik Dania sudah diawasi seseorang sejak Dania sampai di sekolah. Orang itu adalah ketua OSIS SMA ATMADJA.
Seakan tahu isi pikiran Dania, pemuda dengan seragam rapi itu pun berlalu dari sana dan menuju tempat tujuan Dania.
"Pendek ini mah," ucap Dania ketika sudah berada di depan tombok belakang sekolah. Perempuan itu pun menyingkap sedikit roknya agar memudahkan aksinya.
Mudah bagi Dania untuk memanjat tembok yang tingginya hanya 4 meter, karena ia kan pernah manjat tembok sekolah lamanya yang lebih tinggi 1 meter dari sekarang.
Ketika kakinya sudah siap untuk melompat, suara seseorang pun menghentikannya.
"Diem di situ!" teriaknya membuat Dania terkejut dan melirik ke arahnya.
"Ihhh, jangan ngagetin, jantung gue terbuat dari jelly!" ujar Dania kesal sembari mengusap dadanya terkejut.
"Lo mau bolos ya? Masih pagi tau!" tebak Dania sok tahu kepada pemuda berseragam rapi yang berada di bawah.
Pemuda itu menatapnya tajam. "Ngapain lo di situ?" tanyanya dengan intonasi yang masih tinggi.
"Suttsss, jangan kenceng-kenceng ngomongnya, nanti ada yang denger," ujar Dania.
"Ngapain?" ulang pemuda itu dengan suara yang sudah lebih pelan.
"Gue tuh mau masuk ke kelas, tapi males lewat gerbang depan yang ada anak OSIS ribet itu," jelas Dania.
Pemuda tampan itu tampak menganggukkan kepalanya. "Dan sekarang lo lagi sama ketua OSIS yang ribet itu," tekannya.
Dengan mata yang membulat sempurna, Dania menggeleng tak percaya. "Jangan ngada-ngada. Lo kan yang sekelas sama gue."
"Siapa nama lo?" Dania menyipitkan matanya untuk melihat name tag pemuda itu dari jarak sekarang yang lumayan jauh.
"Farel Stevano Raigan," gumam Dania membaca name tag pemuda itu.
Bersambung...
Trailer DAREL nanti aku posting di TikTok @wp.chsliftul ya😉
KAMU SEDANG MEMBACA
DAREL
Teen FictionNyatanya, wahana paling mengerikan adalah kehidupan. Namun, hidup akan terus berjalan seperti sebuah vidio. Di mana mereka sendiri lah player pengendalinya. Cerita hanya fiksi belaka. Mengandung beberapa dialog dan adegan yang tidak untuk ditiru. Di...