2

29 3 0
                                    

Setelah kedatangan keluarga Danar dan menyampaikan maksud kedatangan mereka untuk meminang Rania menjadi istri Danar sang ayah, bima sebagai sang ayah tentu sangat senang ketika anak perempuannya dipinang oleh seorang dokter.

Dua bulan berlalu, sudah satu Minggu Rania sah menjadi istri Danar. Mereka seperti orang asing di dalam rumah.

Walaupun begitu Rania sangat menghormati Danar walaupun Danar tidak menganggapnya sebagai istri.

Seperti saat ini, Danar ingin makan mie Tek-tek dia belikan sendiri. Duduk menemani Danar makan.

"Mas." Panggilnya dengan pelan. Matanya memandang Danar dengan serius.

"Hmm" Danar menjawab dengan deheman.

"Kita sudah menikah selama satu Minggu ini. Aku tidak berharap banyak dari mas. Aku cuman pengin mas hargai aku di rumah ini, entah sebagai pembantu, adik perempuan atau teman. Aku hanya ingin di hargai, aku tidak meminta mas mencintai aku. Aku cukup sadar diri untuk meminta cinta dari mas Danar." Danar menatap tak percaya dengan apa yang Rania katakan barusan.

"Kenapa kamu ngomong gitu?" Tanyanya dengan perasaan tidak enak. Rania tersenyum, dia memainkan jarinya sembari tersenyum.

"Kalau mas sudah menemukan tambatan hati lagi setelah mba Lia, aku ngak papa kalau mas Danar mau cerai in aku. Buktinya sudah dua bulan ini aku rajin cek pakai tespek dan pergi ke bidan aku ngak hamil."

"Aku pengin minta satu lagi sama mas Danar, boleh?" Tanyanya dengan senyum yang lembut membuat ku terpaku di buatnya.

Dia, perempuan yang pernah aku gendong di punggung ketika merengek meminta ikut main bersama dengan Dimas sekarang telah tumbuh besar menjadi seorang gadis yang urakan tidak ada feminim-feminimnya.

Tidak bisa berdandan dan tidak bisa masak. Pakaiannya memang seperti wanita namun kelakuannya seperti pria.

Sekarang wanita dihadapan ku ini yang pernah aku anggap sebagai adikku sendiri berubah menjadi istriku.

"Aku pengin, mas jangan ganggu rumah tangga mas Dimas sama mba Lia lagi. Aku mohon maaf atas semua sikap mas Dimas yang merebut Lia dari mas. Aku sangat minta....hmp...." Rania terkejut ketika Danar malah tiba-tiba melumat bibirnya dengan penuh nafsu.

Dari awal memang mata Danar tidak fokus dengan Rania. Dia selalu menatap bibir dan dada Rania. Sampai akhirnya dia yang awalnya mendengarkan Rania berbicara jadi tidak fokus dan sibuk memandang bibir Rania dan dada Rania yang tampak montok didalam baju tidur tanpa lengan yang Rania kenakan.

Rania tampak diam saja tidak menikmati ataupun memberontak membuat dia semakin penasaran di buatnya. 

Akhirnya malam pertama mereka setelah menikah terlaksana karena nafsu yang timbul secara tiba-tiba dari dalam diri Danar.

Keesokan harinya, sikap Danar tidak seperti biasanya yang cuek. Seperti pagi ini setelah sarapan bersama dan Danar tidak langsung berangkat ke rumah sakit seperti biasanya. Namun kali ini dia malah memeluk sang istri dari belakang.

Menempel tidak mau jauh-jauh dari Rania sejak kejadian semalam.

"Mas lepasin." Ia berusaha mendorong tubuh Danar yang besar yang sangat menganggu ruang geraknya menjadi susah.

"Emmm....suami mau manja-manja sama istri masa ngak boleh si?" Ujarnya dengan parau laku wajahnya di tempelkan di punggungnya.

Rania menundukkan kepalanya, wajahnya bersemu merah dengan apa yang di lakukan suaminya ini. Apakah Danar sudah menerima dia? Dalam pikirannya berkecamuk seperti itu.

"Awas aku mau ke rumah bapa mas." Ia masih berusaha menyingkirkan Danar dari tubuhnya.

"Baiklah. Tapi aku mau nen dulu ya ran." Pintanya namun hanya ku lirik saja.

"Ayolah Rania. Aku janji tidak akan menganggu kamu lagi setelah itu."

"Apa semalam belum cukup mas?" Tanyaku dengan pelan mengelus rahangnya yang kokoh itu. Ku pandang wajahnya dengan penuh kelembutan.

Dia menggelengkan kepalanya, "Aku tidak akan pernah puas dengan hal menyenangkan ini. Jadi ayo cepat Rania keburu aku berangkat kerja ini." Tanpa aba-aba dia langsung mengendong ku dan menidurkan tubuhku di atas sofa panjang.

Dengan entengnya dia menindih tubuhku dan membuka kancing baju piyama ku dengan sesuka hatinya. Membuka pengait bra ku dan memulai kegiatan yang mulai dia sukai sejak semalam.

Beberapa menit ku diami saja kegiatannya hingga dia melepaskan hisapannya dan menarik tanganku untuk singgah di pinggang dan rambutnya.

"Usap-usap kelapaku ran. Biarkan aku tidur sebentar." Tanpa menjawab permintaanya ku turuti saja apa yang dia inginkan.

Cukup lama dia meminta aku susui, padahal tidak ada yang keluar dari payudaraku sama sekali. Tapi dia terlihat anteng.

Ku pandangi wajahnya yang berada di sampingku dengan tubuh setengah menindih tubuhku ku.

"Maafkan aku mas."

"Aku janji akan selalu ada di samping kamu mas Danar." Lalu ku cium keningnya sebelum melepaskan kulumannya di puting payudaraku ini.

End

Kisah Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang