Terinspirasi dari novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald. Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tokoh, kejadian atau cerita hanyalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
❃.✮:▹ ◃:✮.❃
Bendara Raden Mas Ranu Bimantara Gandhi meregangkan tubuh yang terasa kaku di berbagai tempat karena terlalu lama menunduk menghadap meja gambar, lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Jam dinding di rumah sewanya menunjukkan pukul setengah dua pagi, pertanda ia telah menyelesaikan desainnya beberapa jam sebelum waktu yang disepakati dengan klien.
Proyek yang sedang mereka kerjakan saat ini adalah membuat desain untuk sebuah kafe berkonsep semi perpustakaan. Pemiliknya seorang anak bungsu dari salah satu keluarga konglomerat di kota Surabaya. Dia bilang, dia hanya membutuhkan tempat yang lapang untuk menaruh buku-buku koleksinya karena di rumah sudah tidak muat lagi, tetapi karena ia juga seorang penyuka kopi, ia ingin menggabungkan konsep kedai kopi dan perpustakaan. Namun, sepeninggal klien tersebut, rekan kerja Ranu yang bernama Ardi mendengkus geli sambil bergumam jika kafe ini mungkin akan dijadikan ladang pencucian uang buat harta mereka yang berlimpah.
Ranu beranjak dari depan meja untuk mencari ponselnya. Benda tersebut telah diatur sedemikian rupa oleh Ranu sehingga hanya memiliki dua macam profil; mode getar saat di lingkungan kerja, dan DND saat dia sudah kembali ke rumah. Karena hitungannya dia sedang di rumah meski mengebut lemburan, jadi ia tetap mengaktifkan DND tanpa terkecuali.
Ardi mengabarkan sejam lalu jika dia sudah menyelesaikan RAB, sehingga kini dengan diselesaikannya konsep rancangan Ranu, tugas mereka sudah selesai lebih dari setengahnya. Besok pagi, mereka tinggal menyerahkan hasil pekerjaan tersebut ke Carmen dan si anak magang, Ricky, untuk dibuat 3D modelnya menggunakan AutoCAD dan ditambahi dengan desain interior sesuai keinginan klien. Interior bukanlah sesuatu yang Ranu minati, oleh sebab itu keduanya merekrut Carmen untuk menjadi bagian dari Sidewalk Studio yang mereka dirikan ini.
Grup alumni kampus tempat Ranu bergabung, memiliki lebih dari 100 pesan yang belum dibaca. Tanpa membuka dan membaca isinya, ia langsung saja membersihkan isi grup tersebut agar memori ponselnya tidak berat. Sudah lama Ranu ingin keluar dari sana, namun ia menahan diri karena sebagian kecil klien di studio berasal dari rekomendasi alumni dan senior-seniornya.
Ranu menggulir kembali layar ponselnya untuk mencari riwayat pesan masuk. Sebuah pesan dari Karunia, gadis cantik yang dikenalnya lewat aplikasi perjodohan daring, terakhir dikirim dua hari lalu namun belum ia baca, apa lagi balas. Waktu mereka memutuskan untuk bertukar nomor telepon setelah beberapa minggu hanya mengobrol lewat fitur kirim pesan yang tersedia di aplikasi tersebut, Ranu sudah bilang jika dia sangat sibuk dan jarang membuka ponsel. Runa, nama panggilan gadis tersebut, mengatakan tidak masalah baginya, karena ia sendiri sedang menempuh pendidikan dokter spesialis anak di salah satu universitas di Yogyakarta.
Dari yang awalnya iseng saling geser ke kanan sebab kemiripan nama, Ranu dan Runa rupanya bisa bertahan hingga nyaris setahun mengenal satu sama lain. Sejauh ini, meski mereka hanya berkomunikasi dengan intensitas ala kadarnya, baik Ranu dan Runa sama sekali tak merasa perlu untuk cepat-cepat memberikan status akan hubungan tersebut. Tak satu pun dari mereka menganggap kurangnya waktu berkualitas untuk mengenal satu sama lain sebagai tanda-tanda red flag, yang Ranu cukup syukuri sebab ia bukannya laki-laki tukang ghosting atau love bombing; melainkan benar-benar sibuk dengan pekerjaan saat ini.
Seolah bisa mengetahui jika Ranu sedang daring, meski status tersebut sudah dinonaktifkan, sebuah pesan baru masuk ke ponselnya. Satu, persatu, kemudian secara beruntun menerjang seolah hendak mengabarkan sesuatu yang darurat. Mau tidak mau, Ranu jadi menggulir layarnya kembali ke paling atas untuk melihat siapa pengirimnya. Ia cukup tertegun melihat nama Pak Soemardjo di sana.
Ndoro, Bapak mau ketemu Panjenengan.
Bapak yang dimaksud di sini adalah Bapak Ranu, tentu saja. Gusti Raden Tumenggung Hardjiman Suryadi Kartasasmita, sepupu Kanjeng Gusti Pinggalabawana ke-XII dan kini dipercaya untuk menjabat sebagai Penghageng atau penasihat raja bagi Raja ke-XIII yang usianya bahkan tidak lebih tua dari Ranu saat ini. Sebagaimana anak-anak dari keluarga berdarah biru lain, Ranu tidak cukup dekat dengan Bapak. Terlebih lagi, sebagai anak yang dilahirkan dari istri kedua Bapak, ia lebih terbiasa dengan keberadaan para pengasuhnya ketimbang orang tua atau saudara kandung yang lain. Bahkan, Ranu tidak ingat seberapa banyak anak Bapak sebab selain lewat pernikahan sah, beliau juga memiliki anak dari wanita simpanan lain. Setelah dilakukan tes DNA dan dapat dipastikan jika anak-anak yang disodorkan pada beliau adalah anak kandungnya, Bapak bertanggung jawab dengan membesarkan mereka di lingkungan bangsawan tanpa membeda-bedakan. Ranu menahan napas tanpa disadari, ketika melihat pesan-pesan lain yang masuk kemudian.
Gusti Suryadi gerah.
Semua anak-anak yang lain sudah berkumpul di kediaman beliau di Mertoyudan sejak awal pekan ini.
Kalau Ndoro Bagus nggak repot, tolong jenguk Bapak.
Pulang, Ndoro.
Kesampingkan gengsi dulu untuk sementara.
Beliau kangen dengan anak-anaknya.
Ranu mendengkus geli membaca pesan di baris paling terakhir. Bapak tidak pernah kangen pada anak-anaknya, setidaknya pada Ranu. Sejak ia kabur dari rumah bertahun-tahun silam, tak pernah sekali pun Bapak mencoba menghubunginya, atau meminta Ranu untuk pulang. Sejak pertengkaran tersebut, Ranu kira namanya akan dicoret dari Kartu Keluarga dan gelar kebangsawanan yang tak pernah dia minta ini akan dicabut. Nyatanya, hingga detik ini, para abdi dalem dan pengasuh anak yang masih setia di kediaman pribadi Bapak masih memperlakukan Ranu sebagai seorang priyayi.
Ranu yang tadinya merasa sedikit berempati pada kondisi Bapak, kini tidak ingin melanjutkan membaca apapun yang Pak Soemardjo katakan untuk membujuknya. Meski begitu, harus ia sadari untuk orang setua Pak Soemardjo yang fungsi penglihatannya telah jauh menurun terkikis usia, tetapi beliau menyempatkan menulis pesan singkat berjibun, tentulah kondisi di sana sedang tidak baik-baik saja. Sebab Ranu hampir tak pernah mengangkat telepon, jadi ia memaksa orang-orang terdekat, terutama anggota keluarga, untuk menggunakan pesan obrolan dalam berkomunikasi dengannya. Sehingga, setelah menimbang-nimbang cukup lama, Ranu memutuskan tidak ada salahnya untuk sedikit bertanya.
Seberapa parah keadaan Bapak?
Pak Soemardjo seketika mengetikkan balasan. Ranu menunggu dengan sabar. Pak Soemardjo tampaknya mengetik pesan yang cukup panjang, atau beliau sibuk mengetik-hapus pesannya sehingga tak kunjung selesai.
Mungkin, ini terakhir kali Ndoro bisa bertemu dengan Bapak.
Jantung Ranu mencelus saat membacanya.
❃.✮:▹ ◃:✮.❃
Halo teman-teman!
Ada yang udah nggak sabar nunggu cerita ini?
Seperti yang saya udah pernah bilang di IGS kalau Afscheid merupakan spin-off dari Putri Mahkota, jadi di sini bakal ada easter eggs (yang menurut Urban Dictionary adalah nukilan atau potongan info yang sengaja diselipkan untuk spoiler) tentang cerita-cerita yang lain. Kalau teman-teman mengikuti serial Putri Mahkota, Kembalinya Sang Putri, dan cerita-cerita lain yang sedang on hold atau akan datang yang udah pernah di-spill tipis-tipis di akun media sosial saya dan menyadari keberadaan easter eggs tersebut, silakan tag saya, ya! Boleh lewat komentar Wattpad atau media sosial yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afscheid
Historical FictionDalam perjalanan pulang ke Magelang untuk menghadiri pemakaman ayahnya, almarhum GRT Hardjiman Suryadi Kartasasmita, BRM Ranu Bimantara Gandi Prabaswara tiba-tiba saja terlempar ke masa lalu pada era kolonialisme Belanda, di mana dia menjadi seseora...