"Penumpang yang kami hormati. Selamat datang di kereta api Sancaka yang akan mengantar kita ke tujuan akhir stasiun Yogyakarta. Perjalanan kali ini menempuh waktu sekitar 5 jam 25 menit. Jika Anda memerlukan bantuan ..."
Ranu menyandarkan kepala ke jendela sambil membiarkan pengumuman yang disuarakan lewat pelantang bunyi di dalam gerbong berlalu melintasi pendengarannya. Indikator baterai di ponselnya yang tadi masih menunjukkan angka 36% kini turun ke angka 22% sebab banyaknya pesan masuk baik dari kerabat jauhnya di Magelang, maupun rekan-rekan kerja. Mungkin Pak Soemardjo yang berkhianat dengan menyebarkan nomor telepon barunya ke anggota keluarga lain, sebab beliau merasa saat ini bisa dianggap genting. Ranu pernah berpesan untuk tidak menyebarkan nomor ponselnya kecuali dalam keadaan darurat, dan itu pun hanya boleh diberikan ke satu orang saja yaitu ibunya. Namun kini ponselnya jadi dipenuhi pesan-pesan bejibun dari nomor yang tidak dikenal. Mungkin dulunya kenal, tetapi karena Ranu memutuskan untuk menghapus semua kontak orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Bapak kecuali Pak Soemardjo, jadi nomor-nomor tersebut tidak lagi bisa dikenali.
Ranu mendadak ambil cuti setelah bertahun-tahun bekerja tanpa libur seperti orang gila, sehingga wajar jika banyak orang yang bertanya-tanya ada kejadian apa sehingga membuatnya berubah pikiran. Untungnya, ia sudah menyelesaikan tanggung jawabnya tadi pagi, jadi ia bisa pulang ke Magelang dengan tenang, tanpa dibebani pikiran tentang pekerjaan. Begitu juga Ardi jadi tidak punya alasan untuk merongrongnya dengan deadline, sebab temannya satu itu cukup menjengkelkan jika sudah menagih-nagih soal pekerjaan. Mungkin penagih utang bisa minder karena kalah galak darinya.
Ada beberapa cara menuju Magelang dari Surabaya, tetapi rute tercepat adalah dengan membawa kendaraan pribadi lewat jalur bebas hambatan. Sebab Ranu hanya punya motor dan ia bukan tipe orang yang betah menyetir lama-lama, jadi ia memilih menumpang kereta api ke Stasiun Yogyakarta lalu dilanjutkan perjalanan darat menuju Mertoyudan. Tidak ada jalur kereta api menuju Magelang. Satu-satunya stasiun yang ada di sana, yaitu Stasiun Magelang Kota yang terletak di Jalan Jenderal Oerip Soemohardjo sudah ditutup tahun 1976 karena jumlah penumpang yang menurun drastis dan kini dialihfungsikan menjadi Terminal Kebonpolo. Mungkin karena jarak Magelang dan Yogyakarta yang cukup dekat, sehingga orang-orang lebih memilih jalur transportasi darat dari Yogyakarta ketimbang turun langsung di sana.
Keadaan ini cukup menguntungkan bagi Ranu sebab ia tidak ingin terlalu cepat sampai ke rumah. Pak Soemardjo bilang ada pesan-pesan yang ingin Bapak sampaikan padanya, tetapi Ranu tidak ingin mendengarnya. Apapun yang bapaknya ingin katakan saat ini padanya, semestinya bisa beliau sampaikan sejak beberapa tahun silam. Tidak perlu menunggu hingga napas beliau tinggal satu-satu di pembaringan terakhir untuk bisa bicara pada salah satu anak laki-laki di keluarga ini yang jumlahnya terbatas. Sebab itu, Ranu berusaha untuk mengulur-ulur waktu sebanyak yang dia bisa.
Tidak, di saat ia tahu bapaknya tidak punya banyak waktu tersisa.
Ketika kereta Ranu berhenti di stasiun Mojokerto, seorang wanita tua yang mungkin sebaya dengan bapaknya, masuk ke gerbong tiga ini dan mengisi kursi di samping Ranu, yaitu kursi nomor 6B. Ia tidak sempat bertegur sapa sebab Ranu sibuk merogoh kantong paling luar ranselnya untuk mencari charger ponsel. Karena ia tidak kunjung menemukan benda tersebut di antara belitan kabel perangkat jemala, kabel HDMI, kabel powerbank meski tidak ada powerbank-nya di sana, bahkan charger laptop pun ada, tetapi ia tidak bisa menemukan charger ponselnya. Ranu mengingat-ingat kembali di mana terakhir kali ia mengisi daya ponsel, lalu tersadar jika ia mungkin meninggalkan charger-nya di meja kantor kemarin siang. Karena sepanjang sore ia ada rapat dengan calon klien yang rencananya akan mereka kerjakan setelah menyelesaikan desain kafe, lalu sepulang dari pertemuan tersebut Ranu langsung meluncur ke rumah sewanya untuk mengebut pekerjaan yang belum selesai. Ranu menepuk keningnya keras-keras. Kini ia hanya bisa pasrah menunggu ponselnya kehabisan daya dengan sendirinya sampai ia tiba di Yogyakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afscheid
Ficción históricaDalam perjalanan pulang ke Magelang untuk menghadiri pemakaman ayahnya, almarhum GRT Hardjiman Suryadi Kartasasmita, BRM Ranu Bimantara Gandi Prabaswara tiba-tiba saja terlempar ke masa lalu pada era kolonialisme Belanda, di mana dia menjadi seseora...