Jika di hina jangan ambil hati
Tapi usahakan ambil batu.
"Mana sih orangnya? Udah 10 menit di sini ege," gerutu Uwais mencak-mencak sembari melirik arlojinya gelisah.
Kata Ukasyah, ia menemukan kandidat tempat—sebuah toko yang cukup strategis untuk nanti buka studio mereka.
Dan sore ini Ukasyah mengajak Uwais untuk bertemu dengan pemiliknya di dekat taman.
"Bentar lagi paling, baru juga sepuluh menit," jawab Ukasyah seraya menatap lalu lalang kendaraan yang tak jauh dari sini.
"10 menit itu berharga ya, segitu gue udah mungut hasil saham di tiga warung gorengan." Uwais bertolak pinggang sembaru mengacungkan 3 jarinya di depan muka.
Ukasyah diam-diam cemas. Mana lagi ini si Uzair? Kok delay sih? Nanti Uwais keburu bete dan balik duluan bagaimana? Bisa hancur rencana mereka!
"Bangst!"
Bola matanya melebar saat umpatan dari Uwais tertangkap jelas di telinganya.
Saat Ukasyah mengikuti arah pandang nyalang dari Uwais, ternyata di depan sana ada Uzair tengah mengendarai motor dengan seseorang di belakangnya menuju kesini.
Belum motor itu berhenti di depannya, masih ingin menyeberang, dengan darahnya yang mendidih secepat kilat, Uwais menarik langkahnya untuk segera pergi dari sini.
"Mau sampai kapan lo ngehindar, Is?" Ukasyah dengan sigap menahan lengan Uwais. "Lo bukan bocah SMP lagi, hadepin."
Tiba-tiba Uwais merampas kasar lengan Ukasyah. Tajam tatapannya itu mampu membuat Ukasyah sedikit terkejut juga nyeri hati.
Uwais, semarah apa lo sama bokap lo sendiri? Kenapa emosi lo terlalu membludak saat liat Om Yusuf? Seterluka apa sampai lo memilih untuk gak bertemu bokap lo lagi?
"Mana bisa gue liat muka laki-laki, yang udah bikin nyokap gue sakit sampe meninggal, Ka?" tanya Uwais dengan penekanan tiap katanya. Urat-urat yang berada di pelipis itu terlihat mengencang seiring wajahnya yang mulai merah padam.
"Lo gak bisa terjebak terlalu lama sama masa lalu. Selesin, Is. Bicara sama bokap lo, dengerin dulu cerita dia, baru terserah lo mau ngambil keputusan apa," papar Ukasyah.
Uzair segera menurunkan standart motor kala Om Yusuf sudah tak sabar ingin menghampiri Uwais, lagi. Ia berlari kecil di belakang ayah temannya itu.
"Uwais, bapak boleh minta waktunya sebentar, nak?"
Kali ini Uzair ikut menimbrung di antara mereka. "Is, bentar aja, kesian bokap lo udah bela-belain dari kemaren bolak balik rumah sakit buat bisa ketemu lo. Dia mau ngomong sesuatu."
Uwais mengintimidasi 2 sahabatnya ini. "Jadi dari kemaren itu rencana kalian? Yang di makam ibu gue juga kalian yang kasih tau ke orang ini?"
"UWAIS!!" Uzair langsung menegur serta menepis kala telunjuk Uwais menuding orang tuanya sendiri. "Jaga sikap lo! Mana sopan santun lo sama orang tua hah?! Mau jadi anak durhaka lo?!" dengan emosi yang mulai menyulut dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partfect
Fanfiction• • • Karena kehidupan layaknya sebuah buku.• • • Cerita tidak akan selesai jika masih ada bagian yang belum lengkap untuk di tulis. Maka kamu pun belum di sebut sempurna jika di hidupmu masih ada beberapa bagian yang belum lengkap. ...