#13

5.6K 672 28
                                    

Jeno berlari semakin cepat mencari sosok gadis yang mengaku sebagai Jaemin. Entah ada apa dengannya yang pasti saat ini ia ingin menyusul gadis itu, menanyai beberapa hal untuk memastikan jika apa yang diucapkan gadis itu bukanlah sebuah kebohongan walaupun terdengar mustahil. Atau jika gadis itu berbohong, Jeno hanya ingin tau apa tujuannya mengaku sebagai Jaemin.

Nafas Jeno mulai tersengal, bahkan kakinya sudah mulai letih setelah berlari turun dari lantai sebelas melalui tangga darurat. Dan nyatanya lelah yang ia rasakan berakhir sia-sia karena ia tak menemukan sosok cantik bergaun biru itu dimana pun.

---

Di sisi lain, Jaemin sedang berjalan dengan kepala menunduk di sebuah taman. Kakinya yang di balut sepatu kets putih berjalan begitu pelan sambil sesekali terayun, menendang kerikil yang ia temuin di jalan.

Tadi setelah keluar dari gedung agensi, si cantik bukanya bergegas masuk mobil untuk pulang tapi malah berlari kabur dari para bodyguard nya dan berakhir di taman yang terletak cukup jauh dari gedung agensi.

Sedari tadi ia tak berhenti meruntuk, bukan, ia bukan meruntuki sikap para mamber nya, wajar mereka begitu karena bagaimanapun hal yang menimpa Jaemin memang sangat tidak masuk akal.

Jadi, alih-alih menyalahkan mereka, Jaemin saat ini lebih suka menyalahkan dirinya sendiri yang tak bisa lebih keras meyakinkan mereka dan malah menyerah setelah melihat tatapan penghakiman yang ia terima.

Jaemin menghirup nafas dalam, berusaha mengenyahkan bayang-bayang tatapan menusuk yang diperlihatkan oleh Mark dan Haechan, melupakan bentakan Jisung dan juga tatapan tak suka dari Chenle dan Renjun.

Matahari sudah hampir tenggelam saat si cantik memutuskan untuk duduk di sebuah undakan, tangannya terangkat perlahan, bergerak-gerak dengan gestur seperti ingin menggapai matahari yang nampak begitu dekat di matanya.

Senyum tipis terpatri di bibir Jaemin, menyadari tingkahnya yang sedikit kekanakan. Hingga netranya tak sengaja mengamati jemari lentik milik Minjae atau bisa dikatakan sekarang adalah miliknya.

Jemari itu memang nampak sangat indah membuatnya sedikit tergiur untuk tetap menjadi Minjae dan melupakan kehidupan nya sebagai Jaemin.

Jika dipikir, menjadi Minjae tidak buruk juga, ia tak perlu lelah memenuhi ekspektasi banyak orang, tak perlu mengikuti perintah agensi yang terkadang sangat berbeda dari kepribadian nya, tak perlu berpura-pura dan yang paling penting, ia tak perlu bertemu dengan sosok bernama Lee Jeno lagi.

Jaemin menghela nafas, apa ia terima saja takdirnya sebagai Minjae, apa ia turuti saja semua perkataan Minjae yang tertulis di agenda?.

Tapi, jika ia menjadi Minjae, kemungkinan besar ia tak bisa lagi menemui kedua orang tuanya, ia tak bisa melihat senyum lembut ibunya dan meladeni candaan aneh dari sang ayah.

Lagi-lagi Jaemin menghela nafas, kepalanya mulai memikirkan hal yang tidak-tidak. Jadi dari pada semakin pusing, ia memilih untuk bangkit dan segera pulang ke rumah.

---

Beberapa hari berlalu dan selama itu Jaemin hanya menghabiskan waktu di dalam rumah megah milik Minjae. Gadis itu benar-benar ingin menyendiri, terbebas dari berbagai pikiran yang sempat mengobrak abrik rencana awalnya.

Selain itu ia juga ingin menenangkan diri, menata hati yang beberapa hari lalu sempat retak saat bertemu para mamber nya.

Tangan kurus Jaemin meraih ponsel yang sejak beberapa hari lalu sengaja ia matikan. Gadis cantik itu terlihat berfikir sejenak sebelum menyalakan benda pipih di tangannya.

Begitu ponsel itu menyala, banyak sekali notifikasi pesan dan panggilan yang masuk.

Dari beberapa orang yang menghubunginya, terselip satu nomor yang langsung merenggut perhatian si cantik. Nomor yang disimpan dengan nama "Jeno" itu terlihat beberapa kali menghubungi nya dan juga mengiriminya pesan.

Dengan cepat Jaemin membuka salah satu pesan yang dikirim Jeno, dadanya bergemuruh ribut membaca setiap pesan yang tertulis disana.

Senyum Jaemin mengembang begitu tau bahwa Jeno mau menemuinya, dan hal itu tentu saja tak ingin di sia-siakan oleh si cantik. Jaemin bergegas menghubungi Jeno berniat membuat janji pertemuan tapi nyatanya ponsel pemuda itu tidak aktif.

Jeno mengirim pesan dua hari yang lalu dan Jaemin cukup menyesal karena mematikan ponselnya.

Akhirnya dengan sembrono Jaemin bangkit dari duduknya, menyambar jaket dan topi yang ia letakkan di meja dekat kamar mandi, mengenakkan kedua benda tersebut sebelum keluar dari kamar.

Sudahlah, saat ini yang ada dalam benaknya adalah bertemu dengan Jeno dan ia akan nekat menemui pemuda itu ke dorm tanpa mau tau apa yang akan terjadi nanti.

---

Jaemin menghentikan langkahnya di depan gedung apartemen tempatnya dulu tinggal. Si cantik menghirup nafas panjang beberapa kali kemudian merapikan penampilannya, memastikan tak akan ada yang melihat wajahnya atau semua akan berantakan.

Sudah hampir sepuluh menit Jaemin berjalan mondar-mandir di sana. Sedari tadi ia memikirkan cara bagaimana masuk gedung itu karena ia tak memiliki kartu akses.

Si cantik nampak berfikir keras, sesekali sebelah kakinya menghentak-hentak pada lantai. Hingga matanya tak sengaja menangkap sosok wanita paruh baya yang berjalan mendekat. Kedua sudut bibir Jaemin tertarik keatas menampilkan senyum yang begitu cantik. Sebelum berlari kecil menghampiri wanita paruh baya itu.

Setelah cukup lama berbincang akhirnya si cantik berhasil mendapat kartu akses. Wanita paruh baya tadi adalah bibi yang ditugaskan manager hyung membersihkan dorm setiap hari Rabu. Dan Jaemin cukup beruntung karena bertemu dengannya disaat seperti ini. Ya walaupun ia harus menguras sejumlah uang di rekeningnya, tapi tak masalah yang penting ia bisa menemui Jeno.

Begitu masuk ke Apartemen, Jaemin langsung bergegas menuju lantai lima tempat dimana dorm NCT Dream berada. Selama didalam lift Jaemin berdoa semoga para mamber terutama Jeno sedang berada di dorm.

Setibanya didepan pintu yang amat ia kenal, Jaemin langsung memencet bel. Sebenarnya ia bisa langsung masuk tapi ia takut membuat para mamber terkejut jadi ia memilih untuk memencet bel dan menunggu hingga seseorang membukakan pintu untuknya.

Lima menit berlalu namun sepertinya tak ada tanda-tanda kehidupan didalam unit apartemen itu. Hal ini membuat Jaemin dilanda kebingungan. Ia sudah berada disini rasanya sangat disayangkan jika pulang tanpa menghasilkan apapun.

Jadi dengan nekat ia menekan tangannya pada ganggang pintu, memencet beberapa angka hingga terdengar bunyi 'klik' tanda pintu terbuka.

Dengan hati-hati Jaemin masuk kedalam dorm yang terlihat sangat sunyi. Seberkas rasa rindu memenuhi hatinya. Ia tiba-tiba merindukan segala aktivitas yang ia jalani didalam dorm ini.

Kaki Jaemin melangkah cepat ke arah kamar yang berada di pojok ruangan. Membuka pintu putih dengan gantungan 'nana' di atasnya.

Mata indah Jaemin memincing heran saat melihat kamarnya yang sedikit berantakan. Ada sepasang piyama yang tergeletak di atas kasur dan juga beberapa barang yang tergeletak di atas meja rias yang ia sangat yakini bukan miliknya.

Jaemin berjalan lebih dekat, memastikan siapa yang selama ini tinggal di kamarnya. Dan begitu menyadari siapa pemilik barang itu, Jantung Jaemin mendadak berdetak tak karuan. Ia bisa melihat parfum kesukaan Jeno yang tergeletak tanpa tutup di atas meja rias, beberapa setelan dan baju-baju Jeno yang tergantung di lemari tepat di sebelah pakaiannya dan juga barang-barang lainnya yang juga tersusun di sebelah barangnya.

Jaemin meruntuk, sebenarnya apa maunya pemuda Lee itu, kenapa Jeno menggunakan kamarnya sedangkan pemuda April itu memiliki kamar sendiri. Jaemin benar-benar tidak faham namun ada sedikit harapan yang tanpa bisa dicegah masuk kedalam hatinya.

Gadis cantik itu akan kembali memeriksa kamarnya hingga suara pintu terbuka dan pekikan seseorang mengejutkannya.

"YAK, APA YANG KAU LAKUKAN?".

---

TBC

Hehehe maaf baru bisa up karena aku habis ujian proposal. Semoga masih banyak yang nunggu cerita ini hehehe...

Happy reading,

Yuk komen mau nana balik ke tubuhnya apa jadi Minjae aja?.

I'M JAEMIN! [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang