Night👋🏿
Happy reading....
"Woaahh MAXEL!!" Teriak Ezra dengan girangnya. Lalu berlari menghampiri Maxel yang menggandeng Zeeval. Awalnya Zeval gak mau sarapan bareng, tapi karena dia harus menjalankan misi, mau tak mau dia meng-iya-kan ajakan kakak keduanya itu.
Untuk melihat mereka berdua, Zeval harus mendongak karena tingginya hanya sebatas siku para pria Titan itu.
"Alezra... Makin buluk aja" Maxel memeluk Alezra tanpa melepaskan gandengannya dengan Zeval.
"Maxel.. mulutnya makin pedes aja" di pelukan Maxel, Alezra melirik Zeval yang menatapnya datar.
"Apa Lo liat-liat?" Sinis Zeval. Dia gak suka diliatin gitu.
"Kak, ngapain sih ngajakin dia?" Tanya Ezra to-the-point.
"Hm? Ngapain? Ya jelas sarapan lah!" Jawab Maxel agak kesal. Dia pikir dua tahun dia pergi, keluarganya akan mengubah sikap dengan Alzeval tapi nyatanya sama saja.
"Kapan kamu tiba?" Itu Jimmy yang sudah rapi dengan setelan jas kantornya. Tangan kirinya meneteng tas ukuran sedang. Mungkin berisi laptop dan berkas lainnya.
"Tadi malam, sekitar pukul sebelas mungkin" jawabnya singkat. Lalu menggendong Zeval.
"Heh! Turunin!" Berontak Zeval. Lagi-lagi, Maxel sedikit tercengang, saat biasanya Alzeval dia gendong. Anak itu menurut dan menikmatinya.
"Gu-aku udah gede, jangan gendong-gendong lagi" ucapnya.
"Oh baguslah kalau kamu sadar" bukan Maxel yang mengucapkan itu, tapi sang kepala keluarga. Jimmy mendudukkan di kursi nomor dua sebelah kiri.
"Paa!" Maxel sedikit meninggikan suaranya.
"Kenapa? Dia benar mengucapkan seperti itu, dia bukan anak kecil yang harus di gendong kemana-mana atau harus di manja" jawab Jimmy santai.
Inilah yang membuat Maxel malas pulang kalau bukan karena adik bungsu kesayangannya.
"Terserah" pungkas Maxel, dia sedang tidak ingin berdebat. Dia hanya ingin terus bersama Alzeval.
"Max?" Merasa namanya di panggil, pemuda 21 tahun itu menoleh. Di tatapnya seseorang yang wajahnya nyaris mirip dengannya.
"Matteo.." panggilnya juga lalu tersenyum. Berpelukan sejenak.
"Kamu melupakan janjimu" ucap Maxel lirih, dia kecewa.
Matteo terdiam, dia bukan lupa. Tapi egonya terlalu tinggi, setinggi angkasa.
"Maaf.." tanpa menghiraukan permintaan maaf saudara kembarnya itu, Maxel malah menghampiri Alegra yang baru turun. Begitupun yang lain, dan tak lupa, tangannya terus menggenggam Zeval tanpa berniat melepaskannya.
Zeval yang mulai gak nyaman dengan tangannya karena berkeringat pun menggoyangkan genggamannya. Berharap di respon oleh Maxel.
"Ada apa?"
"Tangannya keringetan ih, gak nyaman" Maxel senyum oh! Enggak, lebih ke nyengir.
"Maaf, kamu boleh duduk dulu kalo udah cape berdiri" kata Maxel. Zeval mengangguk. Dia ingin kembali ke kamarnya saja. Toh, disana ataupun engga, sama-sama gak ada bedanya. Dia tetep gak keliatan. Zeval kan invisible.
Di kamarnya, Zeval termenung di duduknya. Entah kenapa hatinya sesak, dia pengen nangis.
"Kenapa gue ngerasa sakit hati sih, harusnya biasa aja" gumamnya. Sempat berfikir, kalau ini adalah perasaan Alzeval yang sebenernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALZEVAL
Algemene fictieApa jadinya kalau jiwa milik pemuda 23 tahun yang nyasar ke raga remaja 16 tahun. Alzeval Adibrata yang diracun oleh ayahnya malah berakhir bangun di raga remaja 16 tahun, Alzeval Jeager yang mencoba melakukan percobaan bunuh diri, karena tekanan da...