08 ~ Nervous

24.7K 1.2K 76
                                    

Daren sedikit terusik sebenarnya saat mendengar bahwa gadis itu dapat melihat 'mereka'. Agak serem berhubungan dengan dunia begitu, tapi bagaimana nyatanya mereka memang ada.

Hilma benar-benar gadis yang membuat Daren merasakan hal baru, mengetahui hal baru. Daren tidak mengetahui sisi Hilma yang seperti ini dari Baby, atau mungkin adiknya itu juga tidak tau? Entahlah Daren juga bingung dengan gadisnya.

Dengan tatapan lembutnya, Daren menatap Hilma yang sudah tertidur di atas ranjang miliknya. "Masih banyak yang belum aku tau ternyata tentang kamu."

Tatapan Daren kemudian menurun, ke arah kaki Hilma yang sudah ia obati. Jangan salah, Daren pernah menjadi ketua PMR beberapa tahun yang lalu. "Pasti sakit, tapi pacarnya gue kuat."

Daren menghembuskan nafas panjang, ia berjalan menuju balkon dan duduk di sana. Mengeluarkan ponselnya dan menelpon sang mama. "Mam."

"Kamu gak pulang?"

Daren tersenyum mendengar itu. "Mama tau aja."

"Di apart?"

"Huum."

"Sama siapa?"

Daren memilih diam sejenak, berpikir apakah ia harus jujur atau berbohong? Kalau jujur, berarti Daren siap untuk memperkenalkan Hilma ke hadapan orang tuanya sebagai kekasihnya bukan sahabat dari adiknya. Kalau tidak, Daren dosa, Daren sudah banyak dosa.

"Jangan aneh-aneh kamu, Aen."

Nama panggilan kesayangan dari mamanya sudah keluar berarti tandanya mamanya meminta kejelasan. Daren menghela nafas panjang. "Sama pacar abang, mam."

"Daren Matthew Hardyanto!"

Daren menjauhkan ponsel dari telinga lalu mengusap telinganya, teriakan sang mama lumayan membuat gendang telinganya bergetar. "Mam, serius, abang gak ngapa-ngapain. Waktu Baby sekolah besok, abang bakalan bawa dia ke rumah. Mama kenal baik anaknya, beneran. Abang cuma bawa dia ke apart karena dia ada masalah di rumah. Abang gak bakalan macem-macem. Abang tidur di sofa, dia di kasur."

Terdengar helaan nafas panjang di sana. "Ingat, jangan di apa-apain! Kamu punya adik cewek, mama juga cewek."

"Yes, mam. Besok abang bawa ke rumah, entah sih mama bakalan kaget atau enggak."

"Kenapa? Kamu bukan pedofil kan?"

Mata Daren membulat mendengar tuduhan itu. "Enggak! Udah legal, mam."

"Jarak berapa tahun?"

"Emm ...."

"Berapa?"

"Satu level sama Baby," cicit Daren pelan.

"AEN! KAMU MAU BUAT MAMA JANTUNGAN APA? NGOMONG JAM SEGINI, ANEH-ANEH LAGI KABARNYA!"

"Calm down, mam. Pasti mama seneng kok abang sama ini."

"Awas besok kamu bawa ke rumah malah buat mama jantungan."

"Enggak, mam."

"Jangan aneh-aneh kamu, Aen."

"Promise."

"Sekarang kalau mama video call boleh?"

"Boleh, abang juga gak ngapa-ngapain." Sebelum sang mama yang merubah menjadi panggilan video, Daren lebih dulu mengubahnya. "Nih, abang lagi di balkon."

"Pakai baju?"

"Pertanyaannya." Daren mengubah menjadi kamera depan dan mengarahkan ke tubuhnya. "Masih lengkap, mam. Masih rapi juga kan baju abang?"

My DarenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang