21 ~ Cerita di Apartemen Daren

24.1K 1.1K 128
                                    

Jemari Daren bergerak halus di wajah Hilma, sesekali bibir itu terangkat naik dan tersenyum. Kedatangan Hilma saat ini benar-benar suprise, ia tidak tau mendiamkan Hilma beberapa jam saja dan niatnya agar gadis itu menenangkan diri ternyata malah membuat gadisnya terbang langsung ke sini.

Daren jatuh kepada gadisnya, gadisnya yang bahkan jarak umurnya sepuluh tahun lebih muda darinya dan bahkan berstatus juga sebagai sahabat adik bungsunya. Gadisnya yang entah sudah berapa banyak kejadian terlewat di umurnya yang masih 19 tahun.

Daren menghela nafas panjangnya dan merubah posisinya menjadi telentang. Tiga hari sudah Hilma di sini dan mereka tidak melakukan apapun. Dirinya mati-matian menahan nafsunya untuk tidak menyerang Hilma. Bagaimanapun dirinya juga lelaki normal yang 'burungnya' bisa bangun kapan saja apalagi saat tidur seranjang seperti ini. Ditambah mengingat kebiasaan tidur Hilma yang tidak bisa memakai bra nya, jadi pasti payudara gadisnya hanya terlapisi kaos saja.

Kalau bukan karena menjaga dirinya, menjaga Hilma, dan takut akan karma yang akan menimpa adik kecilnya, Daren sudah pasti akan melakukan 'itu' kepada Hilma. Daren pernah hampir khilaf, satu kali saja dan sampai sekarang Hilma tidak menyadarinya. Saat Hilma beberapa bulan yang lalu datang ke Belanda dan di hari ke sepuluh Daren tidak bisa menahan hasratnya. Dirinya menciumi Hilma hingga menciumi bahu dan perut Hilma. Saat akan membuka kaos gadisnya ke atas, tiba-tiba tatapan sang adik seperti muncul dan membuyarkan nafsunya.

"Kakak gak bisa bobok?"

Daren menoleh dan tersenyum, "Lanjutin aja tidurnya, sayang."

Hilma mengerang, ia semakin memeluk erat Daren. "Kenapa? Kakak mikirin apa?"

"Enggak papa, tadi kebangun aja."

"Beneran?"

"Iya. Tidur lagi, sayang."

Hilma mengusap-usap keningnya di dada Daren. "Laper ...."

"Tadi padahal ada yang makan satu loyang pizza sendirian deh?"

"Pizza kecil ya, salah kakak juga gak minta."

Daren terkekeh, ia mengecup rambut Hilma. Hening beberapa saat, hingga bunyi sesuatu membuat Daren tertawa. Suara perut Hilma yang berbunyi menandakan gadisnya benar-benar lapar. "Makan mi mau? Atau mau cari makanan di luar?"

"Gak usah deh kasian kakak, mau lanjut bobok aja."

"Gak papa, ayo. Kamu mau apa?"

"Yang gampang dan gak begitu nyusahin kayaknya mi. Besok pagi baru cari nasi, ya?"

Daren mengangguk, ia mencubit pipi Hilma. "Oke, besok kita bakalan kulineran." Daren mencubit hidung Hilma dan langsung berdiri. Untung saja masih ada stok mi. Dirinya menyalakan kompor dan memanaskan air. Ia duduk di kursi pantry, menunggu mi nya makan. Walaupun di negara orang namanya anak rantauan pasti ia akan selalu menyetok mi. Bahan makanan itu yang waktu expired nya lama dan memasaknya tidak perlu membutuhkan tenaga. Terkadang ia malas untuk sekedar keluar membeli makanan.

Daren mengerjapkan matanya, hawa di sekitarnya berubah, dingin. Ia langsung mengusap bulu kuduknya. Ia tidak pernah merasakan ini. Tidak mungkin ada hantu di apartemen kan? Daren langsung turun dari kursi dan menatap di sekelilingnya. Apakah ia menjadi mirip dengan Hilma? Ia peka terhadap keberadaan 'mereka'?

Bunyi air yang sudah mendidih membuat Daren menghampiri kompor dan memasukkan mi ke dalam air itu. "Anjing!" Ia berjingkat kaget saat tanpa mendengar apapun tiba-tiba sudah ada tangan yang melingkar di perutnya.

Ia membalik tubuhnya dan bersiap dengan spatula di tangan kanannya. "Maju lo kal- sayang ...."

Hilma menganga dan mengernyitkan dahinya. "Kakak kenapa?"

My DarenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang