49 ~ Haraz Dhanurendra Haryanto

16.5K 1K 53
                                    

Senyum di bibir Hilma tidak pernah luntur sejak jagoan kecilnya itu lahir ke dunia. Apalagi dengan melihat jemari kecil yang memegang jari telunjuknya, begitu menggemaskan. Bibir kecil yang mencari putingnya itu juga terlihat begitu lucu di mata Hilma, saat ini pokoknya hidup Hilma hanya berisikan kata gembira, menggemaskan, dan lucu karena kehadiran si ganteng itu.

Haraz Dhanurendra Hardyanto, nama dengan tiga kata yang panjang itu menjadi nama jagoan kecilnya dari ia dan Daren. Hilma menyadari bahwa rasanya seperti semua kehidupannya ia serahkan untuk bayi di gendongannya ini. Ternyata begini rasanya punya anak dan menjadi ibu, dengan melihat binaran mata saat melihatnya yang ia tau sebenarnya belum melihat dengan jelas itu sudah membuat hatinya sudah senang bukan main. Tatapan Daren dan tatapan Haraz sama, sama-sama membuat dirinya jatuh cinta.

Aroma wangi yang keluar saat pintu kamar mandi terbuka membuat Hilma mendongak dan tersenyum saat menemukan Daren yang bertelanjang dada hanya menggunakan boxer nya. "Pipinya merah." Ucapan Daren itu membuat Hilma langsung memegangi pipinya dan tersenyum malu. Daren yang tidak malas untuk berolahraga membuat tubuh itu masih terbentuk dengan indahnya.

Kecupan kecil di rambutnya membuat lengkungan bibir Hilma semakin naik. Apalagi melihat Daren yang sudah duduk di sebelahnya sambil mengecupi punggung Haraz, terlihat Daren begitu menyayangi jagoan kecilnya itu. Namun, ternyata kecupan Daren naik dan berhenti di atas puting payudara kiri yang tidak diemut Haraz. "Kakak, ih!"

"Sedikit aja."

"Dikit-dikit nanti lama-lama kakak makan semuanya."

Daren tertawa pelan sambil melihat Hilma yang akan menidurkan Haraz di tengah-tengah kasur. Saat Hilma sudah duduk kembali, ia dengan rambutnya yang masih setengah basah berbaring di paha Hilma, menggantikan posisi Haraz.

"Ini maksudnya papanya mau minta nen juga?"

"Dikit aja gak papa kok."

"Setidaknya keringin dulu rambutnya kakak sayang."

"Ini bentar lain juga kering, love."

Hilma mencubit pipi Daren dengan kesal, bisa saja jawaban lelaki ini. Melihat tatapan Daren yang tidak berhenti dari dadanya membuat Hilma menghela nafas kasar. Ia menutup mata Daren dengan tangannya sambil berkata, "Ini padahal nen nya baru diminum dedek 5 hari loh, kenapa natapnya udah kayak gak dikasih 5 tahun gitu sih?"

Daren menurunkan tangan Hilma, ia lalu merubah posisinya sehingga wajahnya sekarang terbenam di perut Hilma. "Ngeliat dedek nen kayaknya enak banget, papanya ya pengen tapi bundanya gak peka banget."

Hilma rasanya ingin menggigit telinga Daren kalau seperti ini tapi ia tidak tega. Wanita itu akhirnya memilih untuk membuka kaitan cup bra nya sehingga terdapat lubang khusus untuk menyusui, desain khusus bra menyusui ini sangat membuat Hilma senang karena masih bisa menopang payudaranya walaupun ia menyusui.

"Ini gak boleh semuanya dibuka?"

"Wah ... ngelunjak."

Gumaman Hilma itu membuat Daren terkekeh. Ia tanpa bertanya lagi malah melepaskan kaitan belakang bra hingga payudara Hilma yang semakin besar itu langsung sedikit mengenai wajahnya.

"Kakak."

"Apa, love? Lebih enak gini, mulut aku sama mulut Haraz beda kokopannya."

Hilma sudah menyerah dengan jalan otak Daren kalau masalah seperti ini. Ia berakhir hanya pasrah saat tali bra satu persatu dikeluarkan dari lengannya. Tatapan berbinar yang keluar dari laki-laki dewasa itu membuat Hilma tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum.

"Jangan diliatin aja kak."

"Kayak baru pertama aja sih?" Daren mengalihkan tatapannya yang semula dari kedua payudara Hilma menjadi ke bola mata coklat itu. "Makin gemesin banget nenen kamu."

My DarenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang