Part 4

29 3 0
                                    


Lyn sudah satu jam lebih duduk di ruangan Will, Ia hanya menuruti perkataan Will yang mengatakan untuk menunggu disini dari pukul 4 sore dan sekarang sudah hampir pukul 5 sore namun Will tak kunjung datang. Lyn tidak paham kenapa Ia juga ikut mengosongkan jadwal di hari ini? Padahal besok mereka akan ke Singapure bertemu dengan investor luar.

Lyn menghela nafas dan memilih untuk keluar ruangan itu. Waktu jam pulangnya terbuang sia-sia menunggu hal yang tidak pasti. Baru satu langkah kakinya keluar dari ruangan Will, orang yang Ia tunggu sedari tadi muncul dengan menenteng satu paperbag besar.

"Ganti baju kamu," ucap Will sembari memberikan paperbag itu. Lyn menatap paperbag itu lalu kembali menatap Will, "Maaf Pak, emangnya kenapa pakaian saya yang sekarang? Ada masalah? Dan jika boleh tau, kita mau kemana, Pak?"

Will menarik lengan Lyn untuk masuk kembali ke ruanganya, "Terlalu formal. Saya tunggu disini."

Lyn hanya mengangguk pasrah, tidak ada gunanya juga melawan Will si keras kepala. Lyn pergi ke kamar mandi ruangan ini dan ternyata sangat berbeda dengan toilet-toilet di kantor. Kamar mandi ini cukup besar dengan interior putih dan emas mendominasi. Lyn mengeluarkan isi paperbag itu dan mengernyitkan dahinya bingung. Pakaian yang diberikan Will ini terlalu casual, apa tidak masalah jika ingin bertemu orang pakai baju seperti ini? Whitee tee dan white denim shorts.

Setelah menukar pakaian dan merapikan semuanya, Lyn keluar dan melihat Will yang sedang tertidur di kursinya. Lyn memelankan langkah kakinya dan duduk di sofa ruangan itu memperhatikan wajah Will yang sangat kelelahan.

"Perlu dibangunin atau gak usah ya?" tanya Lyn pada dirinya sendiri. Ia bingung dan tidak tega. Will sepertinya sangat kelelahan terlihat dari wajahnya. Lyn memilih untuk membiarkan Will tertidur.

Suara dering ponsel membuat Will terbangun dari tidurnya dan Lyn langsung mengubah arah pandangnya.

"Okey.. saya naik," Will mematikan teleponnya lalu berjalan kearah Lyn, "Ayo!"

Lyn hanya mengangguk dan mengikuti Will dari belakang. Sekitar setengah jam-an Lyn memperhatikan Will tidur. Tidak ada percakapan diantara mereka berdua, hingga lift berhenti di lantai paling atas gedung ini. Mereka menaiki anak tangga dan keluar menuju rooftop yang ternyata sudah terparkir satu helikopter disana. Lyn menatap kagum. Ia baru tau kantor ini memiliki helipad.

Lyn mempercepat langkahnya dan menyentuh body helikopter itu. Sangat kampungan tapi Ia sangat takjub. Jika jadwalnya dikosongkan untuk hal ini mah Lyn tidak akan keberatan. Lyn menatap Will dan satu orang yang Ia yakini sebagai pilot helikopter ini.

"Pak, boleh saya yang bawa?"

Oke. Pertanyaan bodoh. Tapi Ia sangat ingin membawa helikopter ini.

"Apa anda sudah berpengalaman?" pilot itu bertanya lalu dibalas oleh Lyn, "Saya punya lisensi pilot dari USA dan Indonesia. Tapi terakhir kali bawa dua tahun yang lalu. Apa boleh saya yang bawa?"

Pilot itu tampak bingung lalu menatap Will dan mengangguk, "Boleh, silakan."

Lyn tersenyum lebar, Ia sangat senang. Sudah dua tahun Ia tidak pernah menerbangkan pesawat. Setelah menyelesaikan S1, Lyn memang masuk akademi pilot di USA selama setahun lalu setelah itu melanjutkan S2. Setelah menyelesaikan segala urusan perkuliahan S2, Lyn kembali menetap di Indonesia dan mengambil akademi pilot lagi untuk mendapatkan lisensi disini. Oleh karena itu juga, Lyn tidak pernah melamar pekerjaan. Ia sibuk memenuhi semua keinginan terlebih dahulu.

"Kita mau kemana?"

"Bukit golf pondok indah," jawab pilot bernama Sean itu. Lyn mengangguk dan masih tersenyum. Rasanya seperti mimpi bisa menerbangkan helikopter lagi.

"Kamu sudah berapa lama jadi pilot?"

"3 tahun."

Lyn mengangguk, "Sekolah pilot dimana?"

"Saya di BIFA. Kalau boleh tau, anda ambil lisensi dimana?"

Lyn tertawa, "Tidak perlu kaku seperti itu. Saya di Ganesha ngambil regular package setahun. Sebelumnya di USA ngambil yang private jadi disini ambil yang fullnya."

"Ini sebagai hobi atau memang cita-cita kamu sebagai pilot?"

"Hobi saja."

"Wah.. padahal sekolah pilot kan mahal."

Benar. Memang sekolah pilot dimanapun itu sangat mahal. Namun karena Lyn ingin memenuhi semua keinginan masa mudanya, Ia mau tidak mau mengeluarkan uang lebih untuk itu. Ia tidak ingin menyesal dikemudian hari. Sisa uang beasiswa, uang jajan dari orang tuanya saat kuliah dulu, dan uang kerja part timenya, Ia tabung dan akhirnya bisa mengambil sekolah pilot itu.

"Boleh tidak saya minta nomor kamu? Siapa tau kapan-kapan mau pinjam helinya lagi."

Sean tersenyum kik-kuk lalu menoleh kebelakang dan mendapatkan tatapan datar dari Will. Sean menggaruk tengkuknya, "Helikopter ini punya Pak Will. Saya hanya pilotnya saja dan saya belum mampu beli helikopternya."

"Ohh... sudah berapa lama kamu jadi pilot Pak Will?"

"Baru lima bulan ini."

"Kenapa mau?"

Sean kembali menggaruk tengkuknya, "Gajinya lebih banyak dan Pak Will juga baik."

Lyn hanya mengangguk dan menoleh kebelakang beberapa kali lalu tersenyum malu. Selama perjalanan mereka tidak mengajak Will berbicara dan dari tatapan Will, Lyn tau bahwa Will sedang marah saat ini. Lyn memilih untuk diam hingga mereka mendarat di halaman samping rumah yang sangat besar. Bisa dibilang ini mansion karena sangat besar dan luas. Lyn turun dari helikopter itu dan menunggu Will yang sedang berbicara dengan Sean.

"Ini kerajaan siapa Pak?" tanya Lyn saat mengikut Will dari belakang.

"Rumah orang tua saya."

"Ha?"

Lyn mempercepat langkahnya hingga berdiri berhadapan tepat di depan Will. Ia ingin protes, jika ini rumah keluarga bossnya maka Ia harus menggunakan pakaian yang formal namun pakaianya kali ini sangat kasual.

"Pak, saya ganti baju dulu kalau begitu," Lyn menengadah pandangannya namun tidak terlihat seperti ada ruangan untuk mengganti baju, "Toiletnya dimana Pak?"

Will tidak menjawab malah membawa Lyn masuk ke dalam rumah besar ini. Melihat interior rumah saja Ia sudah tidak bisa berpikir jernih. Dipenuhi interior mahal.

"Kamu tunggu disini. Saya ganti baju sebentar. Jangan kemana-mana nanti tersesat."

Lyn duduk di kursi itu menunggu Will. Ia juga tidak berniat kemana-mana karena jalan masuk kesini tadi saja Ia sudah lupa. Lyn hanya melihat foto-foto yang terpampang di dinding rumah itu. Ternyata Will memiliki dua orang adek, satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Laki-laki itu yang pernah memergoki mereka saat di ruangan dan perempuan ini belum pernah Lyn lihat namun wajahnya tidak asing. Ada foto pernikahan dari adek perempuan Will namun Ia tidak melihat foto pernikahan Will disini mungkin karena Will dan istrinya sudah tidak besama lagi. Lyn tidak terlalu mempedulikannya, Ia melihat sekeliling foto yang ada disitu lalu kembali duduk menunggu Will.

Boss and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang