Kita ada untuk selamanya. Kalaupun kita pergi, mungkin semesta senang melihat perjuangan kita yang terlalu indah itu.
Semesta dan hujan yang membekas, sama seperti senyumnya yang selalu mengganggu benak kepala tanpa henti.
Jakarta dan gerimis yang meninggalkan genangan air di beberapa tempat rupanya menyimpan kisah yang tidak terlalu buruk. Hilir aktivitas di sore ini sepertinya harus terhambat karena hujan yang tiba-tiba saja datang membawa rintik air yang mungkin tengah menyembunyikan tangis milik seseorang yang keluar.
Afra menatap kosong jendela kamarnya yang sudah tertutup rapat. Tirai yang sengaja dia tutupi sebagian, menutup bagian luas kamarnya yang tertata rapi, hal itu tak serta merta membuat aktivitasnya berhenti sampai disitu. Lamunan kosongnya sepertinya tengah asik berkelana memikirkan suatu hal yang nyatanya tidak ada di dekatnya. Buku tulis yang dibaluri dengan banyaknya buku paket juga sebuah bolpoin yang tersimpan di atasnya, hal itu berhasil membuat Bhumi, Papanya itu berjalan mendekat setelah lama hanya diam berdiri di ambang pintu kamar.
"Mikirin apa?" Bhumi ikut duduk disebelahnya yang kebetulan kosong dan masih menyisakan ruang yang cukup luas untuk diduduki.
"Papa."
Bhumi melebarkan senyumnya ketika mendengar akan hal itu. "Sahabat kamu di bawah, katanya mau nginep."
"Ayla?"
"Siapa lagi kalau bukan dia?" Bhumi balik bertanya. Dia terkekeh kecil ketika melihat rasa canggung Afra yang tiba-tiba. "Samperin gih, kasihan diluar."
"Oke."
Afra lekas beranjak tanpa menunggu hal apapun lagi. Perempuan dengan bandana pink itu mulai menuruni anak tangga yang menghubungkan dengan lantai bawah dan berhasil menemukan Ayla yang tengah berdiri tegap membelakanginya. Cewek itupun lekas menatapnya lamat. Koper besar dengan tas ransel yang melekat di punggung kecil gadis blasteran itu, hal itu berhasil membuat Afra mempercayai akan ucapan sang Papa yang mengatakan jika Ayla akan menginap di rumahnya.
"Mau tidur di luar aja nih?"
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Jangka waktu yang terbilang tidak seberapa itu berhasil membuat tubuh Ayla membalik cepat dengan raut wajahnya yang menunjukkan binar kebahagiaan. Cewek berambut coklat itu lekas mendekat dan memeluk erat sahabatnya yang terdiam mematung di depan pintu rumah.
"Ra, akhirnya lo keluar. Sampai bulukan gue nunggu lo."
Dua mata Afra megerjap bingung. Dia tidak cukup mengerti dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Ayla barusan. "Kamu beneran mau nginep?" Tanyanya bersuara, melepas peluk eratnya dan kembali menatap Ayla sekilas.
"Bawa koper besar kaya mau pindah rumah aja."
Ayla tak terlalu mempermasalahkan, dia hanya membalas ucapan Afra barusan dengan sebuah cengiran kecil yang berhasil membuat Afra menggelengkan kepalanya. "Masuk, Ay."
"Ini gue beneran ga papa kan nginep? Bokap sama nyokap lagi ga ada soalnya. Untung gue ingat punya sahabat baik kaya lo, ra. Jadi, langsung gas aja deh gue ke rumah lo."
YOU ARE READING
Al-Birru (DIROMBAK)
Teen Fiction📌 GA FOLLOW GA ELIT 📌 "Kembali pulang jika lelahmu sudah usai." Rafa masih ingat jika ia terlahir bersama. Rafa juga masih ingat akan penyebab berubahnya sikap sang Papa terhadap dirinya. Umur tujuh belas tahun dimana semuanya berubah dengan begit...