Jakarta Pusat, 10 Oktober 2017
Ditengah kerumunan kantin Meisya menatap kosong kearah gelasnya. Selama beberapa hari ini dia selalu kepikiran dengan Vano. Bukan masalah perasaan, tapi tentang keluarga Vano. Kenapa pria itu bisa mengalami hal seperti itu? Apa yang waktu itu bukan pertama kalinya? Mengingat perkataan Vano waktu diparkiran itu sepertinya sudah terjadi sejak lama. Tapi.. Kenapa?
Suara ketukan meja tak menggubris gadis itu. Zeanne mengerutkan dahinya saat melihat temannya tidak menyadari kedatangannya. "Hello~~ Apa ada orang disini?" Beberapa kali Zeanne mengibaskan telapak tangannya di depan wajah Meisya.
Meisya pun tersadar. "Ah, udah datang lo?" Zeanne terlihat menghela nafas saat Meisya sudah kembali sadar.
"Kenapa lo?"
"Apanya?" Meisya tidak tau Zeanne bertanya tentang apa.
Zeanne melipat kedua tangannya diatas meja. "Lo. Dari tadi dipanggilin nggak denger. Udah gitu, di samperin nggak gubris lagi."
Meisya pun kembali mengaduk minumannya. "Zeanne.. Wajar nggak sih, kalau bokap sama kakak lo sering mukulin lo dari dulu?"
Pertanyaan Meisya terdengar aneh bagi Zeanne. Seorang anak perempuan yang paling disayang keluarga yang masih lengkap bertanya hal ganjil seperti itu? "Ya gila aja! Menurut lo wajar? Itu mah kdrt! Mana ada keluarga kayak begitu?!" Menurutnya apa ada keluarga zaman sekarang yang seperti itu? "Lagian, kenapa lo tanya hal aneh kayak gitu? Lo ada lihat orang yang begitu?"
Meisya membeku. Benar. Dia melihat itu dua kali. Pertama oleh sang ayah, lalu oleh sang kakak. Seharusnya waktu itu dia melaporkan kejadian itu ke kantor polisi. "Bukan. Gue nggak sengaja baca artikel begitu."
Zeanne menatap curiga Meisya. Yah, memang tidak banyak. Tapi, mungkin ada yang seperti itu sampai masuk berita dan beberapa artikel. "Kalau ada lo lihat yang begitu langsung. Mending lo jangan ikut campur. Nanti takutnya lo malah bikin korban tambah banyak masalah."
Memang benar perkataan Zeanne. Tidak baik baginya untuk ikut campur urusan Vano. Tapi, dia merasa entah kenapa alasan Vano menjadi begitu dingin seperti itu karena ulah ayah dan kakaknya Vano. Meisya heran, kenapa keluarganya seperti itu?
"Oke.." Meisya kembali meminum minumannya yang tinggal sedikit.
Walaupun Meisya tidak cerita. Tapi, Zeanne tetap merasa aneh dengan tingkah temannya itu. Meisya tidak pernah membahas suatu masalah sebelum dia mengalaminya. Walaupun katanya dia berpikir seperti itu karena melihat satu artikel itu tidak membuat Meisya sampai terlihat memikirkan hal itu sampai begitunya. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan oleh temannya itu.
☆☆☆☆
Hari ini hari yang dijanjikan Vano untuk mulai belajar perusahaan ayahnya. Bukan hanya sekedar belajar. Dia disana akan masuk salah satu divisi dan mulai belajar dari salah satu pegawai ayahnya. Karena kata ayahnya belajar langsung itu lebih efisien dari pada sekedar belajar teori saja.
Vano sebenarnya tidak berminat belajar dibidang manajemen atau bisnis. Tapi, dia tidak bisa apa-apa kalau tidak punya kekuatan. Alasan ayahnya selalu kejam padanya juga karena dia tidak hidup dengan benar sejak ibunya meninggal. Ayahnya benci dengan orang yang selalu lusuh tak berdaya.
Yah kesampingkan itu. Alasan dia menerima tawaran ayahnya juga ada hal penting yang harus dia cari tau. Tapi tidak mudah. Sepertinya dirinya harus dekat dengan seseorang kepercayaan ayahnya lebih dahulu.
"Ayah kira kamu lupa janji mu sendiri." Terdengar suara senang keluar dari mulut ayahnya yang sekarang dibencinya.
Vano menatap lurus ke wajah ayahnya. "Tidak mungkin pak." Vano mulai berbicara formal pada ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence | Rasa Ingin Memilikimu Semakin Kuat [Jaeminju]
Mister / ThrillerMenceritakan tentang seorang pria yang menyukai teman kampusnya yang baik hati sampai membuat dirinya hampir gila karena obsesinya. ~Vano Restu Mahendra~ "Aku tau kalau kamu juga ingin selalu bersamaku, tapi kenapa kita selalu nggak bisa bersama? SE...