Empat-4

10 1 0
                                    

BOYS

"Sip, sampe."

Dua motor berhenti di depan rumah berwarna abu-abu putih yang berada di dalam komplek. Tanaman-tanaman yang menjuntai dari lantai dua serta pohon mangga yang menjulang tinggi menambah kesan asri dari rumah tersebut.

Haikal turun dari motornya yang dikendarai Aljen lalu berjalan menuju pagar. Di geserlah pagar tersebut yang kemudian menampilkan banyaknya motor yang terparkir rapi.

"Wih, anak mana nih mau tawuran di rumah orang?" celetuk Haikal.

Juna memutar bola matanya malas. "Ga usah banyak bacot." katanya. "Awas, Naren mau masuk."

Haikal hanya memonyongkan bibirnya menanggapi ucapan temannya. Dia segera melesat masuk ke dalam rumah tanpa melepas sepatu.

"SELAMAT SORE PARA PENGHUNI RUMAH! HAIKAL GANTENG PULANG!"

Iya, mereka ada di rumah makhluk yang baru saja teriak itu.

Rencana awal mereka memang ke rumah Juna yang notabenenya paling dekat dengan sekolah. Sayang sekali Dewi Fortuna sedang tidak berpihak pada mereka.

Juna yang mengira sudah membawa kunci rumah dan aman berada di tas, malah lupa kalau dia telah mengeluarkannya dan berujung mereka harus pindah ke rumah terdekat setelahnya. Yang tak lain dan tak bukan adalah Haikal.

"Berisik, Tot!"

Haikal cemberut ketika telinganya menangkap suara familiar. "Ih, Abang. Galak bener sama adeknya yang gemes banget kayak bayi gini?"

"Bayi babi iya!"

Tawa menggelegar di ruang tengah keluarga Pranadipa. Balasan yang berasal dari kakak Haikal itu mengundang tawa tak hanya dari orang-orang yang sedang berkumpul di situ, tapi juga ketiga teman Haikal yang baru saja masuk.

"Et, anak Bakhtiar ga sopan banget."

"Ngaca, tai."

"Mulutnya ya, Malikanjing."

"Kedengaran Teh Dita mampus lo, sat."

Iris madu itu mengerjap beberapa kali, tangannya yang sedang melepas tali sepatu berhenti. "Lho, Kanjeng nomor dua udah pul—"

"Kenapa, Malik?"

Malik, kakak kedua Haikal, menyeringai lebar saat mendengar balasan yang berasal dari dapur. Sementara itu, Haikal melotot kaget.

"TEH, SI BONTOT NGATAIN MALIK PAKE NAMA AYAH!"

"ENGGA, KANJENG! BANG MALIK BOONG!"

Dengan segera Haikal melempar tatapan tajam pada sosok yang sedang duduk di karpet ruang tengah itu. "Sialan lo, Bang, diem!"

Yang ditanggapi dengan cibiran mengejek pada adik tercinta.

Melihat siluet yang muncul di dinding dapur, Haikal segera melesat ke dapur dengan kecepatan yang mengalahkan Usain Bolt. Diikuti Malik yang tau adiknya akan melakukan apa.

"Oh, Haikal udah pul—"

"Haikal sayang banget sama Kanjeng pokoknya! Jangan dengerin apa kata—Woi, Malik, sakit!"

"Heh, ga sopan, monyet!"

"Tuh, Teh! Abang ngatain Haikal 'monyet' masa!"

"Idih, emang mirip!"

"Kanjeng, si Malik jahat!"

Perseteruan antara kedua laki-laki itu masih berlanjut hingga jitakan keras di kepala mereka dapatkan dari satu-satunya perempuan yang ada di situ.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐁𝐥𝐮𝐞𝐭𝐡 [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang