2. First Enemy

105 17 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jay menopang dagunya dengan dua tangan yang sikunya ditumpukan ke meja makan. Netra elangnya menatap datar Selene yang duduk tegak di seberangnya dengan tatapan tajam.

"Kamu mau masuk Akademi Dawn di Sinister untuk balas dendam atas apa yang saudarimu terima?" tanya Jay, mengulang permintaan Selene saat mereka bertelepon.

Selene mengangguk. "Saudariku di-bully sampai meninggal, Kak Jay. Aku nggak bisa mendiamkan mereka yang sudah membuatnya seperti itu. Apalagi ... dia meninggal saat berusaha mengantarkan hadiah untukku."

Selene mengulurkan pergelangan tangan kirinya yang dihiasi oleh gelang metalik hitam juga putih. "Ini hadiah darinya."

Jay menatapi gelang baru milik Selene tanpa reaksi. Namun netranya sedikit melukiskan rasa terluka. Tiba-tiba Jay merasa sesak.

"Aku belum pernah merayakan ulang tahunku dengannya, namun saat dia hendak merayakannya dia malah pergi seperti ini." Selene menarik kembali tangannya. "Dia sudah memberiku hadiah, kini giliranku yang akan memberinya hadiah."

"Tunggu sebentar Selene, Kakak nggak setuju dengan ini." Jay menggeleng, tubuhnya mundur bersandar pada sandaran kursi sembari bersedekap. "Balas dendam nggak akan menyelesaikan segalanya. Lagipula, mungkin kita bisa cari jalan lain. Ayolah, pikirkan ini dengan kepala dingin."

Selene menatap Jay dengan tatapan tidak percaya. "Kak ...."

"Selene, listen to me!" Jay berdiri dari duduknya. Sepasang netra elangnya menatap lurus kepada tunangannya tersebut.

"Kamu hanya akan membuat Luna sedih, dia akan melihatmu sebagai saudari yang nggak bisa merelakannya pergi." Jay menatap sendu Selene. "Kamu tentu nggak mau membuatnya sedih, bukan?"

Selene mengepalkan tangannya untuk menahan geram. "Lantas apa aku harus diam saja?" Selene beralih bersedekap.

Jay menggeleng. "Selene, dengarkan Kakak dulu, Selene. Balas dendam bukan satu-satunya cara."

"Aku nggak bisa melihat mereka yang sudah menyakiti saudariku tetap hidup dengan nyaman, Tuan Muda Park Jongseong." Selene berdiri, kedua tangannya mengebrak meja dengan kuat. "Luna menderita selama ini! Dia mati mengenaskan di hari ulang tahunnya sendiri!"

Jay terdiam memperhatikan Selene yang kalap. Dia sudah hafal, jika tunangannya ini sudah jadi tidak terkendali, pasti bakalan sulit untuk dinasehati.

Keras kepala, tapi Jay sangat menyukai sifatnya yang satu itu.

"Kakak nggak setuju dengan rencana balas dendammu karena itu juga nggak sesuai dengan visi-misi kita sebagai Teivel," kata Jay kalem. "Kamu adalah bagian dari Teivel dan tugas dari ayahku adalah hidupmu. Jadi aku nggak bisa membiarkanmu melenceng. Mari pikirkan cara lain."

Selene menatap Jay dengan lurus dan tidak senang. Nafasnya menggebu mendengar Jay mengungkit janjinya.

"Kalau begitu aku akan keluar dari Teivel!" tegas Selene, kedua tangannya terkepal di atas meja makan. Sorot matanya berkilat penuh keseriusan. "Akan kuselesaikan sendiri urusanku."

SELUNA: Sister [ Yunjin LeSse ft. ENHYPEN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang