Suasana pagi di salah satu pemakaman umum kota Aeon begitu sejuk. Angin semilir, gemerisik suara dedaunan yang dimainkan angin, dan cuitan burung gereja mengiringi suasana duka cita.
Selene dalam balutan gaun hitamnya duduk bersimpuh dan menatap kosong di samping makam Luna. Raut mukanya datar, namun dadanya sesak bukan main.
"Cepat sekali kita bertemu dan berpisah." Selene meletakkan seikat bunga lily putih di atas makam Luna. "Kita berpisah selama belasan tahun dan bertemu hanya lima menit. Apa-apaan itu?"
Selene mengusak pelan hidungnya yang tiba-tiba gatal. Pelupuk matanya juga mendadak jadi berat karena menahan air mata. "Luna ... kenapa juga malam itu aku nggak langsung mengenalimu? Hanya gara-gara luka-lukamu ...."
"Kamu nggak apa-apa?" Seseorang menghampiri Selene dari belakang. Memosisikan dirinya di samping gadis yang tengah berduka itu.
Selene beringsut menyeka air matanya dan menoleh cepat pada pemanggilnya. Netranya mendapati sosok laki-laki berwajah tegas dan tinggi menjulang dalam balutan jas hitamnya. Bibirnya mengukir senyum kecil. "Nangis aja nggak apa-apa. Jangan ditahan, nanti jadi sesak."
"Aku nggak nangis." Selene menghela nafas.
"Batu banget kalo dinasehatin." Jay mendengkus kecil, menahan tawa. "Inget, Selene Davies. Kamu nggak pernah sendirian. Ada Kakak di sini buat kamu."
Selene tidak menjawab. "Kak Jay, aku lagi nggak mood buat bercanda."
"Kakak juga nggak lagi bercanda," sergah Jay, netranya menatap sayu pada Selene. Telapak tangannya yang hangat menepuk lembut bahu Selene. "Kakak emang gak tau rasanya ditinggal saudara, tapi Kakak mau Selene nggak nyimpen rasa sakit Selene sendirian."
Selene terdiam. Hatinya sedikit menghangat mendapat penghiburan. Namun penghiburan itu tidak cukup.
"Kakak antar pulang, ya?"
_____ _____
Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi ketika Bugatti hitam metalik yang Jay kendarai hampir sampai ke area rumah Selene.
Selama perjalanan pulang, Selene terus melamun menatapi jalanan di luar melalui kaca jendela mobil. Otaknya dipenuhi oleh pertanyaan tentang apa isi dari tas yang Luna minta untuk disampaikan padanya. Semalam dia tidak sempat membukanya karena fokus menyiapkan pemakaman Luna saja.
"Selene, kita sudah sampai," tegur Jay seraya menghentikan mobilnya di depan pekarangan rumah yang dipenuhi oleh bunga gladiol. Di belakangnya, ada rumah dua lantai kelas menengah ke atas bercat putih.
"Eh?" Selene tersadar dari lamunannya, baru sadar kalau dia sudah tiba. "Ah, ya, terima kasih untuk tumpangannya, ya, Kak."
Selene mendekati Jay. Bibirnya mengecup pelan rahang tegas milik Jay sebagai ucapan terima kasih.
"Tunggu sebentar." Jay menahan tengkuk Selene dengan tangan kirinya. Wajahnya yang semula menghadap ke jalanan di depan beralih menoleh lurus pada Selene. "Kamu nggak menawari Kakak untuk mampir?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SELUNA: Sister [ Yunjin LeSse ft. ENHYPEN ]
FanficGenre ( Violence, Mafia, Drama ) ______ Selene, seorang pembunuh bayaran yang tergabung dalam kelompok mafia paling berbahaya di kotanya, menggantikan saudarinya, Luna, yang meninggal di Akademi Dawn sebagai siswa di sana untuk membalas dendam. Deng...