15. Past Grudges

106 12 5
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Detik demi detik berlalu dalam keheningan. Huxley masih mematung di tempatnya, sedangkan Selene terkulai lemas dalam posisi berdiri dan masih terikat. Dalam keadaan tangan terikat ke atas seperti itu, Selene kehilangan hampir seluruh kekuatannya karena sirkulasi darah yang terganggu dikarenakan tubuh yang ditarik ke atas dalam waktu yang lama.

"Luna ... mati?" Suara Huxley terdengar mengambang. Netranya bergetar menatap Selene. Genggamannya pada tongkat baseball di tangannya perlahan terlepas.

Dunianya seakan dijungkir-balikkan setelah Selene menyelesaikan kalimatnya. Pelupuk matanya tiba-tiba terasa berat, pandangannya memburam. "Bohong ... pasti bohong, aku belum menemukan Luna. Bagaimana bisa dia ...."

Selene menatap lurus pada Huxley yang tengah rapuh. Jika menurut ingatannya di jalan tol saat hujan, Huxley dan Luna memang memiliki ikatan yang lebih erat dibandingkan Huxley dengan Selene atau bahkan dengan Luna.

Netra rusanya tidak bisa berbohong tentang kasih sayangnya. Dia bahkan juga tidak bisa dibohongi oleh kehadiran Selene yang mengambil posisi sebagai Luna.

"Aku sendiri yang menolong Luna di hari kematiannya dan memakamkannya," sahut Selene pada Huxley.

Huxley kembali melangkah mendekat. Ujung tongkat baseball-nya yang tumpul ditujukan ke dagu Selene. "Kau pikir aku akan percaya dengan ucapanmu?"

Selene terkesiap. Tongkat baseball milik Huxley tiba-tiba menekan lehernya. Selene mencoba menarik dirinya menjauh, namun itu hanya membuat Huxley semakin menekan tenggorokannya.

"Haish, sialan. Kau pikir aku akan percaya dengan dongengmu?" Huxley menyeringai. "Kini yang kuinginkan adalah kau merasakan semua rasa sakitku. Selain itu, kau begitu karena cemburu, kan? Kau berusaha menggantikan posisi Luna dengan membunuhnya!"

Dia ... sudah tahu kalau Luna meninggal? Selene tersentak, tidak mengerti dengan ucapan Huxley. "Omong kosong macam apa itu?"

"Aku lebih dekat dengan Luna sejak kecil." Huxley tertawa. "Kini kau mengatakan kalau Luna sudah tiada. Apa kau ingin kakakmu ini kembali? Setelah semua yang kau lakukan?"

Selene menggeram marah. "Kau ini benar-benar sudah gila, ya?"

"Berisik! Mati saja kau!" Huxley melayangkan tongkat baseball-nya ke arah Selene. Namun tiba-tiba, suara mesin pemotong yang berisik dari luar ruangan menginterupsinya.

Ayunan tongkat Huxley terhenti di udara saat dia hampir menyentuh pinggang Selene. Atensinya teralihkan ke pintu kayu jati yang menjadi satu-satunya jalan keluar.

"Apa yang terjadi?" Huxley menggeram.

Tiba-tiba ujung dari mesin pemotong yang berisik tadi menembus pintu, membentuk sebuah lubang besar di saat dengan cepat dan mudah dengan pisaunya yang tajam. Setelah lubang terbuat, seonggok kaki menendang kayu yang telah terpotong tersebut hingga jatuh ke lantai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SELUNA: Sister [ Yunjin LeSse ft. ENHYPEN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang