BAB 14 | Sebelum Jumpa

29 13 1
                                    

Shima berusaha membuat dirinya merasa lebih santai, melepaskan ketegangan yang sedari tadi dirasakan oleh setiap sendi tubuhnya, di dalam sebuah kolam mandi dengan air hangat dan bunga-bunga serta rempah-rempah khas sebagai ramuan mandinya, wanita itu berusaha untuk memejamkan matanya, membiarkan setiap aroma hangat itu memasuki indera penciumannya.

"Nyaman sekali rasanya," ujarnya, perlahan-lahan menenggelamkan hampir seluruh tubuh hingga hanya menyisakan setengah wajahnya di permukaan.

Kedua mata Shima terbuka seketika saat suara pintu diketuk beberapa kali. Wanita itu mengembuskan napas kasar, ketukan pintu itu sukses membuat rasa nyaman yang baru beberapa waktu lalu itu hilang.

Sulit sekali untuk bersantai barang sejenak. Keluhnya dalam hati.

"Masuklah," ucapnya memberikan perintah untuk orang yang berada di belik pintu.

"Nyuwun pangapunten, Ratu." Seorang dayang menghampiri Shima sambil duduk bersimpuh dengan kedua tangan yang saling mengatup.

"Ada apa, Dayang?"

"Begini, Yang Mulia Ratu, di ruang perjamuan sudah menunggu Tuanku Putri," ungkap sang Dayang dengan hati-hati.

"Parwati?"

Dayang itu mengangguk sebagai jawaban.

"Kenapa tidak Parwati sendiri yang langsung menemuiku di sini?"

"Mohon maaf, Yang Mulia Ratu, beliau datang bersama dengan rombongan dari Galuh."

Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh dayang tersebut, Shima segera menyudahi aktivitas mandinya. Meminta dayang menyiapkan dirinya sepantas mungkin demi bertemu dengan Parwati dan juga keluarga baru Kalingga.

Dengan tergesa-gesa Shima menerobos ruang demi ruang di istana yang begitu megah miliknya, hingga langkah kakinya terhenti saat dia tiba di ruang perjamuan. Suasana pagi itu terasa begitu meriah, tidak seperti biasanya ruang makan yang sepi sebab hanya ia dan Narayana bagi berdua. Namun kini telah hadir putrinya berserta orang-orang dari Galuh.

Tidak butuh waktu lama, para pelayan berdatangan membawakan berbagai macam hidangan santap siang mereka. Setiap perut terisi, setiap piring kotor bergantian dibawa oleh para dayang ke dapur istana.

"Setelah selesai makan siang, kalian istirahatlah. Aku sudah siapkan kamar untuk kalian dapat beristirahat. Aku hanya mendoakan semoga kalian bisa nyaman berada di sini," ucap Shima.

Parwati dan keluarga suaminya diantar menuju ruang tidur di ruang tamu yang ada di istana.

"Yang Mulia," panggil Parwati dengan wajah penuh binar yang menyiratkan kerinduan dan rasa senang secara bersamaan.

Shima melayangkan senyum menyambut Parwati.

"Boleh aku bersama dengan ibunda sebentar?"

Shima mengangguk sebagai jawaban, dia lalu berkata, "Tentu saja, Sayang."

Parwati berjalan beriringan langkahnya sesekali ia sengaja samakan dengan langkah sang ibu. Dia lalu tertawa kecil. Sementara Shima tersenyum sambil lalu sebelum dia berkata, "Kau seperti anak kecil saja, Parwati."

Mendengar ucapan sinis sang ibu membuat senyum di wajah Parwati luntur. "Apa ibunda sudah tidak sayang kepadaku lagi?" Kalimat tanya itu spontan terucap dari mulutnya.

"Apa? Bagaimana mungkin, Nak!" sergah Shima, melayangkan tatapan tidak percaya.

Parwati langsung memeluk tubuh ibundanya dari samping, dia lalu berkata, "Aku Sayang, Ibu!" serunya, tanpa diminta dua daratkan kecupan ingkar di pipi Shima.

Another Shima (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang