Langit Adara menatap malam yang kosong tiada bintang malam ini, sunyi sepi bahkan tak ada seseorang pun yang lewat, menggambarkan hatinya. Langit pulang dengan tatapan kosong dimatanya, tak terasa ia sudah menghabiskan banyak waktunya hanya untuk mengelilingi kompleknya.
"Lang, gue tadi ambil jajanan lo" ujar pria itu.
"aduh lo tuh ya, Vian.. Vian.." ujar Langit sambil memelas.
"nanti gue balikin kok'' sahut Vian Gevano, teman satu kos-kosannya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
***
Mentari pagi telah lahir membawa terangnya, Hujan semalaman membuatnya tampak segar. Cuaca hari ini sangat nyaman. Terdengar banyaknya burung berkicau, serta awan awan yang menggantung indah diatas langit. Cahaya matahari menyilaukan pandangan Langit kala ia membuka mata, hingga kedua manik kucing itu mengedip berulang kali agar terbiasa dengan cahaya yang masuk ke retina. Setelah pandangannya membaik, Langit mulai beranjak bangun dari tidurnya.
Langit memijit pangkal hidungnya karna pusing, nyawanya belum terkumpul sempurna karna baru saja bangun. Merasa sudah sedikit membaik, ia pun membuka ponselnya karena ingin menanyakan kabar Mahira.
Langit diam, menatap layar ponsel dengan pikiran yang berkelana. Jemari Langit sulit untuk mengetik sepatah kata pun sehingga Langit pun bertanya pada Rayhan. "Han, gue takut." cicitnya sembari menggenggam ponsel dengan gemetar.
Reyhan berdecak, menghembuskan napas lelah seraya merebut ponsel gue. "Sini ponsel lo! Nih, lihat caranya deketin cewek." ujarnya santai, tak menyadari bahwa temannya kini sedang panas-dingin karena gugup.
Begitu melihat beberapa untaian kata yang diketik oleh Vian Gevano, Langit menatap kagum pada remaja tersebut. "Hebat juga lo! Kayanya lo udah berpengalaman banget dalam urusan 'deketin cewek'. Kalo udah gini, seterusnya ngapain? Gue bahas apa lagi?" Langit merebut ponsel dari tangannya.
Sontak Vian tertawa tebahak-bahak ketika mendengar pertanyaan dari Langit, sembari mengelus-elus dadanya sendiri. "astaga, gitu aja nggak ngerti hahaha." ledeknya.
Setelah beberapa menit berlalu, Vian mengajari Langit taktik mendekati seorang gadis. "Ya, lo tinggal nyari tau aja kesukaan dia apa. Kalo seandainya dia suka sama hewan peliharaan, coba tanya aja hal itu. Barangkali aja kesukaan dia sama hobi lo bisa samaan. Kan enak tuh, lo suka hamster kan?"
Langit Adara mengangguk dan menarik napas dalam-dalam. Dengan kepercayaan diri yang tinggi dan dukungan penuh dari Vian, Langit pun memberanikan diri untuk bertanya mengenai kesukaan ataupun hobinya.
"Anjir lo, Lang. lo pake pelet apa sampai bisa di pap???" tanya Vian dengan wajah kagetnya.
Responnya cukup bagus untuk sekedar tanya jawab dan yang pasti rasa percaya diri Langit Adara naik satu tingkat diatas sebelumnya. Inilah yang Langit tunggu-tunggu, mungkin hal ini menjadi lampu hijau bagi Langit untuk masuk ke dalam tahap selanjutnya.
Langit rasanya tak sabar untuk mengajak Karina pergi berkencan, berkeliling kota mencari hamster sembari tertawa bahagia. Namun, sekali lagi, Langit tidak mau terburu-buru. Langit takut hubungan ini tidak berjalan semestinya dan justru malah menjadi boomerang bagi Langit di kemudian harinya. Alangkah lebih baik bagi Langit untuk menjalani kisah ini dengan perlahan.
"Langit, lo lupa nanyain soal hamster?" Langit berhenti melamun saat pekikan suara Vian menggema ditelinga Langit.
"Nanti deh, yuk makan nasi goreng, gue yang traktir" tawaran dari Langit yang ditunggu-tunggu Rayhan.
"ASYIKKK."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang dan harapannya
Fiksi RemajaKetika angin malam memeluk daksa seorang gadis, dihiasi oleh sorot rembulan dengan gemerlap bintang yang menghiasi langit malam. Dua raga saling bertatapan, mengulas senyum ketika saling bertatapan. "Lo kenapa? sesuka itu ya sama malam?" "Sebelum al...